Senin, 23 September 2013

Buka Kasus Penembakan dengan Sinergi yang Solid dan Terpadu

JAKARTA - Koordinasi yang dilakukan Kepolisian bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak cukup hanya menjalin kerja sama di bidang intelijen. Perlu dilakukan kerjasama yang solid dan terpadu untuk mengungkap kasus penembakan terh¬adap anggota polisi, serta mengantisipasi kasus penembakan serupa.

"Misalnya, dengan merumuskan langkah-langkah antisipasi, mengingat kondisi ibukota saat ini dalam keadaan darurat teror," kata pengamat intelijen, Nuning Kertopati, kepada INDOPOS, Minggu (22/9).    •

Munculnya status darurat teror terhadap ibukota, menurut Nuning, dikarenakan teror yang terjadi tak hanya menimpa masyarakat, melainkan sudah mengarah kepada petugas keamanan. Oleh sebab itu baik Kepolisian, intelijen (BIN) maupun TNI perlu mengantisipasi terjadinya peny¬erangan serupa, serta memburu pelaku teror sebelumnya yang hingga kini belum tertangkap. Menurut doktor bidang intelijen ini upaya antisipasi dan perburuan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. "Perlu dilakukan pengamanan secara integral, tidak hanya melibatkan intelijen," paparnya.

Pengamat intelijen lainnya mengatakan, kepolisian tidak mesti melibatkan aparat lain untuk mengungkap kasus penemba¬kan yang terjadi secara berturut-turut dan menewaskan serta melukai anggota Polri. Sebagai penyidik sekaligus aparat negara, sudah barang tentu Korps Bahayangkara itu mempunyai sistem dan perangkat un¬tuk menelusuri dan mengantisipasi tindak kejahatan. "Lagi pula, ini kan domain polisi. Artinya, aparat BIN dan TNI tidak perlu bekerja maksimal," kata Jon Mempi, kepada INDOPOS, kemarin.

Dia pun menduga lambannya penan¬ganan kasus penembakan tersebut dikar¬enakan konflik internal yang berkecamuk di tubuh Polri. Diketahui, menjelang pergantian Kapolri, sejumlah petinggi di Korps berseragam cokelat itu ramai-ramai terlibat saling sikut. "Inilah yang men¬gakibatkan lemahnya fungsi dan peranan badan masing-masing," ucapnya.

Di samping itu, dia juga menduga ada skenario sistematis terkait pelibatan BIN dan TNI dalam mengungkap tragedi penembakan tersebut. Menurutnya, pelibatan tersebut hanya dijadikan cara untuk menenangkan masyarakat. “Sebab, di kalangan polisi sendiri belum tentu setuju untuk melibatkan itu. Karena mereka merasa mampu, dan personelnya banyak, “bebernya.

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Re¬publik Indonesia, Jenderal Timur Pradopo mengakui untuk mengungkap kasus penembakan secara beruntun itu pihaknya tidak dapat bekerja sendiri. Perlu ada keterlibatan pihak lain guna membantu menelusuri jejak pelaku.

"Kita sudah bekerja sama dengan stakeholder yang lain. Terkait intelijen, kita sudah mendapat pasokan (intelijen) dari BIN, TNI dan aparat teritorial Babinsa. Kita juga melibatkan masyarakat untuk membantu deteksi pelaku," kata Timur usai memimpin Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kapolda di Mabes Polri, belum lama ini.

Dijelaskan mantan Kapolda Metro Jaya itu, meski telah melibatkan personil BIN dan TNI, bukan berarti penanganan hu¬kum yang dilakukan polisi justru menjadi surut. Polri tetap mengedapankan peran¬nya sebagai aparat penegak hukum. Dia pun mengungkapkan keberhasilan yang dicapai Polri dalam menjalankan penegakan hukum terhadap pelaku teror. "Se¬banyak 90 persen kasus teroris semuanya terungkap, bahkan hingga dilanjutkan ke persidangan. Selama ini prosesnya bisa dilihat semua masyarakat," ungkapnya.

Terkait aksi penembakan terhadap Aipda (Anumerta) Sukardi, Timur menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih mendalami hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan investigasi yang diakukan Pusat Laboratorium Fo¬rensik (Puslabfor) Polri. Upaya itu diakui Timur untuk memudahkan pen¬gungkapan kasus penembakan yang menewaskan anak buahnya itu.

"Kita sama sekali tidak boleh mundur dalam melaksanakan tugas, khusus¬nya untuk memelihara keamanan dan memberikan pelayanan terbaik," imbuhnya.

Selama melalaikan proses penyidikan ada beberapa kesulitan yang dialami polisi untuk membongkar kasus terse¬but. "Seperti saya sampaikan, TKP yang ada di Rasuna Sahid berbeda dengan kasus sebelumnya di Pondok Aren, Cirendeu, Ciputat, dan lain-lain. Kalau di sana pelakunya sudah jelas tinggal melakukan penangkapan, tapi untuk kasus yang ini (Sukardi) dimohon un¬tuk bersabar," imbaunya. (ydh), Sumber Koran: Indo Pos (23 September 2013/Senin, Hal. 03)