JUM'AT, 02
AGUSTUS 2013 | 13:08 WIB
TEMPO.CO,
Lhokseumawe - Sejumlah anggota TNI dan polisi bersenjata lengkap
menurunkan paksa sejumlah bendera bintang-bulan yang terpasang di pinggir jalan
di Kota Lhokseumawe, Aceh, dini hari, Jumat, 2 Agustus 2013. Penurunan ini
diduga terkait kebijakan pemerintah pusat yang melarang warga menaikkan bendera
mirip simbol Gerakan Aceh Merdeka itu.
Penurunan secara tiba-tiba tersebut dimulai
sekitar pukul 02.26 WIB. Anggota TNI dan polisi bersenjata lengkap menyisir
lokasi bendera dikibarkan, seperti di simpang Kuta Blang, Jalan Banda Masen
Uteun Bayi, Ujung Blang, dan Ule Jalan di Jalan Samudera hingga ke Pasar
Inpres. Aparat mencabut dan menurunkan satu per satu bendera bulan-bintang.
Setelah mencabut bendera, aparat membiarkan
tiangnya begitu saja. Bendera tersebut lantas disita aparat. Saat
bendera-bendera itu dicabut, anggota TNI dan polisi bersenjata yang dilengkapi
atribut antipeluru siaga mengamankan lokasi. Sejumlah warga yang sedang
menunggu makan saur, ikut menyaksikan penurunan bendera tersebut.
Hingga hari ini, sejumlah bendera yang
sebelumnya bertebaran di beberapa tempat, seperti Kandang, Ule Jalan, Banda
Masen Kota Lhokseumawe, tidak terlihat lagi. Sehari sebelumnya, Panglima Kodam
Iskandar Muda Mayor Jenderal Zahari Siregar di Aceh mengatakan, tidak perlu
adanya pengibaran bendera mirip dengan bendera GAM tersebut. Panglima siap
menurunkan bendera bulan-bintang.
Rencana Aceh memilih lambang bulan-bintang
sebagai simbol, sebelumnya memicu polemik. Hal ini bermula dari pengesahan
qanun bendera dan lambang Aceh, April lalu. Qanun ini disorot lantaran bendera
Aceh dibuat mirip bendera GAM. Padahal, aturan pemerintah jelas melarang simbol
daerah memakai lambang gerakan separatis.
Tarik-ulur pengesahan qanun itu terus
berkepanjangan. Kedua belah pihak menggelar sejumlah pertemuan untuk mencari
titik temu. Awal Mei lalu, Kementerian Dalam Negeri memberi batas waktu 15 hari
bagi pemerintah Aceh untuk mengklarifikasi qanun bendera dan lambang Aceh,
termasuk bentuk, desain, dan tata cara. Namun, hingga Mei lalu, soal qanun
belum juga disepakati. Akhir Juli lalu, kedua pihak sepakat memperpanjang masa
negosiasi hingga 14 Oktober 2013.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan Djoko Suyanto menyatakan sikap pemerintah sudah tegas dalam penerapan
qanun atau peraturan daerah mengenai bendera Aceh. ”Bendera itu bendera Gerakan
Aceh Merdeka. Bahkan, kalau mirip hanya sebagian saja, pemerintah tetap
menolak,” kata Djoko saat ditemui di Istana Negara, pekan lalu.
Menurut dia, ketegasan itu sudah sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 dan Nota Kesepahaman Helsinki.
Isinya, menolak penggunaan lambang dan bendera sebagian atau seluruhnya sama
dengan gerakan separatis. Djoko mengatakan, masalah qanun Aceh bukan perihal
kepemilikan dan bendera atau lambang, tapi terletak pada konsep desain bendera
itu sendiri.
Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Abdullah
Saleh, mengatakan, pertemuan tertutup dengan Menteri Gamawan Fauzi juga
menyepakati perpanjangan masa tenang dari 15 Agustus hingga 15 Oktober 2013.
Selama masa tenang, kata Saleh, kedua belah pihak wajib berkomunikasi dan
berkompromi untuk menyelesaikan persoalan qanun. Pemerintah pusat berjanji
mempercepat proses penyelesaian rancangan peraturan pemerintah dan peraturan
presiden terkait Aceh.
Mengenai pengibaran bendera Aceh, Saleh
mengatakan pemerintah Aceh tidak akan menaikkan bendera bulan-bintang secara
resmi. Pemerintah Aceh pun tidak akan menurunkan bendera bulan-bintang yang
telanjur dikibarkan warga. “Kalau diturunkan, khawatir nanti akan meruncingkan
masalah.”