RAUT wajah Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi Mayor Jender¬al TNI Dedi Kuntadi Tamim tampak kecewa tatkala rangkaian kereta barang melin-tas di depannya. Tepatnya di lintasan rel kereta api samping Jin. Gudang Selatan, Kota Ban¬dung, Minggu (22/9/2013) pagi.
Padahal, Dedi sudah menyiapkan paku se¬panjang 10 cm di kantong celananya. Paku itu rencananya akan dijadikan pisau kecil dengan cara digilas kereta. Saat itu waktu menunjukkan pukul 8.25 dan kereta baru ada lagi pukul 8.40.
Sang jenderal kelahiran Bandung itu, akhirnya duduk di rel sembari menikmati bajigur dan kacang tanah rebus. Bedanya, bukan ajudan yang menempel di kiri-kanan Dedi melainkan bapak-bapak sebayanya.
Bapak-bapak itu adalah teman-teman masa ke¬cil Dedi ketika masih tinggal di Karees Kulon RW 6 Kel. Malabar, Kec. Lengkong, Kota Bandung. Membuat pisau dari paku yang digilas di rel kereta adalah mainan masa kecil Dedi bersama temannya seperti Amin, Bebe, Pendi, Imung.
Tepat pukul 8.40, kereta yang ditunggu tiba. Dedi segera menyimpan paku-paku panjang ta¬di di atas rel. Begitu kereta lewat, Dedi berteriak hore yang diikuti teman-temannya. Mereka segera mencari paku-paku itu.
Hari itu, Pangdam sengaja meluangkan wak¬tu untuk bercengkerama bersama teman-teman dan warga Karees, tempat dia tumbuh. "Punten kapungkur Ceu Nani, Bi Iyoh, abdi sok nyandak heula jajanan. Da emak nyariosna kitu. Duka dupi ayeuna tos dibayar atanapi teu acan," kata Dedi disambut tawa warga.
Sosok Dedi menjadi contoh manunggalnya tentara dengan rakyat. Bagi Pendi (53), nyaris tidak ada yang berubah dari sosok Dedi. "San¬tun kepada yang muda, hormat kepada yang tua. Itulah Dedi. Dari dulu sudah ada sosok pe¬mimpin. Dari dulu dia punya wibawa di mata teman-teman. Bangga lah, bisa ada intan dari kampung Karees," katanya.(Satrya Graha/"PR"), Sumber Koran: Pikiran Rakyat (23 September 2013/Senin, Hal. 06)