Selasa, 1
Oktober 2013 02:02:00
Tahun 1965 panas
membara oleh gesekan politik Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia.
Sejumlah langkah politik PKI ditentang Angkatan Darat. Salah satu yang krusial
adalah soal angkatan kelima, dimana PKI meminta buruh dan petani dipersenjatai
untuk menghadapi konfrontasi dengan Malaysia.
Selain itu PKI
juga menginginkan ada komisariat politik dalam militer, seperti dalam
negara-negara komunis. Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani yang paling
keras menentang usulan-usulan PKI ini.
Yani makin marah
saat terjadi peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan
petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang
anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.
Di peringatan
HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di
Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
"RPKAD
harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan
apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan
senjatamu," kata Yani.
Yani berjanji
akan menuntut para pelaku pengeroyokan Pelda Soedjono serta menolak
usulan-usulan PKI soal Nasakom ala PKI.
RPKAD pasukan
loyal Angkatan Darat. Pasukan terbaik dengan prestasi gemilang di berbagai
palagan. Pidato Yani membakar semangat pasukan komando baret merah itu.
Ada analisa
menarik soal RPKAD. Sebagai satuan terbaik, seharusnya Angkatan Darat
menyerahkan pasukan itu untuk masuk ke Resimen Tjakrabirawa. Namun pimpinan AD
rupanya tetap menginginkan RPKAD menjadi pasukan pemukul dan bebas dari
huru-hara politik.
Karena itu
kemudian AD menyerahkan Batalyon 454 yang terkenal dengan sebutan Banteng
Raiders atau BR. Dari segi kemampuan dan prestasi, BR tak kalah dengan RPKAD.
Pasukan terjun dengan kemampuan tempur di gunung dan hutan.
Ahmad Yani juga
yang mendirikan Banteng Raiders tahun 1952 saat masih berpangkat kolonel dan
menjadi komandan brigade di Jawa Tengah. Saat itu Yani membutuhkan pasukan elite
untuk bertempur melawan gerilyawan Darul Islam. Maka Yani dikenal sebagai Bapak
Banteng Raiders.
Kelak saat aksi
G30S berlangsung, pimpinan gerakan ini Letkol Untung Syamsuri berasal dari
Banteng Raiders yang ditugaskan di Tjakrabirawa. Kebanyakan pelaku penculikan
juga berasal dari BR.
"Ironisnya
Yani diculik dan dibunuh oleh pasukan yang dulu dibentuknya dengan susah
payah," kata sejarawan Petrik Matanasi saat berbincang dengan merdeka.com.
Sementara RPKAD,
sesuai harapan Angkatan Darat, menjadi tulang punggung penumpasan G30S.
Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo pernah menyampaikan koran tewas tak
kurang dari 3 juta orang. Reporter :
Ramadhian Fadillah