Jumat, 06 September 2013

Keraguan Publik Terjawab



JAKARTA-Mahkamah Agung (MA) menilai persidangan ka­sus Cebongan yang digelar Pe­ngadilan Militer II/11 Yogya­karta berjalan sesuai harapan.Semua pihak diminta menghor­mati putusan hakim atas perka­ra itu.

Ketua Tim Pemantau MA un­tuk persidangan kasus Cebo­ngan, Gayus Lumbuun, menga­takan tidak ada ketentuan yang dilanggar dalam pengadilan ini.Hakim dianggap sudah meng­gunakan mekanisme hukum yang tepat.

"Tentunya semua pihak harus menghormati dan menerima proses ini, Walaupun mungkin ada yang tidak puas. Sekarang , mari semua pihak yang merasa tidak adil dengan putusan ini silakan mengajukan banding," ucapnya saat dihubungi, kema­rin.

Gayus yang ikut hadir di lo­kasi persidangan meskipun ti­dak sampai masuk ke ruang pengadilan, menilai para hakim yang meskipun berada dalam situasi kurang kondusif karena ada keramaian, tidak terpenga­ruh independensinya.

"Saya perhatikan di sini hakim yang merasakan, bukan publik merasakan. Hakim kalau merasa terganggu kan bisa diadukan ke MA minta pindah sidang. Tapikalau tidak ya dia mampu men­jalankan sidang.Kalau saya lihat dia mampu sehingga dia tidak minta pindah.Kita bisa melihat indikatornya tidak merasakan itu, hakim tidak merasa contempt of court (penghinaan ter­hadap pengadilan)," paparnya.

Senada dengan Gayus, Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan putusan sidang kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan itu telah menjawab keraguan publik yang sempat disebut-sebut bisa mengganggu independensi hakim.

"Putusan yang patut dihor­mati dan diapresiasi.Selain rasional dengan tuntutan oditur sekaligus menjawab keraguan publik akan independensi ha­kim," ujarnya, kemarin.

Seperti diketahui, Majelis Ha­kim yang diketuai Letkol CHK Joko Sasmito telah menjatuhkan vonis kepada Eksekutor pe­nyerangan Lapas Sersan dua (Serda) Ucok Tigor Simbolon hukuman penjara 11 tahun pen­jara dan dipecat dari kesatuan Kopassus. Serda Sugeng Sumaryanto divonis delapan tahun penjara dan dipecat.Koptu Kodik divonis penjara selama enam tahun dan dipecat.

Sedangkan lima anggota Kapossus lainnya, yakni Serda Tri Juwarno, Serda Anjar Rahmanto, Serda Martinus Banani, Serda Suprapto dan Serda Hendro Siswoyo divonis selama satu tahun sembilan bulan.

"Memutus terdakwa satu Ser­da Ucok Tigor Simbolon dengan hukuman 11 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan TNI," kata Ketua Majelis Hakim Letkol (CHK) Joko Sasmito di Gedung Dilmil II/11 Jogjakarta Ringroad Timur, Banguntapan, Bantul saat membacakan amar putu­san kemarin (5/9).

Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan oditur yak­ni 12 tahun penjara dan dipecat dari kesatuannya. Selain Ucok, sidang yang dimulai pukul 10.00 hingga 15.10 itu juga menyi­dangkan dua terdakwa yaitu Serda Sugeng Sumaryoto dan Kopral Satu Kodiq. Sugeng di­jatuhi hukuman delapan tahun penjara dan Kopral Satu Kodiq divonis penjara enam tahun penjara.Keduanya juga dipecat dari kesatuanyanya TNI.

Dalam berkas amar putusan setebal 449 halaman itu majelis hakim menganulir sangkalan yang pernah disampaikan penasihat hukum terdakwa.

Berdasarkan fakta persi­dangan, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa murni tindakan pribadi, egois, dan emosional sesaat sehingga sebagai prajurit tidak dapat menjaga nama baik kesatuannya yaitu Kopassus.

Menurut manjelis hakim, hal yang memberatkan para ter­dakwa ialah perbuatan itu dila­kukan pada saat kesatuannya menggelar latihan di Gunung Lawu, perbuatan itu dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang mengakibatkan 4 tahanan meninggal, membuat duka mendalam kepada kelu­arga korban, melukai sipir dan petugas Lapas Cebongan serta pencemaran nama baik korp TNI.

Sedangkan hal yang mering­ankan ialah dengan jiwa kesatrian para terdakwa mengakui perbuatannya, meminta maaf kepada keluarga korban dan petugas Lapas Cebongan, ber­terus terang di pengadilan, sopan, dan pernah meraih pre­stasi selama bergabung dengan TNI.

"Terdakwa memiliki prestasi dan pernah tergabung dalam operasi penyelamatan di Gu­nung Merapi tahun 2008-2010," beber Joko.

Usai pembacaan putusan, majelis hakim menanyakan seputaran isi putusan kepada ketiga terdakwa.Setelah dija­wab dengan jelas, majelis ha­kim menyampaikan empat hak yang dimiliki para terdakwa yaitu menerima isi putusan, banding, pikir-pikir atau menerima dan mengajukan grasi.Setelah ketiga terdakwa berkon­sultasi dengan penasihat hu­kumnya, terdakwa Ucok mewa­kili rekannya Sugeng dan Kodiq langsung menyampaikan haknya atas isi putusan terse­but.

"Kami banding yang mulia," kata Ucok sambil menoleh ke kiri melihat kedua rekannya Sugeng dan Kodiq.

Lima Terdakwa Banding

Lima terdakwa diputus bersa­lah oleh majelis hakim dan di vonis 1 tahun 9 bulan.Sidang lanjutan yang digelar di Penga­dilan Militer II-11 Jogjakarta, kemarin (5/9) ini merupakan agenda putusan dalam berkas dua.

Adapun kelima terdakwa itu Sertu Tri Juwanto, Sertu Anjar Rahmanto, Sertu Martirius Paulus, Sertu Suprapto, dan Sertu Herman Siswoyo. Sebe­lumnya Oditur Militer menutut kelima terdakwa dengan anca­man masing-masing dua tahun, namun setelah pemaparan ber­kas sidang dan mempertim­bangkan keterangan kelima terdakwa, majelis hakim hanya memberikan vonis 1 tahun 9 bulan dipotong masa tahanan dan tanpa pemecatan dari sa­tuan.

Melalui penasihat hukumnya, kelima terdakwa kemudian me­ngajukan banding atas putusan majelis hakim.

Para terdakwa merasa kebera­tan atas vonis yang dijatuhkan kepadanya. Sehingga berkas persidangan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Militer Jakarta.

Kecewa Putusan Hakim

Di sela-sela pembacaan amar putusan, massa pendukung 12 anggota Kopassus yang men­jadi terdakwa dalam kasus penyerangan Lapas Cebongan memblokir jalan. Selain itu, massa yang mengenakan pakai loreng khas organisasinya itu sempat membakar ban bekas dan poster di jalur lambat Ring-road Timur, Banguntapan, Bantul. Asap hitam pun mem­bumbung tinggi di depan Pengadilan Militer II/11 Jog­jakarta Jalan.

Aksi itu sebagai bentuk keke­salan atas pertimbangan putu­san yang dijatuhkan majelishakim kepada 11 anggota Ko­passus Grup II Kandang Menjangan, Kartosuro, Solo.

Dalam orasinya, perwakilan massa mengaku kecewa dengan hukuman yang dijatuhkan ma­jelis hakim. Sebab, majelis ha­kim tidak mendengarkan aspi­rasi masyarakat Jogjakarta."Sebagai bentuk kekesalan, massa pun melakukan.

"Hakim tidak aspiratif, “ teriak salah seorang peserta aksi saat berorasi di atas jip dengan menggunakan mik.

Aksi pembakaran ban yangdilakukan massa membuat pe­tugas keamanan Dilmil dan TNI geram. Dandim 0734 JogjakartaLetkol Ananta Wira memimpin upaya pemadaman api pemba­karan ban tersebut. Karena mas­sa tetap membakar ban, satu unit pemadam kebakaran Pemkot Jogja pun didatangkan untuk memadamkan api. Saat akan memadamkan api, anggota TNI sempat bersitegang dengan massa pendukung para terdak­wa. "Hargai persidangan, kita semua sama-sama berjuang," kata Letkol Ananta Wira yang berusaha menenangkan massa agar tidak membakar ban su­paya tidak mengganggu jalan­nya persidangan.

Setelah majelis hakim meng­akhiri persidangan, massabergerak menuju depan pintu Dilmi. Mereka ingin memberi­kan dukungan kepada 12 ter­dakwa. Sebagai bentuk du­kungan, secara simbolis perwa­kilanmassa memberikan se­buah ketepel sebagai bentuk perlawanan. Dukungan massa pun disambut hangat para terdakwa.

"Sebagai prajurit, saya meng­hormati hakim dan akan ban­ding. Setelah bebas nanti, saya bersama istri dan anak tinggal di Jogjakarta," kata Ucok dihadapan pendukungnya sesaat sebelum diangkut mobil taha­nan menuju Denpom Dipone­goro.(gen/mar), Sumber Koran: Indo Pos (06 September 2013/Jumat, Hal. 01)