Rabu, 14 Agustus
2013
JAKARTA (Suara
Karya): Kepeloporan Indonesia dalam peran-peran internasional harus terus
dipertahankan sebagai bagian penting dari pelaksanan politik luar negeri
bebas-aktif.
"Indonesia
harus terus memelihara tradisi kepeloporan dalam pelaksanaan politik luar
negerinya dalam upaya turut menciptakan perdamaian dunia sesuai amanat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya di lingkungan negara-negara
berkembang," kata mantan Panglima TNI (2007-2010) Jenderal TNI (Purn)
Djoko Santoso, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (13/8).
Menurut Djoko,
RI pada 1955 bersama Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India,
dan Pakistan, memelopori penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA). Tidak
lama setelah pelaksanaan konferensi yang berlangsung di Bandung itu, puluhan
negara di Asia dan Afrika kemudian berhasil meraih kemerdekaan dari penjajahan.
Setelah itu,
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno memelopori berdirinya Gerakan
Non-Blok (GNB) bersama Republik Persatuan Arab-Mesir (Presiden Gamal Abdul
Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden
Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).
Djoko Santoso
menjelaskan, di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II muncul dua
negara adidaya, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang saling berhadapan.
Mereka berebut pengaruh terhadap Negara-negara yang sedang berkembang agar
menjadi sekutunya.
"Persaingan
kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin,"
katanya.
Mereka, tutur
dia, saling berhadapan, saling bersaing, dan saling memperkuat sistem
persenjataan masing-masing. "Akibatnya, situasi dunia tercekam oleh
ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh lebih
mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Situasi dunia yang
penuh konflik tersebut itulah yang melatar belakangi terbentuknya GNB,"
katanya.
Pelopor Lebih
lanjut Djoko Santoso mengemukakan Indonesia juga memelopori berdirinya Perhimpunan
Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada 1967. Ide dasar pembentukan ASEAN
adalah perlunya menggalang kerja sama ekonomi, sosial, dan budaya.
Namun dalam
perkembangannya organisasi ini bertekad menjamin stabilitas dan keamanan tanpa
campur tangan bangsa asing.
"Ke depan
Indonesia perlu meningkatkan peran dan kepemimpinannya di lingkungan ASEAN,
terlebih dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015," kata Ketua Dewan Pembina
Gerakan Indonesia ASA (Adil, Sejahtera, Aman) yang juga Ketua Dewan Penasihat
Forum Sekretaris Desa Seluruh Indonesia (Forsekdesi), serta Ketua Dewan Pembina
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) itu. (Ant/Feber S)