Senin, 05 Agustus 2013

TNI-Polisi Turunkan Paksa Bendera Mirip GAM



JUM'AT, 02 AGUSTUS 2013 | 13:08 WIB

TEMPO.CO, Lhokseumawe - Sejumlah anggota TNI dan polisi bersenjata lengkap menurunkan paksa sejumlah bendera bintang-bulan yang terpasang di pinggir jalan di Kota Lhokseumawe, Aceh, dini hari, Jumat, 2 Agustus 2013. Penurunan ini diduga terkait kebijakan pemerintah pusat yang melarang warga menaikkan bendera mirip simbol Gerakan Aceh Merdeka itu.

Penurunan secara tiba-tiba tersebut dimulai sekitar pukul 02.26 WIB. Anggota TNI dan polisi bersenjata lengkap menyisir lokasi bendera dikibarkan, seperti di simpang Kuta Blang, Jalan Banda Masen Uteun Bayi, Ujung Blang, dan Ule Jalan di Jalan Samudera hingga ke Pasar Inpres. Aparat mencabut dan menurunkan satu per satu bendera bulan-bintang.

Setelah mencabut bendera, aparat membiarkan tiangnya begitu saja. Bendera tersebut lantas disita aparat. Saat bendera-bendera itu dicabut, anggota TNI dan polisi bersenjata yang dilengkapi atribut antipeluru siaga mengamankan lokasi. Sejumlah warga yang sedang menunggu makan saur, ikut menyaksikan penurunan bendera tersebut.

Hingga hari ini, sejumlah bendera yang sebelumnya bertebaran di beberapa tempat, seperti Kandang, Ule Jalan, Banda Masen Kota Lhokseumawe, tidak terlihat lagi. Sehari sebelumnya, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayor Jenderal Zahari Siregar di Aceh mengatakan, tidak perlu adanya pengibaran bendera mirip dengan bendera GAM tersebut. Panglima siap menurunkan bendera bulan-bintang.

Rencana Aceh memilih lambang bulan-bintang sebagai simbol, sebelumnya memicu polemik. Hal ini bermula dari pengesahan qanun bendera dan lambang Aceh, April lalu. Qanun ini disorot lantaran bendera Aceh dibuat mirip bendera GAM. Padahal, aturan pemerintah jelas melarang simbol daerah memakai lambang gerakan separatis.

Tarik-ulur pengesahan qanun itu terus berkepanjangan. Kedua belah pihak menggelar sejumlah pertemuan untuk mencari titik temu. Awal Mei lalu, Kementerian Dalam Negeri memberi batas waktu 15 hari bagi pemerintah Aceh untuk mengklarifikasi qanun bendera dan lambang Aceh, termasuk bentuk, desain, dan tata cara. Namun, hingga Mei lalu, soal qanun belum juga disepakati. Akhir Juli lalu, kedua pihak sepakat memperpanjang masa negosiasi hingga 14 Oktober 2013.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan sikap pemerintah sudah tegas dalam penerapan qanun atau peraturan daerah mengenai bendera Aceh. ”Bendera itu bendera Gerakan Aceh Merdeka. Bahkan, kalau mirip hanya sebagian saja, pemerintah tetap menolak,” kata Djoko saat ditemui di Istana Negara, pekan lalu.

Menurut dia, ketegasan itu sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 dan Nota Kesepahaman Helsinki. Isinya, menolak penggunaan lambang dan bendera sebagian atau seluruhnya sama dengan gerakan separatis. Djoko mengatakan, masalah qanun Aceh bukan perihal kepemilikan dan bendera atau lambang, tapi terletak pada konsep desain bendera itu sendiri.

Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Abdullah Saleh, mengatakan, pertemuan tertutup dengan Menteri Gamawan Fauzi juga menyepakati perpanjangan masa tenang dari 15 Agustus hingga 15 Oktober 2013. Selama masa tenang, kata Saleh, kedua belah pihak wajib berkomunikasi dan berkompromi untuk menyelesaikan persoalan qanun. Pemerintah pusat berjanji mempercepat proses penyelesaian rancangan peraturan pemerintah dan peraturan presiden terkait Aceh.

Mengenai pengibaran bendera Aceh, Saleh mengatakan pemerintah Aceh tidak akan menaikkan bendera bulan-bintang secara resmi. Pemerintah Aceh pun tidak akan menurunkan bendera bulan-bintang yang telanjur dikibarkan warga. “Kalau diturunkan, khawatir nanti akan meruncingkan masalah.”