TABANAN, Prajurit TNI AD diminta menghargai dan melestarikan budaya setempat agar bisa menyatu dengan rakyat. Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman dalam syukuran HUT TNI di Munduk Malang, pedalaman Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, Kamis (10/10), mengingatkan, keselarasan manusia, alam, dan sesama di Bali harus menjadi pelajaran berharga bagi prajurit TNI di tempat penugasan.
"Sistem pertahanan kita adalah pertahanan semesta yang berbasis dukungan rakyat sesuai Undang-Undang Dasar, Pasal 30. Kita belajar di tempat kelahiran Kodam Udayana ini yang lahir di masa perjuangan di tengah masyarakat yang menjadikan seni budaya sebagai bagian kehidupan sehari-hari," kata Budiman yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan itu.
Dalam syukuran tersebut berlangsung pentas seni budaya sejak pagi hingga pukul 15.00 di Monumen Resimen Sunda Kecil di Munduk Malang. Resimen Sunda Kecil adalah pasukan utama Republik Indonesia dalam perang kemerdekaan 1945-1949 yang dipimpin Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai.
Sebelumnya, Panglima Kodam IX Udayana Mayor Jendera! Wisnu Bawatenaya memimpin kelompok gamelan Bali di Ubud. Wisnu Bawatenaya pernah memimpin Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memainkan kendang di kelompok gamelan binaan. Dalam pentas di markas gerilya Resimen Sunda Kecil, prajurit TNI, personel Polri, dan masyarakat, tampil bersama dalam tari pergaulan, gamelan, hingga ditutup pentas tari Kecak bersama dipimpin maestro tari, I Ketut Rina.
I Made Keredek (81), seorang veteran 1945 yang hadir menyatakan, para pejuang ketika itu dalam keterbatasan, mampu long march dari Tabanan melintasi puncak Gunung Agung. "Akhirnya pasukan terpencar. Pasukan Pak Rai (I Gusti Ngurah Rai) yang masih utuh terlibat dalam Puputan Marga (perang sampai mati). Saya terpisah," ujarnya.
"Demikian juga Pasukan M pimpinan Kapten Markadi turut berjuang bersama prajurit yang tersisa di Bali," kata I Made Keredek yang memiliki putra perwira menengah TNI bertugas di Jawa.
Lokasi markas Resimen Sunda Kecil sengaja dipilih untuk mengingatkan cikal bakal Kodam Udayana dan perjuangan di Bali. Selain itu, titik berat perayaan adalah pentas seni, menurut Budiman, untuk mendorong prajurit hidup selaras dengan masyarakat dan budaya sekitar serta menjaganya. (ONG), Sumber Koran: Kompas (11 Oktober 2013/Jumat, Hal. 05)
"Sistem pertahanan kita adalah pertahanan semesta yang berbasis dukungan rakyat sesuai Undang-Undang Dasar, Pasal 30. Kita belajar di tempat kelahiran Kodam Udayana ini yang lahir di masa perjuangan di tengah masyarakat yang menjadikan seni budaya sebagai bagian kehidupan sehari-hari," kata Budiman yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan itu.
Dalam syukuran tersebut berlangsung pentas seni budaya sejak pagi hingga pukul 15.00 di Monumen Resimen Sunda Kecil di Munduk Malang. Resimen Sunda Kecil adalah pasukan utama Republik Indonesia dalam perang kemerdekaan 1945-1949 yang dipimpin Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai.
Sebelumnya, Panglima Kodam IX Udayana Mayor Jendera! Wisnu Bawatenaya memimpin kelompok gamelan Bali di Ubud. Wisnu Bawatenaya pernah memimpin Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memainkan kendang di kelompok gamelan binaan. Dalam pentas di markas gerilya Resimen Sunda Kecil, prajurit TNI, personel Polri, dan masyarakat, tampil bersama dalam tari pergaulan, gamelan, hingga ditutup pentas tari Kecak bersama dipimpin maestro tari, I Ketut Rina.
I Made Keredek (81), seorang veteran 1945 yang hadir menyatakan, para pejuang ketika itu dalam keterbatasan, mampu long march dari Tabanan melintasi puncak Gunung Agung. "Akhirnya pasukan terpencar. Pasukan Pak Rai (I Gusti Ngurah Rai) yang masih utuh terlibat dalam Puputan Marga (perang sampai mati). Saya terpisah," ujarnya.
"Demikian juga Pasukan M pimpinan Kapten Markadi turut berjuang bersama prajurit yang tersisa di Bali," kata I Made Keredek yang memiliki putra perwira menengah TNI bertugas di Jawa.
Lokasi markas Resimen Sunda Kecil sengaja dipilih untuk mengingatkan cikal bakal Kodam Udayana dan perjuangan di Bali. Selain itu, titik berat perayaan adalah pentas seni, menurut Budiman, untuk mendorong prajurit hidup selaras dengan masyarakat dan budaya sekitar serta menjaganya. (ONG), Sumber Koran: Kompas (11 Oktober 2013/Jumat, Hal. 05)