Rabu, 14/08/2013
14:38 WIB
Yogyakarta - Penasihat
hukum terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu
Kodik meminta majelis hakim untuk menolak semua dakwaan oditur militer di
persidangan. Tindakan Ucok melakukan eksekusi terhadap empat tahanan titipan
Polda DIY, Diki cs dalam kasus penganiayaan Serka Heru Santoso dan Sertu
Sriyono itu merupakan ekspresi solidaritas korps dan jiwa korsa.
Penasihat hukum
terdakwa yang semuanya adalah anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan
Kartosuro itu juga meminta agar Ucok cs tidak dipecat sebagai anggota TNI.
Hal itu
dikatakan penasehat hukum ketiga terdakwa, Kol (CHK) Rohmad saat membacakan
pledoi di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta di Ringroad timur, Ketandan,
Banguntapan Bantul, Rabu (14/8/2013). Pledoi setebal 183 halaman itu dibacakan
secara bergantian mulai pukul 09.15 WIB hingga 12.30 WIB.
Rohmad
menyatakan ada ikatan batin yang kuat antara Ucok Tigor Simbolon dengan dua
korban kekerasan kelompok Marcel dan Diki. Serka Heru Santoso pernah menjadi atasan
Ucok saat bertugas operasi militer di Papua. Heru pernah menolong Ucok saat
terkena malaria.
Sedangkan Sertu
Sriyono merupakan teman seangkatan saat pendidikan Kopassus di Bandung. Sriyono
juga kolega pelatih beladiri karate dan pernah menyelamatkan Ucok dari ranjau
yang dipasang GAM di Aceh.
Menurut Rohmad,
berdasarkan kesaksian saksi ahli Prof Dr Reza Indragiri SH, Ucok mengalami
stres dissorder setelah mendengar anggota Kopassus disakiti dan dianiaya hingga
tewas oleh kelompok preman. Gangguan jiwa prajurit demikian biasa terjadi di
lingkungan militer terutama anggota pasukan khusus/profesional ketika ada
kolega atau anggota pasukan yang hilang.
"Terdakwa
Ucok Tigor tergoncang jiwanya mendengar dua anggota Kopassus dianiaya. Dia tak
kuasa menahan gejolak jiwanya, yang terpikir bagaimana mencari preman yang
membunuh Heru Santoso dan menganiaya Sriyono. Jiwa korsa dan ikatan korp yang
mendorong Ucok Tigor mencari pelaku," ungkap Rohmad.
Rohmad
menegaskan tindakan para terdakwa sebagai pelanggaran materill hukum pidana
negatif. Sebab masyarakat Yogyakarta dapat menerima dan membenarkan tindak
pidana yang dilakukan Ucok.
"Tidak ada
masyarakat yang mencela. Sebaliknya mendukung tindakan terdakwa. Bahkan, elemen
masyarakat ada yang syukuran atas tindakan Ucok dan kawan-kawan yang telah
membunuh preman. Jika ada yang mencela tindakan Ucok dan kawan-kawan
semata-mata karena beda kepentingan," katanya.
Menurut dia,
tidak ada satupun saksi yang bersaksi di persidangan yang menyatakan sengaja
melakukan penembakan terhadap Diki cs. Bila dalam tuntutan oditur menyatakan
berencana, hal itu bukan kenyataan yang terungkap di sidang.
"Oditur
telah mengabaikan keterangan saksi. Tindakan terdakwa tidak terencana. Jika
terencana, terdakwa satu (Ucok) tidak menghamburkan amunisi dari senjata AK-47.
Terdakwa bisa langsung menembak terdakwa," katanya.
Penasihat hukum
juga mengklaim tindakan terdakwa tidak melanggar perintah atasan karena mereka
tidak meninggalkan tugas. Tiga terdakwa diperbolehkan meninggalkan Gunung Lawu,
tempat Kopassus latihan perang, usai latihan selesai pada hari itu. Namun pada
keesokan harinya harus sudah berada di tempat latihan lagi.
"Terdakwa
satu (Ucok) terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan. Namun dengan alasan
pemaaf yakni para korban merupakan preman yang meresahkan warga dan pelaku
pembunuhan anggota TNI," ujar Rohmad.
Dengan
alasan-alasan tersebut di atas, Rohmad minta majelis hakim membebaskan para
terdakwa dari hukuman penjara maupun hukum tambahan dipecat dari TNI. Pemecatan
akan merugikan TNI pada umumnya dan TNI AD pada khususnya. Sebab untuk mendidik
menjadi seorang anggota pasukan khusus tidak murah biayanya.
"Kemampuan
mereka di atas rata-rata di banding prajurit TNI lainnya," kata Rohmad.
Selain itu,
lanjut dia, para terdakwa juga telah mengakui perbuatannya, perbuatan terdakwa
tidak dicela masyarakat. Para terdakwa juga punya prestasi di bidang militer
dan non militer seperti atlit karate serta punya tanda jasa.
Dalam sidang
sebelumnya, Rabu (31/7) lalu, Oditur militer Letkol (Sus) Budiharto menyatakan
Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik terbukti
melakukan pembunuhan secara sistematis atau berencana sebagaimana diatur dan
diancam Pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Oditur menuntut
pidana penjara terhadap Ucok Tigor Simbolon selama 12 tahun, Sugeng Sumaryanto
10 tahun dan Koptu Kodik 8 tahun. Selain itu, tiga terdakwa dituntut dibebani
hukuman tambahan dipecat sebagai anggota TNI AD. Sumber : www.detik.com