Selasa, 1
Oktober 2013 | 05:02 WIB
NILAH.COM,
Jakarta - Sejarah Indonesia soal tragedi Gerakan 30 September 1965 atau biasa
disebut G 30 S PKI dinilai telah membodohi bangsa Indonesia. Sebab, G 30 S PKI
dianggap sebagai propaganda barat dan TNI Angkatan Darat saat itu.
Sejarawan JJ
Rizal mengatakan, selama ini masyarakat Indonesia telah dibodohi oleh sejarah
yang kebenarannya belum dapat dibuktikan secara pasti.
"Kita masih
hidup beban sejarah masa lalu. Kita telah dibodohi, buku sejarah dari mulai
sekolah sampai film tentang PKI itu semua hanya propaganda barat dan TNI
Angkatan Darat," kata Rizal, kepada INILAH.COM, Jakarta, Senin (30/9/2013)
malam.
Kata Rizal, masa
depan Indonesia itu akan rusak kalau beban sejarah belum tuntas. Mengingat,
dari masa ke masa pemerintah Indonesia belum bisa mengungkap kebenaran
peristiwa gerakan atau pemberontkan itu.
"Itu masih
menjadi beban sejarah bangsa Indonesia. Kita harus belajar, kita setia pada
kebenaran. Dari hal sejarah stop pakai G 30 S PKI. Yang kita dapat sejauh ini
hanya propaganda," tegasnya.
Sebelumnya
diketahui, G30S/PKI atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI)
merupakan gerakan yang didalangi PKI untuk mengubah dasar negara Pancasila
menjadi komunis. Oleh karena itu pula tanggal 1 Oktober diperingati sebagai
Hari Kesaktian Pancasila.
Peristiwa G-30 S
/ PKI mengakibatkan enam perwira tinggi dan dua perwira menengah TNI AD serta
seorang perwira pertama gugur. Putri terkecil Jenderal A H Nasution yaitu Ade
Irma Suriani Nasution juga turut menjadi korban.
Kesembilan
perwira tersebut adalah Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen Anumerta S.
Parman, Letjen Anumerta Suprapto, Letjen Anumerta M.T Haryono, Mayor Jenderal
Anumerta Donald Isac Panjaitan, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Kapten
Pierre Andreas Tendean, Brigjen Anumerta Katamso Dharmokusumo dan Kolonel
Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto.