RABU, 23 OKTOBER 2013
Aktivis
lingkungan memberi apresiasi kepada Pengadilan Militer Banda Aceh yang menyidangkan
oknum TNI dalam kasus dugaan kepemilikan satwa liar. Sehingga diharapkan ini
menjadi langkah awal penegakan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Konservasi.
"Persidangan
ini penting dan berharap upaya penegakan UU No.5 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekositem tidak pandang bulu," kata Ratno Sugito,
aktivis Forum Orangutan Aceh (FORA) di Banda Aceh, Rabu (23/10).
Pengadilan
Militer Banda Aceh, Selasa (22/10), menggelar sidang perdana terhadap dua oknum
TNI terkait dugaan kepemilikan satwa liar yang dilindungi secara undang-undang.
Kedua tedakwa berinisial JR dengan dakwaan kepemilikan offset harimau dan
beruang, terdakwa dengan inisial R dengan dakwaan kepemilikan obset harimau.
Kedua terdakwa bertugas di wilayah Kabupaten Aceh Tengah.
Oditor
Mayor Sus Saifuddin R selaku Oditor Militer untuk terdakwa JR, sedangkan Oditor
Mayor Uj Kuswara selaku oditor militer terdakwa R. Ia menyatakan, pengadilan
tersebut merupakan sebuah celah dalam upaya penegakkan UU 5 Tahun 1990 di Aceh.
Menurut
dia, masih banyak kasus yang belum naik persidangan dan kasusnya seakan menguap
begitu saja. Seperti kepemilikan orangutan yang baru-baru ini disita oleh pihak
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, belum ada satu kasus pun yang
masuk persidangan.
Ia
menyebutkan, seperti kasus "Pongky" orangutan beberapa waktu lalu
yang disita dari oknum polisi yang bertugas di Polres Tamiang, dan
"Manohara" orangutan yang disita dari oknum PNS.
"Saya
berharap penegakan hukum terkait upaya pelestarian satwa liar tidak pandang
bulu, siapapun tersangkanya, maka proses hukum harus berjalan dengan harapan
dapat menimbulkan efek jera dan menjadi contoh bagi yang lainnya,"
ujarnya.
Menurut
catatan FORA, sepuluh tahun belakangan ini belum ada berkas terkait kepemilikan
satwa liar terutama orangutan yang masuk keranah hukum, kalau pun ada hanya
satu atau dua kasus.
Dan
anehnya, lanjut dia, bila dilihat dari jumlah orangutan yang masuk ke karantina
di Sibolangit, Sumatera Utara, 60 persen pelaku pemelihara secara ilegal ini
adalah oknum aparatur negara (PNS, TNI, dan POLRI).
Maka
dengan disidangkan terdakwa JR dan R ini akan mengubah catatan buku kosong dan
semoga ada efek jera bagi terdakwa, katanya.
"Persidangan
ini menjadi titik terang perlindungan satwa, dan saya berharap agar BKSDA Aceh
berani meniru keseriusan TNI dalam perlindungan satwa liar di Aceh,"
katanya.
Jumlah
keanekaragaman flora dan fauna Aceh kian menyusut serta berbading terbalik
dengan perubahan fungsi kawasan hutan selama ini. Diperparah dengan praktik
perburuan dan perdagangan satwa yang tidak pernah masuk ke dalam ranah hukum,
tegasnya.
Oditor
Mayor Sus Saifuddin R menyampaikan, pada tahun 2013 ada dua kasus yang masuk di
persidangkan dan semoga tidak bertambah lagi.
Selain
itu, ia juga mengatakan, satwa yang dilindungi sudah semestinya menjadi
perhatian dan tangung jawab bersama dalam upaya menjaga kelestarian dan semoga
menjadi pembelajaran bagi anggota TNI khususnya dan masyarakat umumnya.
Selanjutnya,
Oditor Mayor Uj Kuswara menegaskan butuh sinergisitas multi pihak dalam upaya
penegakkan UU 5 Tahun 1990.