Kamis,
15/08/2013 - 17:05
YOGYAKARTA,
(PRLM).- Sikap
ksatria masih melekat pada 12 prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup
II TNI AD.
Dalam pledoi yang dibacakan pada sidang
lanjutan Rabu-Kamis (14-15/8/2013), pelaku utama maupun pembantu dalam
pembunuhan empat tahanan LP Cebongan Sleman, 23 Maret 2013, mengaku siap
menerima hukuman jika tindakannya disimpulkan melanggar hukum, akan tetapi
mereka menyatakan tidak siap dipecat dari kesatuan.
Dalam pledoi pribadi terdakwa maupun
penasihat hukum yang dipimpin Kolonel Rokhmat, mereka berusaha meyakinkan
majelis hakim bahwa tindakan pembunuhan dengan cara menembak tahanan
menggunakan senjata serbu AK-47 dan pilihan sasaran yang berubah-ubah sebagai
indikasi tindak kriminalnya tidak sistematis, tidak terencana dengan baik.
"Jika pembunuhan direncanakan, kami bisa
menggunakan senjata yang lebih mematikan," kata pelaku utama Ucok Tigor
Simbolon.
Pembelaan penasihat hukum makin menarik
dengan mengedepankan argumen bahwa tindak pidana yang dilakukan Ucok Tigor
khususnya, bisa dikategorikan panggaran hukum yang memiliki unsur pemaaf.
Parameter yang dipakai penasihat hukum,
pertama pelaku mengalami stress disorder sebagai akibat kehilangan senior dan
orang yang berjasa, Serka Heru Santoso, serta kolega angkatan dan sesama
pelatih beladiri Serda Sriyono. Kedua, sebagian masyarakat Yogyakarta
membenarkan tindakan pembunuhan terhadap tahanan Hendrik Angel Sahetapi alias
Decky atau Deki, Yohanes Juan Manbait, Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi
dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi, karena para korban semasa hidup
berperilaku kriminal dan mengganggu ketertiban.
Ucok Tigor Simbolon menyatakan tindakannya
tak bisa disalahkan sepenuhnya karena masyarakat merasa diuntungkan doleh
tindakannyaa.
"Saya membayangkan apa yang saya lakukan
akan mendapat hujatan, tetapi sebaliknya mendapat dukungan dari masyarakat. Ini
meringankan beban saya," ujar dia.
'Saya ikhlas berapapun hukuman terhadap saya,
tapi saya berharap majeis hakim tetap memberi kesempatan saya menjadi prajurit.
Saya mohon majeis menyatakan saya masih layak dipertahankan sebagai anggota
militer," kata Ucok.
Serda Sugeng Sumaryanto yang mendampingi Ucok
Tigor, menyatakan majelis tidak adil jika menghukum dirinya, apalagi memecat,
karena keberadaannya justru mendorong Ucok Tigor mengurungkan rencana
pembalasan pembunuh Heru Santoso dan Sriyono.