Kamis, 17 Oktober 2013

Babinsa dan Misi Kemanusiaan Tentara



Salah satu tugas militer adalah operasi militer selain perang yang wujudnya an­tara lain program TNI Manunggal Membangun Desa. Di man­canegara, program ini dikenal sebagai civic mission.Untuk menggelar TMMD di tengah masyarakat, TNI mengandalkan para Bintara Pembina Desa di Komando Rayon Militer yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beragam infrastruktur, seper­ti jalan, jembatan, drainase, per­baikan rumah tidak layak huni, perbaikan rumah ibadah, dan budidaya pertanian, menjadi sa­saran TNI Manunggal Memba­ngun Desa (TMMD) yang kini sudah berlangsung 91 kali hing­ga tahun anggaran 2013. Dalam pelaksanaan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, proyek pembangunan jembatan, pena­naman kedelai, hingga operasi katarak dan bibir sumbing di­gelar masif dalam TMMD ke-91.

Sersan Kepala Chairudin (47), anggota Komando Rayon Militer (Koramil) 06 Gowa yangditemui di Lapangan Kraeng Daeng Sibali, Takalar, Rabu (9/10), mengatakan, sudah sejak jauh hari memantau warga di wilayahnya yang membutuhkan bantuan operasi katarak dan bi­bir sumbing.Selain itu, dalam keseharian, dia membantu mengajar masyarakat bercocok tanam.

"Saya ditugaskan di kampung halaman setelah 18 tahun berdi­nas di Batalyon Infanteri 433.Warga kenal saya dan keluarga saya di kampung tempat penu­gasan," kata Chairudin yang hari itu datang ke Takalar mengantar sejumlah pasien katarak dan bi­bir sumbing.

Ratam (61), warga penderita bibir sumbing asal Kabupaten Jeneponto, Sulsel, bersyukur bi­sa ikut operasi bibir sumbing gratis.Jika harus membayar, bi­aya yang dibutuhkan sekurang­nya Rp 8 Juta.Ratam adalah pencetak batu bata yang peng­hasilan hariannya paling banyak Rp 50.000.

Rasa syukur juga disampaikan pasien katarak, Juned (47) asal Kota Makassar, Sulsel.Dia dihubungi Bintara Pembina De­sa (Babinsa) setempat dan di­beri informasi tentang operasi katarak gratis sebulan sebelum­nya."Saya sudah tiga tahun ke­hilangan penglihatan di mata kanan karena katarak Syukur­lah ada operasi gratis," kata Ju­ned.

Untuk pembangunan infra­struktur, apresiasi juga didapat dari masyarakat. Jembatan di Desa Towutu, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, dibiayai masyarakat bersama TNI dan polisi. Jem­batan beton itu panjangnya 20 meter dan tinggi 4 meter lebih.

"Sebelum ada jembatan ini harus memutar jalan tiga jam dengan sepeda motor. Sekarang tinggal menempuh perjalanan setengah jam.Dulu kalau hujan kampung juga terisolasi karena tiga sungai meluap dan belum ada jembatan," kata Daeng Lewa, warga Kampung Lauwah yang dibenarkan tetangganya, Daeng Tallasa.

Pembangunan jembatan itu, ujar Kepala Penerangan Kodam VII Wirabuana Kolonel (Inf) Steve Sinaulan, menelan biaya Rp 418 juta "Bayangkan kalau dibangun swasta, berapa biaya­nya," kata Steve membanding­kan.

Contoh nyata
Para Babinsa juga aktif mem­berikan contoh dengan me­ngembangkan tanaman kedelai.Lahan di Takalar yang semula sawah tadah hujan dibuatkan sumur sehingga bisa untuk ber­cocok tanam pada musim ke­marau saat ini.

Asisten Teritorial Kodam VII Kolonel (Inf) Pranito menjelaskan ada ribuan meter sawahdari lahan tidak aktif yang di­olah para Babinsa. "Kami mem­beri contoh langsung.Sebelum­nya, hasil sawah hanya 4 ton padi per hektar. Setelah dibina, paling jelek dapat panen 6,5 ton per hektar. Malah banyak yang bisa mencapai 10 ton per hek­tar," kata Branito optimistis.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman dalam pemberian amanat di Kodam VII Wirabuana, Makassar, Se­lasa (8/10) malam, mengingat­kan, bintara yang pandai bergaul sangat diperlukan TNI untuk menjadi Babinsa dan melakukan pembinaan teritorial di masya­rakat.

"Para bintara di batalyon tempur dipilah kemampuan yang mudah bergaul lagi cerdas, galak untuk jadi pelatih, hingga yang klepreh-klepreh jadikan bintara makanan (Bamak) mengurusi logistik pasukan ataumembantu dalam kegiatan," ka­ta Jenderal Budiman.

Demi mendukung tugas se­cara maksimal, sarana komuni­kasi Babinsa juga disiapkan de­ngan basis dunia maya atau siber.Saat ini sedang dirintis agar laporan Babinsa bisa dilihat langsung dan bisa diakses Dan­dim, Kodam, Mabes TNI AD, hingga Panglima TNI.

Budiman mengingatkan, sara­na komunikasi di pedesaan se­karang sudah canggih dengan beragam perangkat telepon genggam sehingga para prajurit, termasuk Babinsa, harus anti­sipatif.Mereka tidak bisa ber­dalih tidak bisa berbuat apa-apa karena bertugas di daerah ter­pencil atau perbatasan.

Pengusaha Irwan Hidayat da­ri Grup Sido Muncul, yang terli­bat dalam program ini, menga­takan, pihaknya sangat mengan­dalkan peran Babinsa.Dengan peran Babinsa, sejak tahun 2011, Sido Muncul mengoperasi 29.917 bola mata penderita ka­tarak."Padahal, target kami semula 12.000 bola mata.Kami bersyukur bisa bersinergi dengan TNI," kata Irwan.

Babinsa bukanlah tentara yang sudah selesai masa pakai di batalyon tempur lalu menunggu pensiun.Di daerah terpencil, ketika sebagian besar fungsi pe­merintahan tidak ada, para Ba­binsa Koramil menjadi simbol kehadiran negara Indonesia.

Meski berperan aktif dalam kegiatan kemanusiaan. Panglima TNI Jenderal Moeldoko beru­lang kali menegaskan, tak akan ada lagi dwifungsi seperti terjadi pada masa Orde Baru. "Dwi­fungsi itu masa lalu.Tugas ke­manusiaan dilakukan tanpa em­bel-embel," kata Moeldoko.

Ujaran Moeldoko itu menja­wab kritik dari para aktivis hak asasi manusia yang berharap ke­giatan kemanusiaan tidak digu­nakan untuk kepentingan me­raih kekuasaan militer atau mencari simpati rakyat bagi pe­nguasa.(IWAN SANTOSA/ MOHAMAD FINAL DAENG), Sumber Koran: Kompas (17 Oktober 2013/Kamis, Hal. 04)