Thursday, 10 October 2013 — Agung
Banyak pelajaran bisa diambil dari keterlibatan aktif Indonesia dalam Operasi Misi Perdamaian di berbagai negara. Dengan terlibat dalam operasi perdamaian, tentara Indonesia ikut melakukan proses diplomasi dan politik luar negeri RI. Atas peran perdamaian yang dijalankan, pasukan Indonesia turut menyumbang soft power berupa pencitraan baik di dunia.
"Karena misi yang dijalankan TNI dalam pasukan perdamaian sesuai harapan, sehingga ditiru dan berkali-kali diulang untuk diikut sertakan dalam operasi perdamaian di banyak negara", ujar Drs. Dafri Agus Salim, M.A., di Ruang Timur Fisipol UGM, Kamis (10/9) pada Seminar dan Launching Buku Indonesia dan Misi Perdamaian PBB: Tinjauan Diplomasi & Politik Luar Negeri.
Kata Daffri, ada 100 negara berkeinginan agar pasukan tentaranya terlibat dalam misi perdamaian. Meski memiliki sejarah pelanggaran HAM, tren permintaan TNI menjadi bagian dari pasukan perdamaian terus meningkat terlebih pasca perang dingin.
"Ini tentu membanggakan, diantara banyak pesaing tentara kita menjadi salah satu yang dipilih. Sedangkan negara-negara yang tadinya dominan dalam keterlibatan pasukan perdamaian justru mulai menurun", kata staf pengajar Hubungan Internasional, Fisipol UGM.
Ada tiga faktor yang mendorong keberhasilan TNI dalam menjalan misi sebagai pasukan perdamaian dunia. Adanya political will, skill yang dimiliki baik phisik maupun sosial dan politik luar negeri RI. Hampir semua warga mendukung keberadaan TNI untuk menjalankan misi dalam pasukan perdamaian.
Sebagai pasukan perdamaian, pasukan TNI kini tidak sekedar peace keeping, namun sudah pada tahapan peace building. Yaitu pasukan perdamaian yang membangun sekolah, membangun rumah sakit, jalan dan lain-lain.
Tidak lagi mengandalkan teknik bertempur namun pasukan TNI untuk perdamaian yang mengajar, mendidik dan lain-lain. "Tentara Indonesia tetap menjaga integritas moral, skill dan pengetahuan yang dimiliki. Bahkan program TMMD yang seringkali dijalankan di dalam negeri turut menyumbang keberhasilan TNI sebagai pasukan perdamaian", papar Daffri sembari berharap agar TNI tidak lekas puas diri sebab kondisi internasional senantiasa dinamis terkait perubahan situasi politik dunia.
Seminar dan Bedah Buku Indonesia dan Misi Perdamaian PBB: Tinjauan Diplomasi & Politik Luar Negeri digelar Institute of International Studies (IIS) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM bekerjasama dengan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP - TNI). Seminar dalam rangka memberi pengetahuan tentang keterlibatan Indonesia dalam Misi Perdamaian PBB dan signifikansinya bagi diplomasi dan Politik Luar Negeri Indonesia menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Prof. Dr. Jahja Muhaimin (Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada), Brigadir Jenderal AM Putranto (Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP - TNI), dan Andy Rachmianto (Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia).
Pengamat Politik dan Militer UGM, Prof. Jahja Muhaimin mengungkapkan kini muncul aktor-aktor baru dalam bernegosiasi untuk penyelesaian konflik-konflik internasional. Aktor-aktor baru tersebut adalah para bisnisman, private, aktivis LSM, Kelompok Agama, PGI, Muhammadiyah, NU, dan juga para funding finasial termasuk TNI.
TNI diluar tugas pokok menjaga kedaulatan NKRI, maka memiliki tugas tambahan membantu masyarakat bila terjadi bencana atau musibah. Misalnya membantu pemulihan bencana di Aceh, Padang dan Merapi Yogya.
"G to G merupakan cara diplomasi yang konvensional, kini banyak aktor-aktor yang melakukan diplomasi selain negara, multi diplomasi, termasuk TNI dan bisa saya katakan untuk pasukan perdamaian TNI melakukan satu diplomasi yang intensif", katanya.
Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal AM Putranto menambahkan TNI tetap menjalankan dua tugas yaitu menjaga kedaulatan NKRI dan menjalankan peran sebagai pemelihara perdamaian PBB. "Apa yg dilakukan, bangsa harus paling depan. Niat kita menjaga, termasuk di misi perdamaian, dan keadilan sosial", paparnya. (Humas UGM/ Agung)
Banyak pelajaran bisa diambil dari keterlibatan aktif Indonesia dalam Operasi Misi Perdamaian di berbagai negara. Dengan terlibat dalam operasi perdamaian, tentara Indonesia ikut melakukan proses diplomasi dan politik luar negeri RI. Atas peran perdamaian yang dijalankan, pasukan Indonesia turut menyumbang soft power berupa pencitraan baik di dunia.
"Karena misi yang dijalankan TNI dalam pasukan perdamaian sesuai harapan, sehingga ditiru dan berkali-kali diulang untuk diikut sertakan dalam operasi perdamaian di banyak negara", ujar Drs. Dafri Agus Salim, M.A., di Ruang Timur Fisipol UGM, Kamis (10/9) pada Seminar dan Launching Buku Indonesia dan Misi Perdamaian PBB: Tinjauan Diplomasi & Politik Luar Negeri.
Kata Daffri, ada 100 negara berkeinginan agar pasukan tentaranya terlibat dalam misi perdamaian. Meski memiliki sejarah pelanggaran HAM, tren permintaan TNI menjadi bagian dari pasukan perdamaian terus meningkat terlebih pasca perang dingin.
"Ini tentu membanggakan, diantara banyak pesaing tentara kita menjadi salah satu yang dipilih. Sedangkan negara-negara yang tadinya dominan dalam keterlibatan pasukan perdamaian justru mulai menurun", kata staf pengajar Hubungan Internasional, Fisipol UGM.
Ada tiga faktor yang mendorong keberhasilan TNI dalam menjalan misi sebagai pasukan perdamaian dunia. Adanya political will, skill yang dimiliki baik phisik maupun sosial dan politik luar negeri RI. Hampir semua warga mendukung keberadaan TNI untuk menjalankan misi dalam pasukan perdamaian.
Sebagai pasukan perdamaian, pasukan TNI kini tidak sekedar peace keeping, namun sudah pada tahapan peace building. Yaitu pasukan perdamaian yang membangun sekolah, membangun rumah sakit, jalan dan lain-lain.
Tidak lagi mengandalkan teknik bertempur namun pasukan TNI untuk perdamaian yang mengajar, mendidik dan lain-lain. "Tentara Indonesia tetap menjaga integritas moral, skill dan pengetahuan yang dimiliki. Bahkan program TMMD yang seringkali dijalankan di dalam negeri turut menyumbang keberhasilan TNI sebagai pasukan perdamaian", papar Daffri sembari berharap agar TNI tidak lekas puas diri sebab kondisi internasional senantiasa dinamis terkait perubahan situasi politik dunia.
Seminar dan Bedah Buku Indonesia dan Misi Perdamaian PBB: Tinjauan Diplomasi & Politik Luar Negeri digelar Institute of International Studies (IIS) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM bekerjasama dengan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP - TNI). Seminar dalam rangka memberi pengetahuan tentang keterlibatan Indonesia dalam Misi Perdamaian PBB dan signifikansinya bagi diplomasi dan Politik Luar Negeri Indonesia menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Prof. Dr. Jahja Muhaimin (Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada), Brigadir Jenderal AM Putranto (Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP - TNI), dan Andy Rachmianto (Direktur Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia).
Pengamat Politik dan Militer UGM, Prof. Jahja Muhaimin mengungkapkan kini muncul aktor-aktor baru dalam bernegosiasi untuk penyelesaian konflik-konflik internasional. Aktor-aktor baru tersebut adalah para bisnisman, private, aktivis LSM, Kelompok Agama, PGI, Muhammadiyah, NU, dan juga para funding finasial termasuk TNI.
TNI diluar tugas pokok menjaga kedaulatan NKRI, maka memiliki tugas tambahan membantu masyarakat bila terjadi bencana atau musibah. Misalnya membantu pemulihan bencana di Aceh, Padang dan Merapi Yogya.
"G to G merupakan cara diplomasi yang konvensional, kini banyak aktor-aktor yang melakukan diplomasi selain negara, multi diplomasi, termasuk TNI dan bisa saya katakan untuk pasukan perdamaian TNI melakukan satu diplomasi yang intensif", katanya.
Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal AM Putranto menambahkan TNI tetap menjalankan dua tugas yaitu menjaga kedaulatan NKRI dan menjalankan peran sebagai pemelihara perdamaian PBB. "Apa yg dilakukan, bangsa harus paling depan. Niat kita menjaga, termasuk di misi perdamaian, dan keadilan sosial", paparnya. (Humas UGM/ Agung)