Senin, 30
September 2013 | 12:45 WIB
INILAH.COM
Jakarta - Sejarawan senior Taufik Abdullah mengajak masyarakat untuk
mengamalkan nilai Pancasila secara konsekuen guna mencegah terulangnya
pemberontakan G-30 S/PKI tahun 1965.
"Supaya
tidak terjadi lagi, berpegang pada pembukaan UUD. Kesemua itu berdasarkan
kepada Pancasila. Pancasila itu kata sifat dari perilaku kita. Pancasila jangan
dibuat kata kerja. Landasan untuk berbuat apa pun juga harus Pancasila,"
katanya, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Sebelumnya,
G30S/PKI atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan
gerakan yang didalangi PKI untuk mengubah dasar negara Pancasila menjadi
komunis. Oleh karena itu pula tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari
Kesaktian Pancasila.
Peristiwa G-30 S
/ PKI mengakibatkan enam perwira tinggi dan dua perwira menengah TNI AD serta
seorang perwira pertama gugur. Putri terkecil Jenderal A H Nasution yaitu Ade
Irma Suriani Nasution juga turut menjadi korban.
Kesembilan
perwira tersebut adalah Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen Anumerta S.
Parman, Letjen Anumerta Suprapto, Letjen Anumerta M.T Haryono, Mayor Jenderal
Anumerta Donald Isac Panjaitan, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Kapten
Pierre Andreas Tendean, Brigjen Anumerta Katamso Dharmokusumo dan Kolonel
Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto.
Menurut Taufik
Abdullah, yang penting untuk dipahami dari peristiwa G-30 S/PKI adalah
bagaimana masyarakat belajar dari suasana yang terjadi saat itu.
"Terserah
siapa saja yang bersalah dalam peristiwa tersebut. Yang perlu dipahami apa
latar belakang yang memberi kemungkinan itu terjadi. Suasana seperti apa yang
ada saat itu. Suasana itu yang memberi pelajaran," katanya.
Menurut dia ,
terlepas dari siapa yang bersalah dalam peristiwa G-30 S/PKI, peristiwa
tersebut terjadi saat negara dalam suasana serba konflik. Hal tersebut yang
harus diperhatikan oleh pemerintah untuk mencegah hal serupa terjadi.
"Bagaimana
mengendalikan negara ini. Apakah membuat masyarakat dalam suasana konflik atau
persatuan," katanya.
Taufik juga
mengatakan adanya tradisi dendam dalam diri sebagian orang dalam melihat
peristiwa tersebut seharusnya mulai dihilangkan.
"Repotnya
lagi dari peristiwa G-30 S / PKI itu, kita ini masih banyak yang memiliki
tradisi dendam. Itu belum berakhir sampai sekarang. Dendam sejarah itu bukan
hal yang mudah," katanya.
Menurut dia, hal
tersebut tidak akan terjadi jika pemerintah dan masyarakat betul betul setia
pada UUD 1945 terutama pada bagian pembukaan UUD 1945.
Sementara itu,
sejarawan UI Abdurakhman sebelumnya juga mendesak masyarakat untuk tidak
melepaskan kewaspadaan terhadap bahaya laten PKI yang pada tahun 1965 melakukan
pemberontakan yang lebih dikenal sebagai peristiwa G-30 S/PKI.
"PKI itu
bahaya laten. Tidak akan pernah berhenti sampai mencapai tujuan," kata
Abdurakhman kepada Antara yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu. [ant]