TEKANAN psikologis terhadap
majelis hakim yang menangani kasus pembunuhan tahanan oleh anggota Kopassus di
LP Cebongan Yogyakarta dirasakan semakin nyata dan berat.
Pengakuan itu seperti disampaikan
Letkol Chk Joko Sasmito, hakim ketua yang memimpin jalannya sidang kasus
Cebongan, yang menyatakan ini sebagai kasus yang paling berat yang pernah ia
tangani selama menjadi hakim di pengadilan militer. "Ini (kasus Cebongan)
paling berat jika saya bandingkan dengan kasus lainnya yang pernah saya
tangani," kata Joko Sasmito, saat ditemui seusai memimpin sidang lanjutan
kasus Cebongan di Pengadilan Militer (Dilmil) II-11 Yogyakarta, kemarin.
Jika melihat dinamika persidangan
kasus Cebongan tersebut, banyak kalangan aktivis penegak hukum juga merasa
pesimistis akan independensi hakim dan menilai putusan nantinya akan subjektif.
Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu Kh mengungkapkan selama
mengikuti jalannya persidangan, majelis hakim tidak tegas dalam menyikapi
pengunjuk rasa di luar persidangan yang berorasi. Suasana yang tergambar lain,
yaitu adanya penutupan gerbang dan penghadangan terhadap oditur militer yang
dilakukan kelompok pendukung terdakwa.
"Itu contoh kecil, tapi memperburuk
reformasi militer yang sedang dilakukan. Jadi saya pesimistis hakim bisa
objektif dalam memutuskan perkara Cebongan ini," imbuh Wahyu.
Teguh Soedarsono, Komisioner
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menangani para saksi dalam
kasus Cebongan, juga mengatakan pesimistis terhadap objektivitas hakim dalam
putusannya nanti.
Teguh yang merupakan purnawirawan
itu melihat banyaknya intrik dalam kasus Cebongan ini. "Para saksi yang
ditangani LPSK juga didatangi ke LP. Tak hanya itu, ada penghadangan oleh
pendukung Kopassus kepada oditur militer."
Saat menanggapi hal itu, hakim
ketua Joko Sasmito mengatakan akan mempertimbangkan segala aspek dalam
mengambil keputusan. "Semoga mendapatkan putusan yang
seadil-adilnya," pungkasnya.
Dalam sidang lanjutan kasus
Cebongan dengan agenda pembacaan duplik atau tanggapan replik, kemarin, Kolonel
Rokhmat, selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa, meminta hakim ketua untuk
mengabaikan oditur militer dan membebaskan seluruh terdakwa dari semua tuntutan.
Menurut Rokhmat, replik oditur militer sangatlah rapuh, tidak argumentatif secara
yuridis dan Rokhmat menilai oditur tidak bertanggung jawab secara hukum dalam
menanggapi nota pembelaan yang ia sampaikan. (FU/P-2), Sumber Koran: Media Indonesia (23 Agustus 2013/Jumat, Hal 05)