Senin, 07 Oktober 2013

Unhan, Membangun Benteng Akademis Atasi Ancaman Nirmiliter



Penyelenggaraan pembangunan pertahanan negara merupakan sektor yang strategis dalam pemba­ngunan nasional secara umum.Setiap kebijakan per­tahanan negara merupakan upaya membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman yang diselenggara­kan secara terpadu lintas sek­toral dan melibatkan kementerian dan penyelenggara ne­gara lainnya, termasuk TNI sebagai kekuatan inti perta­hanan negara.

Berbagai kebijakan telah digulirkan dalam memba­ngun sistem pertahanan ne­gara yang kokoh dan andal, dari mulai sektor industri per­tahanan, sistem informasi, alat utama sistem persenjata­an (alutsista), dan tak kalah pentingnya adalah memba­ngun sumber daya manusia di bidang pertahanan yang berkualitas, seperti yang dilaksanakan melalui Universi­tas Pertahanan (Unhan).

Ancaman nirmiliter yang amat berbahaya di era mo­dem, mendorong pemerintah membangun lembaga pendidikan pertahanan.Kementerian Pertahanan (Kemhan) punmemprakarsai pembentukan Unhan.

"Unhan merupakan lem­baga pendidikan tinggi yang unik, karena dirancang dan mengkhususkan diri pada studi pertahanan setingkat S2.Unhan didirikan sebagai institusi edukasi terbuka yang memberi kesempatan bagi para perwira TNI dan sipil untuk belajar dan mem­perdalam ilmu pertahanan dari sudut pandang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya," kata Rektor Unhan Letnan Jenderal TNI Ir Drs Subekti MSc MPA.

Dalam kerja sama antara sipil dan militer, perguruan tinggi sebagai sentra intelek­tual memiliki peran yang penting. Civitas akademika kam­pus memiliki kemampuan untuk mempertahankan Ta­nah Air dari ancaman-anca­man yang secara tradisional tak dihadapi oleh angkatan bersenjata, seperti ancaman politik, ekonomi, sosial, bu­daya, dan teknologi.

Unhan atau Indonesia Defense University (IDU) ditetap­kan melalui surat Mendiknas Nomor 29/MPN/OT/2009 . tanggal 6 Maret 2009 perihal 1 Pendirian Unhan, dan dires­mikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada tang­gal 11 Maret 2009 di Istana Negara. "Unhan dicita-citakan menjadi unversitas kelas dunia. Beberapa kampus luar negeri seperti Cranfield Uni­versity, National Defence Uni­versity Amerika Serikat, Rajaratnam School of Internatio­nal Studies Singapura, dan beberapa universitas di Aus­tralia dan Jerman turut men­dukung pendirian dan proses belajar-mengajar di Unhan," ujar Letjen Subekti.

Menurut dia, kerja sama berupa pengiriman tenaga pengajar, kurikulum, beasis­wa, dan studi banding. "Universitas di dalam negeri seper­ti UI dan ITB juga aktif men­dukung Unhan dengan me­ngirim sejumlah guru besar­nya untuk membantu mem­bangun dan menjalankan proses belajar-mengajar," ucapnya.

Letjen Subekti menjelaskan, sampai tahun 2013 ini, Unhan memiliki dua fakultas, yakni Fakultas Strategi Pertahanan yang membawahi Program Studi Strategi Perang Semesta; Peperangan Asime­trik; Resolusi Damai dan Kon­flik, serta Strategi Kampanye Militer. Sedangkan Fakultas Manajemen Pertahanan Membawahi Program Studi ' Manajemen Pertahanan; Eko­nomi Pertahanan dan Disaster Manajemen.

"Ke depan, Unhan akan memiliki Fakultas Keamanan Nasional, studi yang memba­wahi keamanan maritim dan diplomasi pertahanan. Setiap tahun unhan telah melahir­kan alumni yang tersebar di seluruh indonesia, dengan perkiraan total sebanyak 500 lebih. Mereka ada yang beker­ja sebagai TNI, pegawai negeri sipil (PNS), swasta maupun menjadi dosen di PTN mau­pun PTS," katanya.

Letjen Subekti menjelas­kan, kini memasuki usia kelima, Unhan terus berbenah diri, baik dari aspek organisa­si maupun penataan fungsi lainnya. "Dan yang menjadi prioritas adalah pemenuhan dosen di setiap program studi, karena dosen merupakan komponen terpenting dalam proses penyelenggaraan pen­didikan tinggi. Selain itu, pe­ngelola administrasi pun di­harapkan memiliki gelar aka­demik S2.Karena mereka ha­rus melayani organisasi yang menyelenggarakan pendidik­an tinggi setingkat magister," katanya.

Prioritas selanjutnya, tam­bah Letjen Subekti, adalah akreditasi program studi."Da­ri sejumlah program studi yang ada di Unhan belum sa­tu pun yang terakreditasi.Ini adalah pekerjaan yang tertun­da-tunda, pada awalnya kita menginginkan akreditasi in­ternasional, tapi karena tun­tutan unhan sebagai PTN, maka di tahun yang kelimaini ditargetkan kami sudah mendapat akreditasi dari Ba­dan Akreditasi Nasional Per­guruan Tinggi (BAN-PT)," ucapnya.

Letjen Subekti memapar­kan, dari pembenahan dan prioritas yang telah ditetap­kan, diharapkan dapat tercipta budaya akademik yang kondusif melalui berbagai ak­tivitas akademik."Sehingga atmosfer ini diharapkan dapat mendukung penciptaan iklim yang kondusif dalam melahir­kan kualitas mahasiswa yang andal," katanya.

Pembangunan Karakter

Letjen Subekti menam­bahkan, Unhan merupakan salah satu universitas yang menyediakan beberapa pro­gram studi dalam hal perta­hanan negara, telah mampu meluluskan sarjana dan men­jadikannya diplomat di Kementerian Luar Negeri."Kare­na, di sini para calon maha­siswa yang ingin masuk UNHAN harus mempunyai skor Test of English as a Foreign Language (TOEFL) mini­mal 550.Sebanyak 70 persen mahasiswa Unhan berasal dari sipil, selebihnya dari ten­tara dan PNS.Unhan mem­punyai misi menjadikan peserta didik maupun yang ke­luar atau lulusan mempunyai jiwa kepemimpinan untuk membangun bangsa Indone­sia," katanya.

Dia menegaskan, keber­adaan Unhan saat ini sangat penting, terlebih di tengah era global persaingan tanpa batas, sehingga bangsa Indone­sia memerlukan pemimpin yang memiliki kemampuan, dan menjunjung nasionalis­me serta budaya."Unhan pu­nya peran penting meningkat­kan dan menciptakan pem­bentukan character building terhadap calon-calon pim­pinan nasional ke depan," ujar Rektor Unhan.

Lulusan Unhan, tutur dia, diharapkan mampu menjadi pemimpin ideal dan menja­wab tantangan-tantangan zaman yang semakin berat, dan tetap berpegang teguh pada Pancasila sebagai ideologinya. Selain itu, Rektor Unhan juga mengingatkan urgensi pem­bentukan badan nasional ten­tang cyber.Ini mengingat penghancuran suatu negara bisa dilakukan tanpa meng­gunakan kekuatan senjata."Misalnya dengan menghan­curkan ideologi negara mela­lui media Informatika teknolo­gi seperti Cyber Crime.Oleh karena itu, kita harus mampu mengantisipasi dan memprotek semua yang bersifat non fisik itu," ucap Subekti.Sumber Koran: Suara Karya (07 Oktober 2013/Senin, Hal. 04)