Rabu, 16 Oktober 2013

Indonesia Makin Gahar



Deru keras mesin jet memecah heningnya langit di atas landasan Bandara Haiim Perdanakusuma. Dari arah utara, munculempat buah pesawat T-50i kelir biru kuning melintas dengan formasi belah ketupat.Selelah melewati tenda utama, empat pesawat tersebut berpencar ke empat arah berbeda."Hadirin, itulah Golden Eagle," demikian MCmenjelaskan tentang empat pesawat yang beratraksi siang itu.

Golden Eagle bukanlah satu-satunya model pesawat yang membelah langit siang itu. Ada juga penampilan aerobatik dari lima pesawat KT IB Wong Bee, serta terbang lintas empat Sukhoi S-30 MK2 dan dua Sukhoi Su-27 SK. Burung-burung tempur besi itu hanya sebagian dari deretan alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru TNI yangdipertunjukkan saat perayaan ulang tahun ke-68 TNI, Sabtu pekan lalu.

Dalam kurun 2010-2014, sektor pertahanan Indonesia memperoleh ang­garan sebesar Rp 150 trilyun.Dengan anggaran sebanyak itu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bisa leluasa mengisi daftar belanja mereka hingga memenuhi minimum essential force tahap pertama. Sampai dengan 2014 nanti, Indonesia akan memiliki tank berat,kendaraan tempur (ranpur), meriam artileri pertahanan udara (arhanud) dan artileri medan (armed), rudal, pesawat tempur, helikopter, hingga kapal selam (lihat: Daftar Belanja TNI).

Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik) Kemenhan, Brigjen TNI Sisriadi menjelaskan, pembelian alutsista itu didasari analisis perkem­bangan lingkungan strategis dan perkem­bangan teknologi di dunia. "Kita harussudah mengetahui perang ke depan itu seperti apa. Apa ancamannya?" katanya kepada Andi Anggana dari Gatra. Lebih lanjut, ia juga menekankan, penambahan alutsista ini juga lekat kaitannya dengan peningkatan deterrent effect (daya gentar) Indonesia dalam pergaulan dengan negara-negara tetangga.

Lembaga analisis militer Global Firepower merilis, sejak Juni 2013 lalu, kekuatan militer Indonesia ada di urutan
ke-15 dunia. Posisi ini mengungguli Malaysia (ke-33) dan Singapura (ke-47).Sebelumnya, tahun 2011 lalu, Indonesia masih berada di peringkat ke-18.

Menurut pengamat militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjnjanto, kekuatan pertahanan Indonesia saat ini malah sudah melebihi target MEF tahap pertama. ''Kekuatan pertahanan pada 2014 nanti akan mencapai 38%. Surplus 10%," kata Andi ketika dihubungi GATRA.

Padahal, bila mengacu pada skema pe­menuhan MEF 2024 yang terbagi dalam tiga tahap (2010-2014; 2014-2019; 2019-2024), harusnya tahap I ini targetnya hanya 28%.

Ia melihat, kemajuan ini didapat karena pemerintah berhasil mengalo­kasikan Rp 150 trilyun khusus untuk pengadaan alutsista, di luar anggaran rutin Kemenhan. Selain faktor anggaran, menurut Andi, kondisi ini juga didukung oleh perubahan kebijakan pertahanan internasional yang akhirnya berdampak pada ketersediaan alutsista di pasaran.

Sebagai contoh, bila mengacu pada rencana semula, Indonesia sebenarnya baru bisa memiliki MBT sekelas Leopard pada 2021."Tapi karena ada perubahan strategi kavaleri di Eropa Barat, mereka banyak yang jual MBT," kata Andi.Contoh lainnya adalah pengadaan helikopter serbu Apache dari AS, yang bisa diwujudkan karena negara itu mengubah strategi mereka dengan lebih banyak menggunakan drone atau pesawat nir-awak.

Meski banyak dari alutsista ini di­datangkan dari luar negeri, tidak berartiTNI tidak menggunakan produk buatan dalam negeri."Contohnya panser buatan PT Pindad," ujar Brigjen TNI Sisriadi, kepada Andi Anggana dari Gatra.Ia menjamin, semua alutsista yang dibuat BUMN dalam negeri selalu dibeli oleh TNI. Misalnya pesawat nir-awak buatan dalam negeri sudah dibeli setengah skuadron."Kita tadinya mau beli satu skuadron tapi mereka tidak bisamencukupi. Makanya, separahnya kira beli dari luar negeri," ia membeberkan.

Ketika membeli dari luar, Sisriadi menjelaskan, ada klausul berupa alih teknologi."Khususnya kalau kita beli banyak," kata Sisriadi.Sebagai contohnya adalah pesawat latih KTI B Wong Bee dan T50i dari Korea Selatan."Jadi nanti untuk perawatannya bisa sendiri, tidak perlu dikirim ke negara asalnya.Jadi lebih murah," jenderal bintang satu itu menambahkan.

Terlepas dari membesarnya otot pertahanan Indonesia, Andi meng­ingatkan, tantangan yang sudah menanti di depan adalah biaya perawatan rutin alutsista tersebut. "Pada 2015 nanti, pemerintah yang baru harus alokasikan sekitar Rp 80-100 trilyun khusus untuk alutsista.Itu di luar anggaran belanja rutin Kemenhan." katanya.Konsekuensi ini juga sudah disadari oleh pihak Kementerian Pertahanan (Kemenhan).Penambahan porsi itu, timpal Sisriadi, hanya untuk perawatan dan pembelian barang baru."Memang tren anggaran itu tiap tahunnya meningkat," katanya.Cavin R. Manuputty, Sumber:Majalah Gatra (16 Oktober 2013/Rabu, Hal. 28-29)