MENEGAKKAN
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Itulah tugas pokok TNI, selain melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara.Tugas mulia itu tentunya tidak bisa dilakukan dengan tangan kosong,
tetapi harus dibekali dengan senjata atau alat utama sistem pertahanan
(alutsista).
Masalah
alutsista inilah kekurangan utama yang masih dialami TNI—darat, laut, maupun
udara.Hal itu tergambar dalam acara puncak HUT ke-68 TNI, di Lanud Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10).Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) secara tidak langsung mengakui bahwa TNI masih membutuhkan pembangunan
dan modernisasi.
SBY menyatakan:
"Agar mampu mengemban tugas-tugas negara, pembangunan kekuatan dan
modernisasi TNI harus terus dilakukan. Alat utama sistem pertahanan juga makin
kita penuhi dan lengkapi.Kita lakukan penggantian dan penambahan alutsista di
semua matra dan semua lini, untuk mencapai tahapan kekuatan esensial minimun, minimum
essential force."Suatu pengakuan jujur bahwa pemerintah, dalam segala
keterbatasan, berusaha memenuhi kebutuhan alutsista TNI.
Kita sadar bahwa
lambatnya terpenuhi alusista ideal bagi TNI terkendala keuangan negara.
Mudah-mudahan saja ke depan pemerintah mampu memenuhi janji, terus melakukan
pengadaan pertahanan, entah itu melalui pengadaan alutsista dari dalam negeri,
kerjasama dengan industri pertahanan negara-negara sahabat, ataumelalui
berbagai upaya lainnya.
Kita prihatin
dengan kondisi yang ada.Tentunya dalam hal persenjataan.Jangankan dibandingkan
dengan negara-negara besar, dengan negara yang wilayahnya jauh lebih kecil
seperti tetangga Malaysia dan Singapura, dalam hal persenjataan, Indonesia
sudah tertinggal.Karena itu, wajar apabila pemerintah dan DPR kerap mendapat
desakan untuk memperhatikan kebutuhan alutsista TNI.
Meski begitu,
sewajarnya kita mengapresiasi petinggi TNI dalam melakukan
pembinaan.Kekurangan dalam hal alutsista tidak membuat TNI tertinggal dalam
segala hal. Dalam usia 68 tahun atau 15 tahun melalui reformasi, TNI mempu
mengubah diri. TNI telah kembali kepada jati diri, kembali kepada fungsi dan
tugas pertahanan negara—menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
TNI telah
kembali ke khitah, bebas dari pengaruh politik.Jika dulu TNI sempat digiring ke
ranah politik, mendukung partai tertentu, kini tentara kita kembali "ke barak"
hanya dengan satu tujuan membela keutuhan bangsa dan negara.
Ke depan
harusnya tidak seorang pun yang coba-coba mendorong-dorong TNI berpolitik. TNI
harus kuat, memiliki senjata lengkap dan supercanggih, tetapi TNI tidak boleh
digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu.TNI harus mempertahankan
netralitas, itu merupakan harga mati, termasuk dalam pelaksanaan pemilu dan
pilpres.karena dengan cara itulah TNI akan makin dipercayai dan dicintai
rakyat."'