Kamis, 15 Agustus 2013

Pangdam Bantah Ada Pasukan Merusak Gereja di Papua



Rabu, 14 Agustus 2013 | 12:13


[JAYAPURA] Berita  pengrusakan Gereja Khatolik Santa Maria Magdalena Pagubutu, Pugodide Distrik Madi, Kabupaten Paniai oleh aparat gabungan TNI/Polri, dibantah oleh Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Christian Zebua.  

Pangdam melalui telephon seluler, Selasa (13/8) siang mengatakan,  kejadian yang benar adalah pada 4 Agustus, Danki Satgas 753 menerima laporan dari masyarakat Enaro yang melintas di depan gereja. Mereka melihat sekelompok masyarakat bersenjata berada di depan gereja.   Kelompok itu, meminta sumbangan dengan paksa kepada setiap pengendara yang melintas.

"Berdasarkan laporan tersebut, Danki lapor ke Kapolres. Lalu, Kapolres selanjutnya mengadakan patroli gabungan ke arah Pugo. Setiba di lokasi, kelompok tersebut lari ke arah belakang gereja, dan dikejar.  Saat berada di belakang gereja, didapati pintu terkunci dan dibuka atas persetujuan pengurus gereja," ujarnya.  

Menurut Panglima, yang mendapat laporan dari Dandim 1705, tidak ada pengrusakan dan korban saat kejadian itu. Panglima mengimbau agar masyarakat jangan terpancing dengan berita sesat yang beredar.  

Sementara itu, Pastor Neles Tebay membenarkan kejadian pengrusakan itu. Namun, ketika ditanyakan lebih lanjut, Pastor Neles Tebay mengatakan penjelasan tentang itu merupakan kewenangan Keuskupan Timika.  

"Benar, ada pengrusakan gereja. Namun, yang tahu pasti tentang pengrusakan ini adalah Uskup Timika, Mgr Jhon Saklil. Silahkan menghubungi beliau," ujar Pastor Neles.  

Bibit Babi 

Sementara itu, berita yang dikutip dari Majalah Selangkah, pada 1 Agustus 2013, masyarakat di Pugodide menerima berita tentang Pembagian Bibit Ternak Babi untuk 10 kelompok sesuai marga/fam yang ada di tiga desa/kampung. Jonatan Bunai Gedeutopaa, anggotaaa TNI yang bertugas di Jayapura, meminta masyarakat yang berdomosoli dalam wilayah tiga desa/kampung di Pugodide berkumpul menerima bibit ternak babi.

Pada tanggal 4 Agustus 2013 pagi, sebelum ibadah Minggu dimulai, Jonatan Bunai didampingi Matias Bunai Odiyaipaa mengantarkan 10 ekor babi betina untuk dibagikan.   

Seusai ibadah Minggu pagi, saat umat Katolik dan Jemaat Kingmi berkumpul menerima bibit babi, kurang lebih 15 orang anggota Pasukan Gabungan TNI/Polri naik mobil berwarna putih mengepung gereja.

Mereka memeriksa setiap sudut gereja, sampai ke atap gereja. Pintu ruang Sakristi Gereja Katolik itu juga dirusak.  

Mereka katanya, mencari senjata gelap yang dimiliki oleh Kelompok Militan di Pugodide. Baik anak-anak laki-laki, anak-anak perempuan, pemuda-pemudi, maupun orangtua seluruhnya diperiksa.  

Dalam pemeriksaan ini, aparat menyita uang Rp 16 juta dan beberapa handphone milik warga. Semua barang yang disita dibawa ke Polres Paniai di Madi, sekitar pukul 15.00 WIT.  

Walau telah merusak Gereja, pasukan Gabungan TNI/Polri belum menemukan sepucuk senjata pun, termasuk amunisi di Kompleks Gedung Gereja Katolik Santa Maria Magdalena. Namun akibatnya, umat Katolik dan jemaat Kingmi merasakan trauma. 

Atas kejadian ini, Pekerja HAM di Paniai mengajukan tuntutan agar Kapolri  memerintahkan Kapolda Papua untuk mencopot Kapolres Paniai dari jabatannya. Para pimpinan Umat Katolik wilayah Papua dan Indonesia (Tingkat Keuskupan), diminta mengadukan hal itu kepada Dewan Gereja Sedunia (Kepausan), agar TNI mempertanggungjawabkan tindakan sewenang-wenang aparatnya.  

Dewan Gereja Sedunia juga diminta segera meminta pertanggungjawaban Kapolres Paniai melalui Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta. Pemerintah Vatican-Roma, Amerika Serikat, Belanda, Australia, Selandia Baru, Inggris dan Indonesia diminta segera bertanggung jawab atas berbagai kasus pelanggaran berat HAM yang telah dan sedang dilakukan oleh Pasukan Gabungan TNI di Tanah Papua sejak 1 Mei 1963.  

Dewan Gereja Sedunia diminta segera desak Dewan HAM PBB kirimkan Tim Pemantau Khusus PBB tentang penyalagunaan kekuatan militer Indonesia (Pembunuhan Kilat dengan menggunakan Senjata Api) dan pelarangan polisi tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum di Tanah Papua untuk percepat proses pelaksanaan dialog antara pemerintah Indonesia dan orang asli Papua. Sumber : www.suarapembaruan.com