Kamis, 29 Agustus 2013 | 13:12 WIB
MEDAN, KOMPAS.com - Remaja berinisial EP, pelajar kelas III salah satu SMA di Kota Medan pada 17 September 2012 mendatangi rumah IS yang adalah teman sekelasnya. Saat sedang mendengarkan musik di dalam kamar, tiba-tiba pintu didobrak, dan masuk lima orang berpakaian sipil mencari IS.
Kelimanya langsung memukuli IS tanpa sebab yang jelas. EP yang terkejut coba bertanya ada apa. Namun dia malah menjadi sasaran pemukulan. Setelah babak belur, keduanya dibawa pelaku ke rumah Praka Meirizal Zebua di Komplek Perumahan Kodam I Bukit Barisan, di Kecamatan Sunggal, Kota Medan.
Di tempat itu sudah menunggu 15 orang termasuk Praka Meirizal. Kelima orang yang membawa kedua pemuda tadi menyerahkannya kepada Meirizal. Kemudian, Meirizal bertanya kepada korban berapa mereka dibayar polisi sambil menyiksa dan menganiaya keduanya menggunakan pistol, benda tumpul, hingga membuat korban babak belur dan pingsan.
Dikira sudah mati, para pelaku lalu memasang plakban di seluruh tubuh korban, mulai dari kepala hingga kaki, dengan tangan tetap diborgol. Keduanya lalu dibuang ke Sungai Pama, Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, dari ketinggian sekitar tujuh 7 meter.
Di sungai, kedua korban menyangkut di sebuah batang kayu. Mereka lalu sadar dari pingsan dam lantas meminta tolong kepada warga. Warga yang mendengar teriakan korban segera menolong keduanya. Warga tetap menolong meski sempat mengira mereka perampok, karena tangan masih diborgol dan kondisi babak belur.
Setelah mendapat perobatan, keduanya membuat pengaduan ke Mapolsekta Sunggal dan Polisi Meliter Kodam I BB. Dari lima orang yang berpakaian sipil, hanya satu orang yang diproses hukum, yakni Bambang. Dia divonis 2,5 tahun penjara di PN Medan.
Berangkat dari keterangan Bambang inilah lalu terbongkar bahwa otak pelaku penganiayaan kedua korban adalah Praka Meirizal Zebua.
Sementara, pengaduan orangtua korban ke POMDAM I BB pun tidak diproses. Namun beberapa bulan setelah kejadian, pelaku Meirizal melakukan penjambretan di daerah Kota Binjai dan nyaris dibakar massa.
Saat itu pelaku sempat menembak kepala korban dengan softgun dan di sinilah dia mengaku sebagai anggota TNI yang bertugas di Kodam I BB. Dia langsung ditahan dan akhirnya kasus penyiksaan yang pernah dilakukannya tadi terbongkar.
"Tapi polisi tak berani mengejar keterangan dari pelaku kenapa menganiaya korban. Tapi ini tak terbongkar hingga saat ini. Saat sidang dengan pelaku Bambang, pelaku hanya sebagai saksi dan terus tidak mengakui perbuatannya," kata Suhardi, Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) Sumatera Utara, Kamis (29/8/2013).
Saat ini, korban dan pelaku sedang menunggu persidangan dengan agenda sidang dakwaan di Pengadilan Meliter Meliter 0102 di Jalan Ngumban Surbakti Medan. Jadwal persidangan jam 08.00 pagi molor hingga pukul 13.00 belum juga dimulai.
Korban dan saksi didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) karena merasa terancam jiwanya sebab keluarga pelaku melakukan pengancaman dan teror. (Editor : Glori K. Wadrianto)