Kamis, 22
Agustus 2013 10:07 wib
JAKARTA - Penembakan
dan penyerangan yang menyasar anggota polisi diduga akan terus berlangsung
sebagai aksi balas dendam teroris terhadap Densus 88 Antiteror. Polisi menjadi
sasaran terbuka teroris karena tersebar di tengah masyarakat tanpa terlindungi.
“Sebenarnya yang
menjadi target adalah Densus 88, tapi teroris sadar akan sangat susah untuk
menuntut balas pada mereka. Akibatnya, sasaran dialihkan setiap anggota polisi
meski bukan Densus,” ujar pengamat militer, Muhadjir Effendi saat berbincang
dengan Okezone, Kamis (22/8/2013).
Anggota polisi
dari Satuan Lalu Lintas dan Sabhara merupakan target yang paling rentan menjadi
sasaran teroris. Pasalnya, petugas Kepolisian itu relatif tidak terlindungi
karena terjun langsung di tengah masyarakat.
“Polisi-polisi
itu kan patroli di jalan, kampung atau tempat lainnya. Makanya mudah dijangkau
oleh teroris dengan mudahnya mereka akan melakukan penyerangan hingga
penembakan,” urainya.
Menurutnya, aksi
menuntut balas para teroris untuk membuat petugas Kepolisian frustasi. Selain
itu, juga menciptakan hubungan yang tak harmonis antar satuan karena terkena
dampak aksi balas dendam yang mestinya ditujukan kepada Densus 88.
“Pada
pelaksanaannya pemberantasan terorisme dilakukan oleh polisi dalam hal ini
Densus 88. Jika aksi balas dendam itu terus terjadi maka tidak menutup
kemungkinan terjadi tidak harmonisnya hubungan antar satuan. Yang memberantas
Densus tapi yang kena imbasnya polisi di jalanan,” bebernya.
Dia menambahkan,
perang melawan terorisme mestinya dilakukan oleh TNI sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam undang-undang tersebut
mengatur salah satu tugas TNI adalah melakukan perang terhadap teror.
“Melawan teroris
itu adalah perang yang harus dilakukan oleh TNI. Sementara tugas polisi adalah
menjaga ketertiban masyarakat,” tegasnya.
Sejumlah
kesatuan di TNI, kata dia, memiliki pasukan-pasukan antiteror dengan kemampuan
khusus. Selain terlatih, pasukan tersebut juga memiliki peralatan dan senjata
yang memadai untuk memberantas aksi terorisme.
“Baik Angkatan
Darat, Laut maupun Udara memiliki pasukan khusus antiteror. Namun sayang
pasukan-pasukan itu tidak digunakan untuk melawan terorisme,” sebutnya.
Jika
pemberantasan terorisme dilakukan oleh TNI, selain memiliki kemampuan untuk
melakukannya, aksi balas dendam juga dapat diminimalisasi. Apalagi, para
teroris juga dinilai memiliki kemampuan militer.
“Aparat TNI itu
relatif terlindungi karena mereka berada di barak,” pungkasnya. (tbn)