Kamis, 26
September 2013 09:12 wib
JAKARTA -
Indonesia baru saja mendatangkan perangkat intelijen buatan Inggris, salah
satunya alat sadap. Namun, alat canggih buatan negeri Ratu Elizabeth itu
dinilai berisiko tinggi.
Pengamat
militer, Muhadjir Efendi, mengatakan, perangkat baru yang dibeli Kementerian
Pertahanan (Kemenhan) untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan
(alutsista) memang dibutuhkan TNI.
"Sepanjang
yang saya baca dari Kemenhan dan Mabes TNI itu akan digunakan untuk melengkapi
peralatan komunikasi, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Itu dibutuhkan
untuk menghindari kemungkinan komunikasi antar-jaringan yang dibangun TNI
dengan agen di luar negeri tidak disadap pihak lain," jelas Muhadjir saat
dihubungi Okezone, Kamis (26/9/2013).
Dia menambahkan,
alat yang didatangkan itu bukan hanya untuk menyadap, melainkan juga
menciptakan sistem komunikasi BAIS tidak bisa disadap pihak lain.
"Kalau itu
tujuannya memang sudah cukup tepat, karena strategi BAIS itu berkaitan dengan
masalah keamanan negara. Jadi BAIS, tidak beroperasi pada lingkup taktis
seperti kriminal. Tapi, kategorinya di wilayah pencegahan dan penanggulangan
berbagai macam ancaman terhadap kedaulatan negara dan keamanan nasional,"
paparnya.
Kendati
demikian, Muhadjir masih menyangsikan keandalan alat tersebut. Pasalnya, produk
impor memiliki risiko yang tergolong tinggi.
"Semua
tergantung pihak produsen dari Inggris itu bisa menjamin rahasia dari alat
komunikasi itu, kalau informasi bisa tersadap, ya tentu percuma saja beli dari
asing. Itulah risiko kalau alutsista beli dari pihak lain," tegasnya.
Muhadjir
menyarankan, Indonesia membuat teknologi informasi sendiri. Caranya dengan
merangkul beberapa perguruan tinggi yang memiliki kemampuan di bidang tersebut.
"Berkaitan
dengan IT sebaiknya memproduksi sendiri, karena keandalannya terjamin. Saya
menyayangkan, tidak ada tender dengan pihak terkait seperti perguruan tinggi
yang sangat mumpuni mengelola IT. Sebenarnya, Kemenhan cukup memberikan
spesifikasinya dan saya yakin IT kita tidak tertinggal dari pihak lain,"
tuntas Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.