PURNAWIRAWAN TNI yang kini menjadi anggota Komisi I DPR, Tb Hasanuddin, menilai kerja sama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) penuh dengan kejanggalan.
Sebagai salah satu lembaga pertahanan negara, katanya, tugas utama Lemsaneg ialah memproteksi berita dan informasi khusus yang menyangkut keamanan negara.
"Ini lembaga semimiliter, dua pertiga stafnya dididik secara militer. Jadi Lemsaneg itu lembaga untuk mempertahankan negara, bukan untuk KPU," ujar purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir mayor jenderal itu.
Dia menggarisbawahi, sebagai prajurit TNI yang selama 30 tahun berkecimpung dalam urusan intelijen, Lemsaneg merupakan istilah lain dari lembaga intel negara.
"Sandi itu dalam bahasa Jawa, dalam bahasa asingnya ya intel. Tugasnya memberi jaminan keamanan bagi negara. Dia di bawah pembinaan Panglima TNI dan Kemenhan. Dia bertanggung jawab langsung kepada presiden," terangnya.
"Jika BIN (Badan Intelijen Negara) adalah lembaga operasi intelijen dan mengoordinasi, Lemsaneg adalah pelaksana dalam tataran kebijakan. Jadi aneh, kerja pemilu kok dialihkan ke sana. Pemilu kok dilaporkan ke Lemsaneg. Dari Lemsaneg ke Panglima TNI, dari Panglima TNI ke presiden. Saya juga tak yakin Kepala Lemsaneg itu sudah laporkan kerja sama ini dan dapat izin dari presiden," imbuhnya.
Hasanuddin mengatakan Lemsaneg sama dengan lembaga yang dimiliki Australia, yakni Australian Security Intelligence Organisation (ASIO), di Amerika Serikat ada National Security Agency (NSA), dan di Singapura dengan nama Internal Security Department (ISD).
"Kerja semua lembaga itu cuma satu yakni sadap menyadap data. Sebagai orang yang pernah di intelijen, saya katakan tak usah ada kerja sama ini. Saya juga sudah sampaikan itu ke KPU, tapi KPU sepertinya dalam posisi panik, mencari teman dalam pengamanan data," bilangnya.
Kaji ulang
Di tempat berbeda, anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pihaknya tak keberatan untuk mengkaji ulang kerja sama dengan Lemsaneg itu.
"Kalau memang diperlukan ada semacam analisis kembali, ya kami akan mengkaji kembali. Saya pikir tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena data kami terbuka, semua orang bisa mengakesnya," kata Ferry ketika ditemui di Gedung KPU, Jakarta.
Sementara itu, Kepala Lemsaneg Mayjen Djoko Setiadi mengatakan kerja sama itu dilakukan untuk menjaga jumlah suara dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga ke KPU pusat agar tidak berubah di tengah jalan. "Kami menjamin tidak akan ada kebocoran data dalam pemilu, termasuk pusat data pasti kami amankan karena itu yang paling rawan. Jadi hasil perolehan suara di TPS harus sama dengan ketika itu sampai di pusat. Itu yang kami jaga, kalau-kalau dalam perjalanan ada (data) yang diganggu," katanya. (AN/Ant/P-1), Sumber Koran: Media Indonesia (10 Oktober 2013/Kamis, Hal. 04)
Sebagai salah satu lembaga pertahanan negara, katanya, tugas utama Lemsaneg ialah memproteksi berita dan informasi khusus yang menyangkut keamanan negara.
"Ini lembaga semimiliter, dua pertiga stafnya dididik secara militer. Jadi Lemsaneg itu lembaga untuk mempertahankan negara, bukan untuk KPU," ujar purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir mayor jenderal itu.
Dia menggarisbawahi, sebagai prajurit TNI yang selama 30 tahun berkecimpung dalam urusan intelijen, Lemsaneg merupakan istilah lain dari lembaga intel negara.
"Sandi itu dalam bahasa Jawa, dalam bahasa asingnya ya intel. Tugasnya memberi jaminan keamanan bagi negara. Dia di bawah pembinaan Panglima TNI dan Kemenhan. Dia bertanggung jawab langsung kepada presiden," terangnya.
"Jika BIN (Badan Intelijen Negara) adalah lembaga operasi intelijen dan mengoordinasi, Lemsaneg adalah pelaksana dalam tataran kebijakan. Jadi aneh, kerja pemilu kok dialihkan ke sana. Pemilu kok dilaporkan ke Lemsaneg. Dari Lemsaneg ke Panglima TNI, dari Panglima TNI ke presiden. Saya juga tak yakin Kepala Lemsaneg itu sudah laporkan kerja sama ini dan dapat izin dari presiden," imbuhnya.
Hasanuddin mengatakan Lemsaneg sama dengan lembaga yang dimiliki Australia, yakni Australian Security Intelligence Organisation (ASIO), di Amerika Serikat ada National Security Agency (NSA), dan di Singapura dengan nama Internal Security Department (ISD).
"Kerja semua lembaga itu cuma satu yakni sadap menyadap data. Sebagai orang yang pernah di intelijen, saya katakan tak usah ada kerja sama ini. Saya juga sudah sampaikan itu ke KPU, tapi KPU sepertinya dalam posisi panik, mencari teman dalam pengamanan data," bilangnya.
Kaji ulang
Di tempat berbeda, anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pihaknya tak keberatan untuk mengkaji ulang kerja sama dengan Lemsaneg itu.
"Kalau memang diperlukan ada semacam analisis kembali, ya kami akan mengkaji kembali. Saya pikir tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena data kami terbuka, semua orang bisa mengakesnya," kata Ferry ketika ditemui di Gedung KPU, Jakarta.
Sementara itu, Kepala Lemsaneg Mayjen Djoko Setiadi mengatakan kerja sama itu dilakukan untuk menjaga jumlah suara dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga ke KPU pusat agar tidak berubah di tengah jalan. "Kami menjamin tidak akan ada kebocoran data dalam pemilu, termasuk pusat data pasti kami amankan karena itu yang paling rawan. Jadi hasil perolehan suara di TPS harus sama dengan ketika itu sampai di pusat. Itu yang kami jaga, kalau-kalau dalam perjalanan ada (data) yang diganggu," katanya. (AN/Ant/P-1), Sumber Koran: Media Indonesia (10 Oktober 2013/Kamis, Hal. 04)