Kamis,
15/08/2013 15:12 WIB
Lolong,
Padek—Jelang
HUT ke-68 Republik Indonesia pada 17 Agustus, Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma
Negara Lolong dan Taman Makam Pahlawan Kuranji mulai dibenahi. Amat
disayangkan, sejumlah helm makam pahlawan di Lolong telah hilang karena area
makam tidak dilengkapi pagar.
Tercatat 1.294 pejuang kemerdekaan dimakamkan
di TMP Kesuma Negara Lolong. Dari jumlah itu, 781 makam TNI AD, 42 makam TNI AL,
38 makam TNI AU, 99 makam Polri, 284 makam badan perjuangan/sipil dan 49 makam
pahlawan tidak dikenal.
Sementara di TMP Kuranji, terdapat 293 makam
pahlawan yang terdiri dari 4 makam TNI AU, 2 makam TNI AL, 2 makam Polri dan
sebanyak 285 makam TNI AD, serta satu makam pahlawan daerah, Siti Manggopoh.
Sayangnya, sudah 68 tahun Indonesia merdeka,
dua TMP tersebut terkesan tidak terurus dan tampak kumuh. Di TMP Lolong,
misalnya, rumput-rumput mulai rimbun. Tembok makam dan nisan berlumut dan
retak. Bahkan, tidak sedikit helm makam yang hilang.
“Kami tiap hari menyapu dan mencabut rumput
di makam ini. Jika semua area makam ini dipagar, mungkin helm-helm itu tidak
hilang,” kata Syafril, 41, salah satu petugas kebersihan makam.
Joni Mardi, 48, pemotong rumput, mengatakan,
terbatasnya dana perawatan membuat jadwal pemotongan rumput tidak beraturan.
“Rumput dipotong jika dana turun. Biasanya sekali memotong rumput, kami
diberikan dana Rp 100.000 untuk membeli bahan bakar. Karena areal makam cukup
luas, tidak cukup uang minyak sebanyak itu memotong rumput,” ujar pria yang
telah lebih dari delapan tahun bekerja sebagai petugas kebersihan makam itu.
Joni menyebut, idealnya pemotongan rumput di
area makam minimal sekali tiga minggu. “Karena keterbatasan peralatan dan bahan
bakar, ya terpaksa harus pandai-pandai mengaturnya agar TMP tetap bersih,”
sebutnya.
Begitu pula di TMP Kuranji. Jalan tembok di
area makam, batu nisan dan tembok makam tampak berlumut. Namun, helm-helm makam
masih lengkap walau telah diganti dengan semen. Dedaunan pohon kamboja berserakan
di area makam.
Penjaga TMP Kuranji, Syarifudin, 54,
mengatakan, setiap hari menyapu makam. Untuk pengecatan sendiri dilakukan
setahun sekali, jelang peringatan HUT RI. Kurangnya peralatan juga menjadi
penyebab perawatan makam tidak maksimal.
“Dana untuk membeli peralatan turun sekali
tiga bulan dengan jumlah yang kecil. Saya harus mengatur dana tersebut untuk
membeli peralatan untuk perawatan yang paling dibutuhkan dulu,” kata Syarifudin
atau yang biasa dipanggil Oyong saat membersihkan dan mengecat makam bersama
istrinya Asni, 51, dan satu orang putranya Azri, 19.
Oyong menggantikan ayahnya yang juga seorang
pejuang tersebut sebagai penjaga makam menyayangkan tidak adanya perhatian
masyarakat ataupun pemerintah terhadap para pejuang yang telah mengorbankan
jiwa raga untuk kemerdekaan RI.
“Mereka yang dikuburkan disini adalah para
pejuang kemerdekaan Indonesia. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan lagi
makam pahlawan ini sebagai bentuk penghargaan dan ucapan terima kasih kita
kepada mereka. Saat ini sangat jarang pemerintah ataupun masyarakat yang berziarah
ke TMP ini,” kata oyong.
Oyong juga mengeluhkan gajinya sebagai
penjaga makam yang hanya sebesar Rp 350.000 per bulan. Jumlah tersebut dirasa
sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Dulu gaji saya hanya Rp 250.000, kemudian
naik menjadi Rp 350.000. Untuk mencari tambahan, saya mengumpulkan bunga kamboja
yang gugur untuk dijual kepada pengepul. Bunga tersebut per kilogramnya Rp
50.000, sementara untuk mengumpulkan satu kilogramnya selama satu minggu
lebih,” sebutnya. (cr3)