Amerika Serikat
(AS) bersedia menjual delapan helikopter tempur Apache ke Indonesia senilai 500
juta dolar AS. Ini bukti bahwa AS merasa Indonesia sudah bukan lagi negara
pelanggar hukum dan HAM sehingga dijadikan rekan penting terkait masalah Laut
China Selatan.
PENJUALAN heli
itu mencakup radar dan pelatihan pilot. Harga satu unitnya Rp 600 juta. Kesepakatan
ini disampaikan Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel, dalam kunjungan selama dua
hari pada 26-27 Agustus di Jakarta.
"Menyediakan
helikopter kelas dunia untuk Indonesia menunjukkan komitmen kami untuk membantu
Indonesia mengembangkan kemampuan militer mereka," kata Hagel setelah
bertemu Menhan Purnomo Yusgiantoro.
"Indonesia
yang kuat adalah perkembangan yang baik untuk kawasan," lanjut Hagel.
Namun, belum diketahui kapan helikopter buatan Boeing ini akan dikirim ke Tanah
Air. Seorang pejabat keamanan kepada kantor berita Reuters mengatakan,
penjualan pertama Apache ke Indonesia ini adalah bentuk dukungan keamanan
Amerika di kawasan.
Sikap AS ini
merupakan pertanda bagus. Pasalnya, Washington membekukan hubungan militer
dan penjualan senjata ke Indonesia dipicu oleh keprihatinan atas dugaan
pelanggaran HAM di era pemerintahan Soeharto. Kerja sama militer baru
dipulihkan pada 2005. Alasan HAM juga melatari penolakan parlemen Belanda atas
rencana penjualan tank ke Indonesia tahun lalu.
"Ini
pertanda bagus. Ada dua hal penting yang bisa dilihat dari perkembangan
kedatangan Menhan Hagel ke Indonesia. AS berarti sudah melakukan normalisasi
hubungan militer dengan Indonesia dan AS menilai peran Indonesia di kawasan.
Khususnya dalam menjaga kestabilan di kawasan Laut China Selatan, sangat
penting," terang pengamat Internasional Hikmahanto Juwana, kemarin.
Selain itu, AS
merasa Indonesia bukan lagi negara pelanggar hukum dan HAM. "AS menilai
Indonesia sebagai rekan sekaligus mediator dalam masalah Laut China
Selatan," sambungnya.
AS mengumumkan
peningkatan signifikan dalam pendanaan pendidikan dan pelatihan militer di
kawasan Asia Tenggara. Menurut Hagel, Pentagon menggelontorkan dana sebesar 90
juta dolar AS untuk program ini. Jumlah ini naik dua kali lipat jika dibandingkan
empat tahun lalu.
Keputusan ini
muncul setelah Washington mengubah fokus strateginya ke kawasan Asia Pasifik.
"Karena negara-negara di kawasan Asia Pasifik menunjukkan perkembangan
signifikan dalam pembentukan dan penjagaan keamanan di kawasan,"tandas
Hagel.
Penjualan Apache
disepakati di tengah makin besarnya kekhawatiran Washington atas upaya China
mengeluarkan klaim-klaim wilayah di Laut China Selatan. Namun, Hagel
menyampaikan bahwa dia justru ingin menggandeng seluruh kekuatan besar di Asia
untuk menjaga kestabilan di Asia Pasifik.
"Sangat
menyenangkan kalau China dan India bisa bergabung dan menjaga perdamaian bersama.
Saya benar-benar mengharapkan ini terjadi," harap Hagel.
Pada kesempatan
itu, Purnomo mengingatkan, selama 20 tahun Indonesia tidak melakukan modernisasi
peralatan militer. Selama ini Indonesia terus fokus pada I pengentasan masalah ekonomi.
"Sejak saat
itu, Indonesia berupaya keras untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat dan
performa ekonomi dan saat ini kondisi ekonomi kami sudah membaik. Jadi saat
ini waktunya bagi kami untuk memodernisasi alutsista atau peralatan utama
sistem persenjataan. Setelah 15-20 tahun kami tidak pernah melakukan hal
itu," jelasnya.
Purnomo melihat
negara lain yang perekonomiannya membaik, segera melakukan moderenisasi
alusista. Luasnya wilayah Indonesia, mengharuskan kita melakukan moderenisasi
alusista tersebut.
"Kami tidak
bisa melakukan moderenisasi dengan cepat. Kami hanya bisa melakukannya dengan
bertahap," tutur Pumomo.
Kedatangan
Apache ini dianggap membantu militer Indonesia untuk menjaga wilayahnya yang
luas.
Saat ini, China
menunjukkan kekhawatiran mereka dengan makin besarnya pengaruh AS di kawasan.
Selain itu, Beijing punya beberapa masalah dengan sejumlah negara terkait isu
Laut China Selatan, yaitu dengan Filipina maupun Vietnam.
Kedatangan Hagel
ke Jakarta merupakan bagian rangkaian kunjungannya ke negara-negara Asia
Tenggara 24-30 Agutus . Sebelum ke Indonesia, Hagel mengunjungi Malaysia dan
kini di Brunei Darussalam untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Pertahanan
ASEAN dan ASEAN Plus, lalu diakhiri kunjungan ke Filipina pada 29-30 Agustus. (DAY),
Sumber Koran: Rakyat Merdeka (28 Agustus 2013/Rabu, Hal. 10)