NUNUKAN, Pengawasan lalu lintas barang dan orang di wilayah perbatasan, khususnya di Sebatik dan Nunukan, Kalimantan Utara, yang berbatasan dengan Malaysia, terkendala akibat keterbatasan personel dan sarana prasarana. Selain itu, juga karena masih banyaknya jalan "tikus" yang menjadi jalur penyelundupan barang ilegal seperti narkoba.
Kendala itu terungkap saat kunjungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono dan jajarannya ke perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik dan Nunukan pada Kamis (10/10). Padahal, mobilitas warga keluar masuk wilayah perbatasan sangat tinggi. Warga di Pulau Sebatik, yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia, masih bergantung pada bahan-bahan pokok dari Malaysia.
Berdasarkan pantauan Kom¬pas, sejumlah bahan pokok, seperti beras, beredar bebas di ujung utara Kalimantan tanpa dikenai bea masuk. Akibatnya, potensi penyelundupan barang, seperti narkoba dan senjata tajam, menjadi tinggi. Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Nunukan beberapa kali menggagalkan warga yang akan menyelundupkan heroin asal Malaysia melalui wilayah ini.
"Kendala terbesar di wilayah perbatasan adalah aktivitas warga. Di sini, epliji dan BBM (bahan bakar minyak) tidak ada. "Tak mungkin mereka dilarang ambil barang dari Malaysia. Saat ini, yang bisa dilakukan adalah meningkatkan pengawasan agar narkoba tidak masuk. Jadi, kami tidak melulu berpikir soal optimalisasi pendapatan," ujar Agung.
Nurhasibah (32), warga Pulau Sebatik mengatakan, akses menuju Kota Tawau, Malaysia, jauh lebih mudah daripada ke kota terdekat, yaitu Nunukan. Untuk ke Tawao perlu waktu 15-20 menit, sedangkan ke Nunukan perlu waktu hingga satu jam. "Dulu, orang mudah menyelundupkan sabu. Namun, setelah ada TNI, penyelundupan mulai berkurang," katanya. (JON), Sumber Koran: Kompas (11 Oktober 2013/Jumat, Hal. 21)
Kendala itu terungkap saat kunjungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono dan jajarannya ke perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik dan Nunukan pada Kamis (10/10). Padahal, mobilitas warga keluar masuk wilayah perbatasan sangat tinggi. Warga di Pulau Sebatik, yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia, masih bergantung pada bahan-bahan pokok dari Malaysia.
Berdasarkan pantauan Kom¬pas, sejumlah bahan pokok, seperti beras, beredar bebas di ujung utara Kalimantan tanpa dikenai bea masuk. Akibatnya, potensi penyelundupan barang, seperti narkoba dan senjata tajam, menjadi tinggi. Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Nunukan beberapa kali menggagalkan warga yang akan menyelundupkan heroin asal Malaysia melalui wilayah ini.
"Kendala terbesar di wilayah perbatasan adalah aktivitas warga. Di sini, epliji dan BBM (bahan bakar minyak) tidak ada. "Tak mungkin mereka dilarang ambil barang dari Malaysia. Saat ini, yang bisa dilakukan adalah meningkatkan pengawasan agar narkoba tidak masuk. Jadi, kami tidak melulu berpikir soal optimalisasi pendapatan," ujar Agung.
Nurhasibah (32), warga Pulau Sebatik mengatakan, akses menuju Kota Tawau, Malaysia, jauh lebih mudah daripada ke kota terdekat, yaitu Nunukan. Untuk ke Tawao perlu waktu 15-20 menit, sedangkan ke Nunukan perlu waktu hingga satu jam. "Dulu, orang mudah menyelundupkan sabu. Namun, setelah ada TNI, penyelundupan mulai berkurang," katanya. (JON), Sumber Koran: Kompas (11 Oktober 2013/Jumat, Hal. 21)