Deru keras mesin jet memecah heningnya langit di
atas landasan Bandara Haiim Perdanakusuma. Dari arah utara, munculempat buah
pesawat T-50i kelir biru kuning melintas dengan formasi belah ketupat.Selelah
melewati tenda utama, empat pesawat tersebut berpencar ke empat arah
berbeda."Hadirin, itulah Golden
Eagle," demikian MCmenjelaskan tentang empat pesawat yang beratraksi
siang itu.
Golden Eagle
bukanlah satu-satunya model pesawat yang membelah langit siang itu. Ada juga
penampilan aerobatik dari lima pesawat KT IB Wong Bee, serta terbang lintas
empat Sukhoi S-30 MK2 dan dua Sukhoi Su-27 SK. Burung-burung tempur besi itu
hanya sebagian dari deretan alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru TNI
yangdipertunjukkan saat perayaan ulang tahun ke-68 TNI, Sabtu pekan lalu.
Dalam kurun 2010-2014, sektor pertahanan Indonesia
memperoleh anggaran sebesar Rp 150 trilyun.Dengan anggaran sebanyak itu,
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bisa leluasa mengisi daftar belanja mereka
hingga memenuhi minimum essential force
tahap pertama. Sampai dengan 2014 nanti, Indonesia akan memiliki tank
berat,kendaraan tempur (ranpur), meriam artileri pertahanan udara (arhanud) dan
artileri medan (armed), rudal, pesawat tempur, helikopter, hingga kapal selam
(lihat: Daftar Belanja TNI).
Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik)
Kemenhan, Brigjen TNI Sisriadi menjelaskan, pembelian alutsista itu didasari
analisis perkembangan lingkungan strategis dan perkembangan teknologi di
dunia. "Kita harussudah mengetahui perang ke depan itu seperti apa. Apa
ancamannya?" katanya kepada Andi Anggana dari Gatra. Lebih lanjut, ia juga
menekankan, penambahan alutsista ini juga lekat kaitannya dengan peningkatan deterrent effect (daya gentar) Indonesia
dalam pergaulan dengan negara-negara tetangga.
Lembaga analisis militer Global Firepower merilis, sejak Juni 2013 lalu, kekuatan militer
Indonesia ada di urutan
ke-15 dunia. Posisi ini mengungguli Malaysia
(ke-33) dan Singapura (ke-47).Sebelumnya, tahun 2011 lalu, Indonesia masih
berada di peringkat ke-18.
Menurut pengamat militer dari Universitas
Indonesia, Andi Widjnjanto, kekuatan pertahanan Indonesia saat ini malah sudah
melebihi target MEF tahap pertama. ''Kekuatan pertahanan pada 2014 nanti akan
mencapai 38%. Surplus 10%," kata Andi ketika dihubungi GATRA.
Padahal, bila mengacu pada skema pemenuhan MEF
2024 yang terbagi dalam tiga tahap (2010-2014; 2014-2019; 2019-2024), harusnya
tahap I ini targetnya hanya 28%.
Ia melihat, kemajuan ini didapat karena pemerintah
berhasil mengalokasikan Rp 150 trilyun khusus untuk pengadaan alutsista, di
luar anggaran rutin Kemenhan. Selain faktor anggaran, menurut Andi, kondisi ini
juga didukung oleh perubahan kebijakan pertahanan internasional yang akhirnya
berdampak pada ketersediaan alutsista di pasaran.
Sebagai contoh, bila mengacu pada rencana semula,
Indonesia sebenarnya baru bisa memiliki MBT sekelas Leopard pada
2021."Tapi karena ada perubahan strategi kavaleri di Eropa Barat, mereka
banyak yang jual MBT," kata Andi.Contoh lainnya adalah pengadaan helikopter
serbu Apache dari AS, yang bisa diwujudkan karena negara itu mengubah strategi
mereka dengan lebih banyak menggunakan drone
atau pesawat nir-awak.
Meski banyak dari alutsista ini didatangkan
dari luar negeri, tidak berartiTNI tidak menggunakan produk buatan dalam
negeri."Contohnya panser buatan PT Pindad," ujar Brigjen TNI
Sisriadi, kepada Andi Anggana dari Gatra.Ia menjamin, semua alutsista yang
dibuat BUMN dalam negeri selalu dibeli oleh TNI. Misalnya pesawat nir-awak
buatan dalam negeri sudah dibeli setengah skuadron."Kita tadinya mau beli
satu skuadron tapi mereka tidak bisamencukupi. Makanya, separahnya kira beli
dari luar negeri," ia membeberkan.
Ketika membeli dari luar, Sisriadi menjelaskan, ada
klausul berupa alih teknologi."Khususnya kalau kita beli banyak,"
kata Sisriadi.Sebagai contohnya adalah pesawat latih KTI B Wong Bee dan T50i
dari Korea Selatan."Jadi nanti untuk perawatannya bisa sendiri, tidak
perlu dikirim ke negara asalnya.Jadi lebih murah," jenderal bintang satu
itu menambahkan.
Terlepas dari membesarnya otot pertahanan Indonesia,
Andi mengingatkan, tantangan yang sudah menanti di depan adalah biaya
perawatan rutin alutsista tersebut. "Pada 2015 nanti, pemerintah yang baru
harus alokasikan sekitar Rp 80-100 trilyun khusus untuk alutsista.Itu di luar
anggaran belanja rutin Kemenhan." katanya.Konsekuensi ini juga sudah
disadari oleh pihak Kementerian Pertahanan (Kemenhan).Penambahan porsi itu,
timpal Sisriadi, hanya untuk perawatan dan pembelian barang baru."Memang
tren anggaran itu tiap tahunnya meningkat," katanya.Cavin R. Manuputty, Sumber:Majalah Gatra (16 Oktober 2013/Rabu, Hal.
28-29)