Jumat, 23 Agustus 2013

Dendam pada Densus 88, Polisi Jadi Sasaran Terbuka Teroris



Kamis, 22 Agustus 2013 10:07 wib


JAKARTA - Penembakan dan penyerangan yang menyasar anggota polisi diduga akan terus berlangsung sebagai aksi balas dendam teroris terhadap Densus 88 Antiteror. Polisi menjadi sasaran terbuka teroris karena tersebar di tengah masyarakat tanpa terlindungi.

“Sebenarnya yang menjadi target adalah Densus 88, tapi teroris sadar akan sangat susah untuk menuntut balas pada mereka. Akibatnya, sasaran dialihkan setiap anggota polisi meski bukan Densus,” ujar pengamat militer, Muhadjir Effendi saat berbincang dengan Okezone, Kamis (22/8/2013).

Anggota polisi dari Satuan Lalu Lintas dan Sabhara merupakan target yang paling rentan menjadi sasaran teroris. Pasalnya, petugas Kepolisian itu relatif tidak terlindungi karena terjun langsung di tengah masyarakat.

“Polisi-polisi itu kan patroli di jalan, kampung atau tempat lainnya. Makanya mudah dijangkau oleh teroris dengan mudahnya mereka akan melakukan penyerangan hingga penembakan,” urainya.

Menurutnya, aksi menuntut balas para teroris untuk membuat petugas Kepolisian frustasi. Selain itu, juga menciptakan hubungan yang tak harmonis antar satuan karena terkena dampak aksi balas dendam yang mestinya ditujukan kepada Densus 88.

“Pada pelaksanaannya pemberantasan terorisme dilakukan oleh polisi dalam hal ini Densus 88. Jika aksi balas dendam itu terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan terjadi tidak harmonisnya hubungan antar satuan. Yang memberantas Densus tapi yang kena imbasnya polisi di jalanan,” bebernya.

Dia menambahkan, perang melawan terorisme mestinya dilakukan oleh TNI sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam undang-undang tersebut mengatur salah satu tugas TNI adalah melakukan perang terhadap teror.

“Melawan teroris itu adalah perang yang harus dilakukan oleh TNI. Sementara tugas polisi adalah menjaga ketertiban masyarakat,” tegasnya.

Sejumlah kesatuan di TNI, kata dia, memiliki pasukan-pasukan antiteror dengan kemampuan khusus. Selain terlatih, pasukan tersebut juga memiliki peralatan dan senjata yang memadai untuk memberantas aksi terorisme.

“Baik Angkatan Darat, Laut maupun Udara memiliki pasukan khusus antiteror. Namun sayang pasukan-pasukan itu tidak digunakan untuk melawan terorisme,” sebutnya.

Jika pemberantasan terorisme dilakukan oleh TNI, selain memiliki kemampuan untuk melakukannya, aksi balas dendam juga dapat diminimalisasi. Apalagi, para teroris juga dinilai memiliki kemampuan militer.

“Aparat TNI itu relatif terlindungi karena mereka berada di barak,” pungkasnya. (tbn)