Kamis, 01 Agustus 2013

TNI Harus Netral pada Pemilu 2014



JAKARTA - Komisi I DPR akan mempertanyakan komitmen Ke­pala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Moeldoko seputar pe­nuntasan reformasi di dalam tu­buh TNI, pemenuhan minimum essential force (MEF), penjagaan wilayah perbatasan, dan peng­amanan maupun netralitas da­lam Pemilu 2014.

Anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi mempertanyakan komitmen TNI bisa bersikap netral saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR. "Kami tentu akan menggali sejauh mana ko­mitmen Moeldoko dalam me­nyelesaikan pekerjaan rumah reformasi internal TNI," kata Helmy, Selasa (30/7).

Helmy meyakini tugas Pang­lima TNI mendatang sangat be­rat. Selain adanya momentum Pemilu dan Pilpres 2014, masih ada beberapa agenda reformasi internal yang mangkrak, antara lain revisi UU Peradilan Militer, ancaman nontradisional, trans­paransi dan efisiensi anggaran pertahanan. "Sudah semestinya jika Moeldoko jadi Panglima TNI maka kekuatan teritorial di perkotaan digeser ke peng­amanan perbatasan serta pulau terluar lebih diutamakan," urai Helmy.

Politikus PDI Perjuangan ini menambahkan dalam uji kepa­tutan dan kelayakan yang akan berlangsung Agustus menda­tang di Komisi I, Moeldoko juga akan ditanyai mengenai masih banyak praktik off budget (dicatat di luar neraca) di luar anggaran dalam operasi dan kebutuhan personel. "Saatnya Panglima TNI yang baru nanti menghapus semua pembiayaan off budget demi menjaga profe­sionalitas militer dan kami akan menagih janji ini," tegasnya.

Terkait tahun politik, Helmy menyatakan akan menanyakan komitmen Moeldoko terhadap politik praktis. Terlebih pada 8 Juli lalu, Moeldoko sempat me­ngumpulkan elite politik, di antaranya politikus PAN Amien Rais, mantan Menpora Adhyaksa Dault, Ketua Umum PP Mu­hammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MUI Maruf Amin, dan pengusaha Setiawan Djodi da­lam kegiatan bertajuk "Silatur­ahmi KSAD dengan Para Tokoh Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa". "Dalam kacamata reformasi TNI, perte­muan dengan elite politik me­miliki persepsi positif dan bisa disalahgunakan.  Oleh karena pemilu 2014 sebentar lagi akan berlangsung maka komitmen menjaga netralitas menjadi pen­ting," ia menambahkan.

Moeldoko. sebelumnya dipi­lih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggantikan Jender­al Pramono Edhie Wibowo yang pensiun sebagai KSAD dan di­lantik pada 22 Mei lalu. Sebelum menjadi KSAD, lulusan terbaik (adhi makayasa) Akmil 1981 ini sempat menjabat posisi Wakil KSAD. Ia juga sempat menjadi Kasdam Jaya (2008), Pangdivif l/Kostrad (2010), Pangdam XII/ Tanjungpura (2010), Pangdam III/Siliwangi (2010), dan Wakil Gubernur Lemhannas (2011).

Moeldoko yang lahir pada 8 Juli 1957 selanjutnya diproyek­sikan menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang pensiun sebagai Panglima TNI pada 25 Agustus 2013. Nama Moeldoko sempat menjadi buah bibir saat menjadi Pangdam III/Siliwangi karena melancarkan "Operasi Sajadah" pada 2011. Operasi intelejen ini disebut-sebut men­jadikan jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat sebagai target.

Angota Komisi 1 DPR dari Fraksi Hanura Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati ber­pendapat Moeldoko adalah per­wira tinggi (Pati) yang dipercaya mampu menghadapi tantangan maupun ancaman terhadap pertahanan negara dengan baik serta komprehensif. "Terlebih sekarang kan sudah tak zaman­nya lagi perang tradisional, yang mengandalkan otot dan alutsista, tapi perang modem yang sifatnya asimetrik. Ancaman dari infiltrasi asing dengan ber­bagai cara tentu ke depan saya lihat bisa meningkat eskalas­inya. Situasi kawasan dewasa ini menuntut kecerdasan seorang panglima." kata anggota DPR ini. (M Bachtiar Nur), Sumber Koran: Sinar Harapan (31 Juli 2013/Rabu, Hal. 02)