Kamis, 25/07/2013
Neraca.co, Jakarta - Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan TNI Angkatan Darat untuk mengamankan geliat perdagangan dan perlindungan konsumen khususnya di daerah perbatasan. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku bahwa kerjasama ini untuk mengantisipasi peredaran barang yang keluar masuk melalui perbatasan NKRI.
"Produk yang tidak sesuai dan peluang masuk dalam negeri yang tidak sesuai, ini diantispasi dengan pengawasan terutama perbatasan," ujar Gita di Markas Besar TNI AD, Rabu (24/7).
Menurut Gita pentingnya MoU ini mengingat luasnya negara Indonesia serta strategis, karena posisi Indonesia di silang jalur perdagangan dunia. Pada sebelah barat berbatasan dengan Papuanugini, Timur Leste.
Pada sebelah Timur Laut berbatasan dengan India, Thailand, Filipina, Palau dan Australia. "Posisi itu akan menimbulkan permasalahan. Perbedaan permasalahan karena faktor geografis, Sumber Daya Alam,Sumber Daya Manusia, kesejahteraan masyarakat," ucap Gita.
Oleh karena itu, perlu kerjasama dengan TNI AD. Ini kerjasama sinergi yang baik sebagai bentuk untuk bertanggung jawab meminimlisir kejahatan perdagangan untuk mencegah terganggunya distribusi barang. "Kita harapkan ada pelaksanaan pengaman antara perdagangan dan TNI dengan menyusun rencana aksi yang selaras yang hasilnya dapat dirasakan rakyat Indonesia," tuturnya.
Sementara itu menurut Jenderal TNI AD Muldoko, pihaknya akan merumuskan bentuk aksi kerjasama penangangan perdagangan di perbatasan. "Tujuan ini untuk mewujudkan TNI dengan Kemendag dalam meningkatkan perdagangan di perbatasan. Kerja sama ini sepakat untuk merumuskan teknis dan operasional. Implementasi akan dibentuk tim pedoman kerja pengamanan dilaksanakan. Kerja sama ini diharapkan, kedua belah pihak mencegah perdagangan yang tidak sesuai perundangan," jelas Muldoko.
Salah satu masalah perdagangan diperbatasan yang banyak disoroti adalah mengenai gula. Bahkan Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) meragukan kebijakan Kementerian Perdagangan yang bisa memenuhi kebutuhan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat di perbatasan.
Ketua Apegti Natsir Mansyur mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan sebanyak 240 ribu ton perusahaan untuk mengimpor raw sugar. Padahal, tiga perusahaan yang ditunjuk merupakan industri gula berbasis tebu, bukan berbasis raw sugar. "Kalau begini sama saja, malah memperbanyak industri gula rafinasi," kata Natsir.
Natsir pun sangat menyayangkan kebijakan Kemendag karena dinilai tidak menyelasaikan dan cenderung cuci tangan terhadap masalah pergulaan di wilayah perbatasan. Di sisi lain, pengusaha daerah setempat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gula di daerahnya, hanya saja terkendala oleh kebijakan pusat yang tidak berpihak terhadap mereka.
Tidak hanya itu, persoalan lainnya adalah terkait jumlah kuota impor yang diberikan yang melebihi kebutuhan, dimana kebutuhan masyarakat perbatasan 99 ribu ton, namun pemerintah hanya mengeluarkan 240 ribu ton. Oleh karena itu, lanjut Natsir, perlu segera dilakukannya audit BPK dan KPK supaya tidak terjadi penyimpanan dan moral hazard. Ke-3 perusahaan itu tidak berpengalaman dalam mengelola distribusi, biaya tranportasi, sarana pergudangan, dll, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan gula di perbatasan," imbuhnya.
Selain itu, Natsir menjelaskan masalah pokok yang tidak tertangani adalah disparitas harga gula di Jawa dan wilayah perbatasan yang begitu tinggi. Dapat diketahui, harga gula dari Jawa mencapai Rp14.500/kg, sementara harga gula impor di perbatasan dari negara tetangga hanya Rp9.500/kg, dan konsumen tentu akan membeli gula dengan harga murah. "Jika terus dibiarkan seperti ini, masalah penyelundupan gula di perbatasan akan tetap tinggi, dan pemerintah seolah melakukan pembiaran, padahal potensi pendapatan negara dari pajak bea masuk hilang," tegasnya.
Maka dari itu, Natsir berharap agar Kemendag dapat transparan terhadap masalah gula ini, karena yang patut di pertanyakan mengenai kebijakan impor tersebut, untuk kepentingan rakyat atau kepentingan kelompok tertentu. "Masalah pergulaan ini sudah sering terjadi di Kemendag tapi tidak ada perbaikan, sangat disayangkan, kasus impor raw sugar saja oleh BUMN tahun lalu belum tuntas ini buat lagi kebijakan yang sama," tuturnya.