Wed, 21/08/2013
- 07:49 WIB
YOGYAKARTA -
Persidangan kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sleman, Yogyakarta, dinilai tidak
obyektif karena hakim, oditur dan para saksi kehilangan nyali. Akibatnya,
proses persidangan seperti keterangan saksi menjadi tidak optimal bahkan
berubah-ubah.
"Wawasan
dan analisis hukum oditur dalam mencermati kasus perkaranya menjadi sempit dan
terkendala. Juga nalar dan keputusan peradilan hukum oleh majelis hakim akan
menjadi tidak nalar, kurang benar dan unfair," kata Inspektur Jenderal
(Purnawirawan) Profesor Teguh Soedarsono, Penanggungjawab Divisi Pemenuhan Hak
Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Selasa, 20
Agustus 2013.
Dia mengira
peradilan hukum kasus pembunuhan empat tahanan sulit untuk obyektif. Teguh juga
mempertanyakan pengamanan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Sebab, pada
kenyataannya para pendukung terdakwa dari anggota Kopassus penyerang LP
Cebongan bertindak semaunya.
Teguh
mencontohkan adanya pendukung terdakwa yang mengintimidasi pemantau peradilan
bahkan menutup gerbang pengadilan untuk memaksa oditur memberikan pernyataan.
Itu terjadi pada Senin, 19 Agustus usai sidang pembacaan replik oleh oditur
Letnan Kolonel Budiharto.
"Ke mana
itu keamanan dan kenyamanan di peradilan oditur dan hakim saja takut apalagi
para saksi," kata Teguh.
Dia menilai,
bahkan para oditur militer dalam proses peradilan hukum secara faktual tidak
berkehendak untuk memanfaatkan aktivitas, dukungan, dan produktivitas kerja
LPSK, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta dan Tim
Psikologi. Mereka berupaya membantu dan
menghadirkan serta menyiapkan kesiapan para saksi untuk memberikan keterangan
di peradilan. Khususnya dalam peran dan kapasitasnya sebagai penegak hukum di
proses peradilan hukum tersebut.
Teguh heran
dengan kondisi ini. Dia menduga ini kondisi ketidakseimbangan hirarki
kepangkatan dari para unsur penegak hukum yang bertugas dalam proses peradilan
hukumtersebut. Atau memang skenario yang ditata sedemikian rupa. Padahal proses
hukum dalam peradilan itu selalu dimonitori oleh unsur pejabat dari Mahkamah
Agung, Komisi Yudisial dan Babinkum TNI. Sumber : www.rimanews.com