Reporter : Ramadhian
Fadillah
Kamis, 24 Oktober
2013 05:09
Merdeka.com - Perjalanan karir
Prabowo Subianto di kemiliteran diwarnai sejumlah konflik. Termasuk isu kudeta
dan kontrakudeta. Perselisihan paling panas terjadi antara Prabowo yang saat
itu masih berpangkat perwira pertama dan menengah, melawan Jenderal Leonardus Benny
Moerdani.
Leonardus
Benny Moerdani adalah generasi awal pasukan elite TNI yang kelak bernama
Kopassus. Dia sudah bertempur sejak tahun 1958 melawan PRRI/Permesta lalu
mendapat Bintang Sakti dalam misi tempur merebut Irian Barat. Benny orang
intelijen, dia tak pernah menduduki jabatan Komandan Brigade atau Panglima
Kodam, seperti umumnya karir prajurit. Sosoknya bisa dibilang misterius.
Atas
jasanya membebaskan sandera Woyla tahun 1981, akhirnya Soeharto mengangkat
Benny sebagai Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI tahun 1983-1988.
Sementara
Prabowo jelas sangat junior dibanding Benny. Prabowo baru lulus Akademi Militer
tahun 1974. Tapi Prabowo juga punya pengaruh di internal ABRI. Salah satunya
tentu dukungan dari Soeharto. Maka meski berpangkat kapten, Prabowo berani
bergerak melawan Benny.
Saat
itu ada istilah ABRI hijau yang diisi perwira yang dekat dengan Islam dan
pesantren. Ada juga ABRI merah putih, mereka yang nasionalis dan bukan beragama
Islam. Kedua kelompok ini selalu bersinggungan.
Mayjen
(Purn) Kivlan Zen, salah satu jenderal pendukung Prabowo, menjelaskan awalnya
hubungan Prabowo dan Benny Moerdani sangat dekat. Namun hal itu berubah saat
Benny berniat menghancurkan gerakan Islam secara sistematis. Benny juga dinilai
ingin menguasai Indonesia dan menjadi presiden menggantikan Soeharto.
"Prabowo
Subianto merasa tidak cocok dengan langkah-langkah tersebut dan melaporkan
langkah-langkah Benny, pada mertuanya, Presiden Soeharto, termasuk rencana
Jenderal Benny Moerdani menguasai Indonesia atau menjadi Presiden RI,"
kata Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen dalam buku Konflik dan
Integrasi TNI AD terbitan Institute for Policy Studies tahun 2004.
Sementara
itu Letjen Sintong Panjaitan menilai Prabowo berbeda setelah menjadi menantu
Soeharto. Dulu Prabowo selalu berbicara strategi militer, persenjataan dan
semua hal soal tentara. Tapi semenjak jadi menantu Soeharto, Prabowo selalu
berbicara politik dan kekuasaan.
Berikut
konflik Benny Moerdani dan Prabowo. Termasuk soal isu kudeta Benny dan gerakan
Prabowo untuk menghentikannya:
1. Prabowo mau culik
Benny Moerdani
Pada
Bulan Maret 1983, Komandan Detasemen-81 Kopassus Mayor (inf) Luhut Panjaitan,
dikejutkan aksi wakilnya, Kapten (inf) Prabowo Subianto. Prabowo mengatakan
Jenderal Benny Moerdani mau melakukan kudeta atau coup d'etat.
Prabowo
akan membawa Presiden Soeharto ke Bugis (sebutan untuk markas pasukan antiteror
Kopassus di Cijantung). Hal itu dilakukan karena ancaman kelompok Benny.
Peristiwa
ini diceritakan Letjen Sintong Panjaitan dalam buku Perjalanan Prajurit Para
Komando terbitan Kompas. Saat itu pasukan antiteror Kopassus sudah akan
bergerak menculik Jenderal Benny Moerdani dan Letjen Soedharmono serta beberapa
jenderal lain.
Mayor
Luhut mencegah tindakan itu. Semua senjata dan radio disimpan dalam kamar kerja
Luhut. "Nggak ada itu. Sekarang kalian semua siaga di dalam. Tidak ada
seorang pun yang keluar pintu tanpa perintah luhut Panjaitan sebagai
komandannya," tegas Luhut.
Ancaman
kudeta Benny Moerdani tak terbukti. Luhut dan para komandan Kopassus menilai
saat itu Prabowo stres berat.
Kisah
itu langsung dibantah oleh Prabowo begitu buku terbit tahun 2009. "Setiap
ada buku baru, saya dituduh mau kudeta lagi, mau kudeta lagi," tepis
Prabowo.
"Anda
nilai sendiri seorang kapten bisa bikin kudeta? Sudahlah itu biar nanti sejarah
yang bicara. Semua punya versi masing-masing," kata Prabowo sambil tertawa
saat itu.
2. Benny mau buang
Prabowo dari Kopassus
Perseteruan
Prabowo dan Benny Moerdani makin memanas. Benny pun berniat memindahkan Mayor
Prabowo dari wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus menjadi kepala staf Kodim.
Ini jabatan buangan bagi seseorang perwira seperti Prabowo yang bertugas di
satuan antiteror.
Selain
menjadi Kepala Staf Kodim, ada pilihan lain menggeser Prabowo ke Pusat
Kesenjataan Infantri untuk mengurus pendidikan.
"Keputusan
ini diubah oleh Jenderal Rudini yang menjadi Kasad tahun 1985. Prabowo akhirnya
menjadi wakil komandan Batalyon Lintas Udara 328. Suatu pasukan elite Kostrad
yang berjasa menumpas PKI dan berhasil melumpuhkan gerakan Kahar Muzakar pada
1965," kata Mayjen Kivlan Zen.
Rupanya
Prabowo tetap tidak puas dengan keputusan ini. Dia tak mau pindah dan melapor
pada Komandan Kopassus Brigjen Sintong Panjaitan. Sintong langsung memarahi Prabowo.
"Kamu
prajurit. Saya tidak pandang kamu anaknya siapa. Selama kamu di tentara, kamu
harus turut aturan-aturan tentara. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa saja keluar
tentara lalu masuk partai," tegas Sintong.
3. Prabowo gagalkan
niat Benny jadi wapres
Menjelang
Sidang Umum MPR Maret 1988, beredar kabar Jenderal Benny Moerdani sangat
bernapsu untuk maju sebagai wakil presiden mendampingi Soeharto. Sebagai
Panglima ABRI, Benny berniat menjadikan Fraksi ABRI di MPR sebagai lokomotif
pencalonan dirinya.
"Rencana
itu berhasil digagalkan oleh Soeharto berkat laporan Prabowo Subianto. Tanggal
24 Februari 1988, sebelum sidang MPR digelar, Soeharto melakukan pergantian
Panglima ABRI dari Jenderal Benny Moerdani ke Jenderal Try Sutrisno," kata
Mayjen Kivlan Zen.
Jika
tidak diganti, Benny dapat memaksakan kehendaknya pada Fraksi ABRI di MPR.
Soeharto pun akan terpaksa menerima Benny karena tidak etis menolak seorang
calon yang sudah disetujui DPR/MPR. Akhirnya langkah Benny bisa digagalkan.
Soedharmono naik menjadi wakil presiden.
Tapi
Prabowo tetap khawatir Benny akan membuat ulah, termasuk kudeta. Dia sudah
menyiapkan pasukan.
Menurut
Mayjen Kivlan Zen dalam buku Konflik dan Integrasi TNI AD terbitan Institute
for Policy Studies tahun 2004, Prabowo menyiapkan pasukan cukup banyak. 1
Batalyon Kopassus, Batalyon Infanteri Linud 328, Batalyon Infanteri 303,
Batalyon Infanteri 321, Batalyon Infanteri 315. Satu batalyon umumnya
berkekuatan 700 personel.
"Pasukan
itu dapat dipercayainya untuk melakukan kontrakudeta, sebagaimana Soeharto
melakukan kontrakudeta pada G30S/PKI tahun 1965. Tapi kekhawatiran itu tidak
terbukti, gerakan inkonstitusional melalui kudeta tak terjadi," beber
Kivlan.
4. Kecurigaan saat
keluarga Cendana naik haji
Tahun
1991 seluruh keluarga Soeharto, termasuk anak, cucu, dan ipar naik haji ke
tanah suci. Nyaris tak ada orang dekat keluarga Cendana yang tinggal di
Jakarta. Saat itu posisi Panglima ABRI dijabat Jenderal Try Sutrisno, Kasad
oleh Jenderal Edy Sudrajat dan Menhankam oleh Jenderal Benny Moerdani.
Prabowo
rupanya khawatir kalau Benny dan lawan politik Soeharto akan membuat gerakan.
Dia mengumpulkan kawan-kawannya untuk mencegah gerakan tersebut. Kivlan Zen dan
Sjafrie Sjamsoeddin termasuk yang ikut berdiskusi bersama Prabowo.
Direncanakan
jika kondisi tak terkendali, Prabowo dan Pangkostrad Letjen Wismoyo (ipar
Soeharto) akan segera kembali dengan menggunakan pesawat jet pribadi dan
mendarat di Nusa Wungu Cilacap.
Namun
kekhawatiran Prabowo sekali lagi tak terbukti. Hingga seluruh kunjungan
berakhir, tak ada gerakan apapun untuk mendongkel kekuasaan Soeharto.