JAKARTA - Komisi
I DPR akan mempertanyakan komitmen Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal
Moeldoko seputar penuntasan reformasi di dalam tubuh TNI, pemenuhan minimum
essential force (MEF), penjagaan wilayah perbatasan, dan pengamanan maupun
netralitas dalam Pemilu 2014.
Anggota Komisi I
DPR, Helmy Fauzi mempertanyakan komitmen TNI bisa bersikap netral saat uji
kelayakan dan kepatutan di DPR. "Kami tentu akan menggali sejauh mana komitmen
Moeldoko dalam menyelesaikan pekerjaan rumah reformasi internal TNI,"
kata Helmy, Selasa (30/7).
Helmy meyakini
tugas Panglima TNI mendatang sangat berat. Selain adanya momentum Pemilu dan
Pilpres 2014, masih ada beberapa agenda reformasi internal yang mangkrak,
antara lain revisi UU Peradilan Militer, ancaman nontradisional, transparansi
dan efisiensi anggaran pertahanan. "Sudah semestinya jika Moeldoko jadi
Panglima TNI maka kekuatan teritorial di perkotaan digeser ke pengamanan
perbatasan serta pulau terluar lebih diutamakan," urai Helmy.
Politikus PDI
Perjuangan ini menambahkan dalam uji kepatutan dan kelayakan yang akan
berlangsung Agustus mendatang di Komisi I, Moeldoko juga akan ditanyai
mengenai masih banyak praktik off budget (dicatat di luar neraca) di luar
anggaran dalam operasi dan kebutuhan personel. "Saatnya Panglima TNI yang
baru nanti menghapus semua pembiayaan off budget demi menjaga profesionalitas
militer dan kami akan menagih janji ini," tegasnya.
Terkait tahun
politik, Helmy menyatakan akan menanyakan komitmen Moeldoko terhadap politik
praktis. Terlebih pada 8 Juli lalu, Moeldoko sempat mengumpulkan elite
politik, di antaranya politikus PAN Amien Rais, mantan Menpora Adhyaksa Dault,
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MUI Maruf Amin, dan pengusaha
Setiawan Djodi dalam kegiatan bertajuk "Silaturahmi KSAD dengan Para
Tokoh Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa". "Dalam kacamata
reformasi TNI, pertemuan dengan elite politik memiliki persepsi positif dan
bisa disalahgunakan. Oleh karena pemilu
2014 sebentar lagi akan berlangsung maka komitmen menjaga netralitas menjadi
penting," ia menambahkan.
Moeldoko.
sebelumnya dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggantikan Jenderal
Pramono Edhie Wibowo yang pensiun sebagai KSAD dan dilantik pada 22 Mei lalu.
Sebelum menjadi KSAD, lulusan terbaik (adhi makayasa) Akmil 1981 ini sempat
menjabat posisi Wakil KSAD. Ia juga sempat menjadi Kasdam Jaya (2008),
Pangdivif l/Kostrad (2010), Pangdam XII/ Tanjungpura (2010), Pangdam
III/Siliwangi (2010), dan Wakil Gubernur Lemhannas (2011).
Moeldoko yang
lahir pada 8 Juli 1957 selanjutnya diproyeksikan menggantikan Laksamana Agus Suhartono
yang pensiun sebagai Panglima TNI pada 25 Agustus 2013. Nama Moeldoko sempat
menjadi buah bibir saat menjadi Pangdam III/Siliwangi karena melancarkan
"Operasi Sajadah" pada 2011. Operasi intelejen ini disebut-sebut menjadikan
jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat sebagai target.
Angota Komisi 1
DPR dari Fraksi Hanura Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati berpendapat
Moeldoko adalah perwira tinggi (Pati) yang dipercaya mampu menghadapi
tantangan maupun ancaman terhadap pertahanan negara dengan baik serta
komprehensif. "Terlebih sekarang kan sudah tak zamannya lagi perang
tradisional, yang mengandalkan otot dan alutsista, tapi perang modem yang
sifatnya asimetrik. Ancaman dari infiltrasi asing dengan berbagai cara tentu
ke depan saya lihat bisa meningkat eskalasinya. Situasi kawasan dewasa ini
menuntut kecerdasan seorang panglima." kata anggota DPR ini. (M Bachtiar
Nur), Sumber Koran: Sinar Harapan (31 Juli 2013/Rabu, Hal. 02)