Senin, 07 Oktober 2013

Netralitas TNI Harga Mati



MENEGAKKAN kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Itulah tugas pokok TNI, selain melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari anca­man dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.Tugas mulia itu tentunya tidak bisa dilakukan dengan tangan kosong, tetapi harus dibekali dengan senjata atau alat utama sistem pertahanan (alutsista).

Masalah alutsista inilah kekurangan utama yang masih dialami TNI—darat, laut, maupun udara.Hal itu tergambar dalam acara puncak HUT ke-68 TNI, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10).Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara tidak langsung mengakui bahwa TNI masih membu­tuhkan pembangunan dan modernisasi.

SBY menyatakan: "Agar mampu mengemban tugas-tugas negara, pembangunan kekuatan dan modernisasi TNI harus terus dilakukan. Alat utama sistem pertahanan juga makin kita penuhi dan lengkapi.Kita lakukan penggantian dan penambahan alutsista di semua matra dan semua lini, untuk mencapai tahapan kekuatan esensial minimun, minimum essential force."Suatu pengakuan jujur bahwa pemerintah, dalam segala keterbatasan, berusaha memenuhi kebutuhan alutsista TNI.

Kita sadar bahwa lambatnya terpenuhi alusista ideal bagi TNI terkendala keuangan negara. Mudah-mudahan saja ke depan pemerintah mampu memenuhi janji, terus melakukan pengadaan pertahanan, entah itu melalui pengadaan alutsista dari dalam negeri, kerjasama de­ngan industri pertahanan negara-negara sahabat, ataumelalui berbagai upaya lainnya.

Kita prihatin dengan kondisi yang ada.Tentunya dalam hal persenjataan.Jangankan dibandingkan de­ngan negara-negara besar, dengan negara yang wilayahnya jauh lebih kecil seperti tetangga Malaysia dan Singapura, dalam hal persenjataan, Indonesia sudah tertinggal.Karena itu, wajar apabila pemerintah dan DPR kerap mendapat desakan untuk memper­hatikan kebutuhan alutsista TNI.

Meski begitu, sewajarnya kita mengapresiasi peting­gi TNI dalam melakukan pembinaan.Kekurangan dalam hal alutsista tidak membuat TNI tertinggal dalam segala hal. Dalam usia 68 tahun atau 15 tahun melalui refor­masi, TNI mempu mengubah diri. TNI telah kembali kepada jati diri, kembali kepada fungsi dan tugas perta­hanan negara—menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

TNI telah kembali ke khitah, bebas dari pengaruh politik.Jika dulu TNI sempat digiring ke ranah politik, mendukung partai tertentu, kini tentara kita kembali "ke barak" hanya dengan satu tujuan membela keutuhan bangsa dan negara.

Ke depan harusnya tidak seorang pun yang coba-coba mendorong-dorong TNI berpolitik. TNI harus kuat, memiliki senjata lengkap dan supercanggih, tetapi TNI tidak boleh digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu.TNI harus mempertahankan netralitas, itu meru­pakan harga mati, termasuk dalam pelaksanaan pemilu dan pilpres.karena dengan cara itulah TNI akan makin dipercayai dan dicintai rakyat."'