Reporter
: Ramadhian Fadillah
Kamis, 24
Oktober 2013 04:02
Merdeka.com
- Tahun 1990an, tak ada bintang muda TNI dengan karir secemerlang
Prabowo Subianto. Karir Prabowo melesat cepat. Tahun 1995 Brigadir Jenderal
Prabowo dilantik menjadi komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Prabowo kemudian memekarkan Kopassus dari tiga grup menjadi lima
grup. Dengan jumlah personel Kopassus yang bertambah, otomatis satuan itu harus
dipimpin seorang komandan jenderal berpangkat mayor jenderal. Prabowo pun naik
pangkat lagi.
Tahun 1996, prestasi Prabowo mencuri perhatian dunia saat tim
gabungan TNI berhasil membebaskan 12 peneliti yang disandera Organisasi Papua
Merdeka (OPM) di Mapenduma. TNI banyak mendapat pujian atas keberhasilan
operasi militer tersebut.
Tak lama, bintang di bahunya bertambah lagi menjadi tiga. Tanggal
20 Maret 1998, Prabowo dilantik menjadi Panglima Kostrad dengan pangkat Letnan
Jenderal. Hanya tinggal selangkah menjadi jenderal penuh dengan menduduki
posisi Kepala Staf Angkatan Darat, disusul menjadi Panglima. Posisi nomor satu
ini rasanya tinggal menunggu waktu.
Tapi kerusuhan 1998 yang berujung lengsernya Soeharto, mengubur
semua mimpi Letnan Jenderal Prabowo Subianto. Bisa dikatakan saat itu Prabowo
kehilangan segala-galanya. Nyaris sampai titik nol. Dia pergi ke luar negeri
untuk berbisnis di Timur Tengah.
Berikut kisah terpuruknya Prabowo akibat tragedi 1998, dikumpulkan
merdeka.com dari berbagai sumber:
1. Dibuang keluarga
Cendana
Tragedi
1998 membuat Prabowo terusir dari keluarga Cendana. Soeharto dan anak-anaknya
merasa Prabowo adalah pengkhianat karena menemui Gus Dur, Amien Rais, Adnan
Buyung Nasution dan sejumlah tokoh yang mendukung reformasi. Keluarga Cendana
juga mengira Prabowo sengaja mendekati Habibie untuk mendukungnya sebagai
presiden menggantikan Soeharto.
Prabowo
sempat mengadu pada ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo. Dia dikhianati Soeharto,
mertuanya sendiri.
"Papi
tidak akan percaya kalau saya dikhianati mertua. Dia bilang pada Wiranto
singkirkan saja Prabowo dari pasukan," tulis Soemitro dalam buku Jejak
Perlawanan Begawan Pejuang terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 2.000.
Kisah
lain dituturkan dalam buku Hari-hari Terpanjang, Menjelang Mundurnya Presiden
Soeharto yang ditulis James Luhulima dan diterbitkan Kompas tahun 2001.
Tanggal
20 Mei 1998 malam, pulang dari kediaman Habibie, Prabowo ke rumah keluarga
Soeharto di Jl Cendana. Dia bermaksud berkumpul bersama anggota keluarga yang
lain, tetapi yang didapatnya malah makian.
Putri
bungsu Soeharto, Siti Hutami Endang Hadiningsih atau Mamiek menghampiri Prabowo
dengan marah. "Kamu penghianat, penghianat. Jangan injak kakimu di rumah
saya lagi."
Prabowo
mengaku tak pernah berniat menjatuhkan Soeharto dengan para tokoh itu.
"Kami mendiskusikan cara terbaik untuk meredakan kerusuhan,"
kilahnya.
2. Dikecewakan
Habibie
Wakil
Presiden BJ Habibie diangkat menjadi presiden menggantikan Soeharto yang
mengundurkan diri. Prabowo adalah pengagum Habibie. Sejak tahun 1993, Prabowo
sudah mendukung Habibie untuk menjadi wakil presiden. Tapi saat itu, ABRI
mendukung Try Sustrisno untuk maju. Baru pada 1998, Habibie mendapat dukungan.
Namun
dalam pergolakan 1998, Habibie lebih mendengarkan Panglima ABRI saat itu,
Jenderal Wiranto, daripada Prabowo. Bahkan setalah mendengar laporan Wiranto,
Habibie pula yang memerintahkan Prabowo segera dicopot sebagai Panglima Kostrad
sebelum matahari tenggelam.
Saat
itu Habibie khawatir mendapat laporan sejumlah pasukan Prabowo yang bergerak ke
Jakarta dari Surabaya dan Makassar. Habibie meminta pasukan itu segera kembali
ke markas masing-masing.
Prabowo
tentu sangat kecewa saat tahu dirinya digeser menjadi Komando Sesko ABRI di
Bandung. Baru kali ini sepanjang karirnya, Prabowo tak berada di pasukan
tempur. Pada Habibie Prabowo malah berharap diangkat menjadi Kepala Staf
Angkatan Darat.
Dia
berusaha menemui Habibie tanggal 22 Mei 1998 untuk mempertanyakan hal itu.
Namun Habibie tak bergeming. Prabowo pun terpaksa menyerahkan jabatan
Pangkostrad pada Jenderal Johny Lumintang.
3. Karir militer
Prabowo tamat
Kasus
penculikan 1998 membuat Prabowo tak hanya dicopot sebagai Pangkostrad.
Berdasarkan rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Prabowo akhirnya
dipecat dari dinas ketentaraan karena terlibat penculikan sejumlah aktivis.
Sementara itu Mayjen Muchdi Pr dan Kolonel Chaerawan dibebaskan dari semua
tugas dan jabatan struktural di ABRI.
Para
pelaku yang dinamakan Tim Mawar juga diadili. Mayor Bambang Kristiono dihukum
22 bulan dan dipecat dari ABRI. Sebagian lain juga dipecat dan dihukum penjara
12 hingga 22 bulan oleh Mahkamah Militer.
Ini
akhir karir Prabowo setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang tahun 1974.
Prabowo sudah bertugas selama 24 tahun, kebanyakan di pasukan tempur. Bertugas
di medan tempur Timor Timur, Papua, hingga mengikuti berbagai pendidikan
pasukan antiteror di luar negeri. Prabowo akhirnya meninggalkan Indonesia untuk
berbisnis di Yordania.
Kawan
dekat Prabowo Fadli Zon menilai TGPF sengaja menjadikan Prabowo sebagai kambing
hitam peristiwa Mei 98. Banyak kesimpulan TGPF yang sangat merugikan Prabowo.
4. Dianggap dalang
kerusuhan Mei 98
Sebagian
kalangan menganggap Prabowo adalah dalang kerusuhan Mei 98. Para aktivis HAM
pun menjerat Prabowo sebagai pelanggar HAM karena menculik para aktivis.
Jelang
peristiwa Mei, Prabowo sendiri mengaku mendapat BKO (Bawah Kendali Operasi)
dari atasannya. Dari sini dia bergerak, ternyata gerakan ini kebablasan. Para
aktivis dijemput dan disekap, tentu ini melanggar hukum. Prabowo mengakui
kesalahannya.
Pertanyaan
yang belum terungkap, siapa yang memberi perintah BKO itu? Apakah Panglima ABRI
atau Soeharto selaku penglima tertinggi. Semua pihak tak ada yang pernah
memberikan keterangan jelas.
Begitu
juga dengan Tim Mawar. Mayor Bambang Kristiono yang saat itu menjabat Komandan
Batalyon 42 Kopassus mengaku pembentukan Tim Mawar adalah inisiatif pribadi.
Bambang tak pernah menemui Prabowo yang saat itu menjabat Danjen Kopassus. Dia
hanya melapor pada Komandan Grup IV Kopassus Kolonel Chaerawan.
Menurut
Prabowo saat kerusuhan Mei 1998, dirinya tidak pernah menjadi dalang di balik
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa. Prabowo mengaku dia hanya
menjadi korban fitnah.
"Saya
bisa ungkap, tapi saya ingin kesejukkan. Jika saya ungkap hanya akan mengungkit
peristiwa yang lalu. Tidak ada untungnya," katanya.
"Saya
dulu dituduh membakar gereja, disebut saya anti kristen, tapi besoknya saya
juga dituduh membunuh kyai-kyai Jawa, dituduh membom Istiqlal, tidak tahu besok
dituduh apalagi," ujar Prabowo.