U, terdakwa penembakan terhadap empat tahanan
di penjara Cebongan, Sleman, merupakan inisial dari Sersan Dua Ucok Tigor
Simbolon. Ia mengakui perbuatannya dalam sebuah apel luar biasa di Markas Grup
II Komando Pasukan Khusus Kandang Menjangan, Kartosuro. Kepada Tempo dan
Jakarta Post, Ucok mengaku awalnya tak berniat menghabisi empat tahanan tersangka
pembunuh Sersan Kepala Heru Santoso itu.
Berikut cuplikan wawancara Ucok di samping ruang
tahanan di Pengadilan Militer II-11 kemarin.
Apa tujuan
ke Cebongan pada 23 Maret 2013?
Kami ke Sana mau nanya si Marcel.
Kenapa yang
dicari Marcel?
Yang membikin saya emosi itu kejadian dianiayanya
Sersan Satu Sriyono. Saya terlahir di Kopassus bersama-sama Sriyono.
Nyari Marcel
kok ketemunya Deki (Hendrik Angel sahetapy)?
Begini, setelah mutar-mutar mencari si Marcel, ada
yang sudah mengajak pulang. Lalu ada informasi Deki dan kawan-kawan dipindahkan
ke Cebongan.
Lalu setelah
cli Cebongan?
Kami sebenarnya hanya mau bertanya sama Deki di
mana Marcel. Kami juga cuma mau tanya sama Deki: Kamu ada masalah apa dengan
almarhum Santoso (Heru Santoso)? Kok keji sekali?'
Lalu mengapa
ada penembakan?
Saya masuk buka pintu sel dengan cara biasa. Tahu-tahu
saya dipukul dari balik pintu. Saat itu saya bertahan saja.
Kenapa bisa
masuk sel Deki?
Karena sipir tidak mau rnemanggil mereka. Kalau mau
memanggilkan, tidak akan terjadi penembakan. Seandainya sipir penjara itu memanggil
si Deki ke ruang portir, saya akan menanyakan di situ.
Setelah
penembakan?
Kawan-kawan yang lain di mobil ribut, bahkan Kopral
Satu Kodik bilang: 'Ngopo kok nembak, ngopo kok nembak?' Saya marahi: 'Kamu
enggak tahu kondisi di dalam. Sudah diam aja lu.'
Kenapa Anda
mengaku?
Waktu Tim 9 datang ke Kandang Menjangan, saat itu
disampaikan, ‘Dengan kejadian ini semua mata mengarah ke kalian. Kalau memang
ada di antara kalian terlibat, seperti apa kalian jadi prajurit Kopassus?' Saat
itu, dalam hati, saya katakan harus bertanggung jawab. Kalau boleh jujur, saya
tidak ada untungnya. Tetapi bagaimana sih, orang yang sudah dekat diperlakukan
seperti itu.
Lalu?
Saya langsung angkat tangan dan ternyata saya tidak
sendiri. Kawan-kawan saya juga angkat tangan saat apel itu. Saya menangis waktu
itu, karena di belakang saya ada kawan-kawan. Saya tidak dikorbankan. Padahal,
sebelumnya ada beda pendapat. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju. (MUH. SYAiFULLAH), Sumber: Koran Tempo (12
Juli 2013/Jumat, Hal. 09)