Rabu, 18 September 2013

Nasib RUU Keamanan Nasional Tak Jelas

JAKARTA — Fraksi Demokrat pesimistis Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode ini berakhir tahun depan. Anggota Panitia Khusus RUU Keamanan Nasional, Yahya Sacawiria, mengatakan hingga saat ini panitia khusus juga belum menggelar sidang. Padahal Desember tahun ini merupakan batas akhir masa kerja panitia khusus. "Ada kemungkinan rancangan itu diwariskan ke DPR periode berikutnya," kata Yahya saat dihubungi kemarin.

Menurut politikus Partai Demokrat ini, belum semua fraksi sepakat membahas rancangan tersebut. Posisi terakhir, kata Yahya, hanya Demokrat dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang setuju membahas rancangan itu. Sedangkan tujuh fraksi lain masih menolak. Musababnya, fraksi penolak menilai rancangan itu merupakan sarana untuk TNI kembali mendominasi keamanan nasional.

Yahya menilai, dalam rancangan itu justru terbagi jelas tugas pokok dan fungsi TNI serta kepolisian. "Kepolisian tetap mengurus keamanan dan ketertiban, TNI mengurus pertahanan," katanya. "Jadi tak ada yang namanya perebutan wewenang." Kalaupun rancangan itu batal dirampungkan hingga tahun depan, kata Yahya, pemerintah harus menyusun draf baru untuk dibahas bersama dengan DPR.

Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, Tubagus Hasanuddin, juga membenarkan panitia khusus belum kembali membahas draf itu. "Belum dibicarakan lagi oleh panitia khusus." Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi PDIP, Evita Nursanty, mengatakan fraksinya ogah membahas rancangan itu. karena masih ada sejumlah pasal bermasalah.

Anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, sepakat rancangan itu ditunda. "Masih banyak pasal harus dibenahi," katanya.

Lembaga pegiat hak asasi manusia, Imparsial, menilai DPR tak perlu meloloskan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional. "Tidak ada urgensinya," kata Direktur Program Imparsial, Al Araf. Dia mempersoalkan sejumlah pasal seperti definisi dan kategori ancam¬an keamanan. "Dalam draf disebutkan bahwa kemiskinan menjadi ancaman keamanan."

Al Araf juga mempersoalkan kewenangan Dewan Keamanan Nasional yang dipimpin Presiden yang terlalu kuat. Dia khawatir Dewan Keamanan ini bakal seperti Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban pada era Orde Baru. Dia juga mempersoalkan kemungkinan masuknya militer dalam status tertib sipil. (indra wijaya), Sumber: Koran Tempo (18 September 2013/Rabu, Hal. 05)