Jumat, 23 Agustus 2013

Ketua Majelis Hakim Kasus Cebongan Akui Tekanan Psikologis yang Berat



TEKANAN psikologis terha­dap majelis hakim yang me­nangani kasus pembunuhan tahanan oleh anggota Kopassus di LP Cebongan Yog­yakarta dirasakan semakin nyata dan berat.

Pengakuan itu seperti di­sampaikan Letkol Chk Joko Sasmito, hakim ketua yang memimpin jalannya sidang kasus Cebongan, yang menya­takan ini sebagai kasus yang paling berat yang pernah ia tangani selama menjadi hakim di pengadilan militer. "Ini (kasus Cebongan) paling berat jika saya bandingkan dengan kasus lainnya yang pernah saya tangani," kata Joko Sasmito, saat ditemui seusai memimpin sidang lanjutan kasus Cebongan di Pengadilan Militer (Dilmil) II-11 Yogyakarta, kemarin.
Jika melihat dinamika per­sidangan kasus Cebongan tersebut, banyak kalangan aktivis penegak hukum juga merasa pesimistis akan in­dependensi hakim dan me­nilai putusan nantinya akan subjektif.

Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu Kh mengungkapkan selama mengikuti jalannya persidang­an, majelis hakim tidak tegas dalam menyikapi pengun­juk rasa di luar persidangan yang berorasi. Suasana yang tergambar lain, yaitu adanya penutupan gerbang dan peng­hadangan terhadap oditur mi­liter yang dilakukan kelompok pendukung terdakwa.

"Itu contoh kecil, tapi mem­perburuk reformasi militer yang sedang dilakukan. Jadi saya pesimistis hakim bisa objektif dalam memutuskan perkara Cebongan ini," imbuh Wahyu.

Teguh Soedarsono, Komi­sioner Lembaga Perlindung­an Saksi dan Korban (LPSK) yang menangani para saksi dalam kasus Cebongan, juga mengatakan pesimistis terha­dap objektivitas hakim dalam putusannya nanti.

Teguh yang merupakan purnawirawan itu melihat banyaknya intrik dalam kasus Cebongan ini. "Para saksi yang ditangani LPSK juga didatangi ke LP. Tak hanya itu, ada penghadangan oleh pendukung Kopassus kepada oditur militer."

Saat menanggapi hal itu, hakim ketua Joko Sasmito mengatakan akan memper­timbangkan segala aspek dalam mengambil keputusan. "Semoga mendapatkan pu­tusan yang seadil-adilnya," pungkasnya.

Dalam sidang lanjutan ka­sus Cebongan dengan agenda pembacaan duplik atau tang­gapan replik, kemarin, Kolo­nel Rokhmat, selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa, meminta hakim ketua untuk mengabaikan oditur militer dan membebaskan seluruh terdakwa dari semua tun­tutan. Menurut Rokhmat, replik oditur militer sangatlah rapuh, tidak argumentatif se­cara yuridis dan Rokhmat me­nilai oditur tidak bertanggung jawab secara hukum dalam menanggapi nota pembelaan yang ia sampaikan. (FU/P-2), Sumber Koran: Media Indonesia (23 Agustus 2013/Jumat, Hal 05)