Selasa, 08 Oktober 2013

TNI Terus Perbaiki Diri


JAKARTA, Walaupun masih ada sejumlah kekurangan, TNI berjanji untuk terus memperbaiki diri dan bisa berperan lebih baik lagi. Bagi TNI, kepercayaan dan soliditas dengan rakyat merupakan hal yang sangat penting. TNI pun tidak ingin melukai rakyat.

Hal itu disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia saat dihubungi secara terpisah, Senin (7/10). Mereka diminta tanggapan sehubungan dengan hasil jajak pendapat Kompas mengenai TNI.

Hasil jajak pendapat terkait peringatan hari jadi TNI yang ke-68 itu antara lain menyebutkan tingkat kepuasan publik terhadap TNI dalam peran menjaga negara dari tekanan asing cenderung menurun. Tahun 2006 (Februari) tingkat kepuasan publik 58,5 persen, tetapi menurun sampai 49 persen pada 2013 (Agustus). Sebaliknya tingkat kepuasan publik cenderung meningkat dalam peran menjunjung hak asasi manusia (HAM). Pada 2008 (Januari), tingkat kepuasannya 38,4 persen dan terus meningkat menjadi 48,2 persen pada 2013 (Agustus).

Hasil jajak pendapat itu, menurut Putu Dunia, sebagai pemicu dan penyemangat untuk memperbaiki diri. "Kami punya komitmen dari waktu ke waktu untuk memperbaiki diri," katanya.

Terkait apresiasi positif peran TNI dalam penegakan HAM, Laksamana Marsetio mengatakan, sejatinya tidak ada prajurit ingin melanggar HAM. TNI selalu mengupayakan untuk bersikap profesional sesuai aturan walau diakui bisa saja ada satu atau dua oknum yang kemudian melanggar. "Namun, TNI itu inginnya bersatu dengan rakyat. Tidak ada tentara yang ingin melukai hati rakyatnya," katanya.

Menurut Jenderal Budiman, pihaknya menyadari, salah satu risiko bertugas di daerah konflik adalah tudingan pelanggaran HAM. Namun, bertugas di daerah konflik berpotensi melanggar HAM karena banyak hal dalam operasi yang sulit dijelaskan utuh kepada masyarakat dan masalahnya pun kerap kompleks.

Menyangkut persepsi masyarakat bahwa anggota TNI banyak yang "diistimewakan", ketiga pemimpin TNI itu membantah. Budiman mengakui, dulu ada tendensi untuk itu, tetapi harus dilihat dalam beberapa kasus terakhir. Bahkan, bagian hukum TNI juga semakin keras dan galak.

Berdasarkan catatan Kompas, dalam kasus pembunuhan oleh terdakwa anggota TNI di Garut, pelakunya diganjar hukuman mati. Para pelaku penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan juga divonis nyaris mak
simal. Kasus terakhir, Letjen (Purn) Djaja Suparman, mantan Pangdam Brawijaya, divonis empat tahun dalam kasus korupsi. "Pejabat-pejabat sekarang jadi tidak berani main-main lagi," kata Budiman.

Dalam kasus-kasus yang melibatkan oknum prajurit TNI AU, kata Putu Dunia, semua akan diproses dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya, dugaan penembakan oleh oknum anggota Paskhas di Bandung, kata Putu Dunia, pihaknya melakukan penyelidikan intensif. Kalau oknum itu benar-benar bersalah, akan diproses hukum.

Sementara itu, soal hubungan TNI dan Polri, Budiman mengatakan, dalam beberapa kasus tergantung pimpinan masing-masing TNI dan Polri di wilayah tertentu. Kalau hubungan kedua pimpinan baik, biasanya anak buahnya juga saling menghormati. Namun, ada beberapa kasus pimpinan TNI atau Polri tidak mampu menjalin komunikasi.

"Jadinya rebutan apa, terus jadi bentrok," kata Budiman. (EDN), Sumber Koran: Kompas (08 Oktober 2013/Selasa, Hal. 05)