Kamis, 15 Agustus 2013

Penasihat Hukum: Tindakan Ucok Ekspresi Solidaritas Korps



Rabu, 14/08/2013 14:38 WIB


Yogyakarta - Penasihat hukum terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik meminta majelis hakim untuk menolak semua dakwaan oditur militer di persidangan. Tindakan Ucok melakukan eksekusi terhadap empat tahanan titipan Polda DIY, Diki cs dalam kasus penganiayaan Serka Heru Santoso dan Sertu Sriyono itu merupakan ekspresi solidaritas korps dan jiwa korsa.

Penasihat hukum terdakwa yang semuanya adalah anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartosuro itu juga meminta agar Ucok cs tidak dipecat sebagai anggota TNI.

Hal itu dikatakan penasehat hukum ketiga terdakwa, Kol (CHK) Rohmad saat membacakan pledoi di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta di Ringroad timur, Ketandan, Banguntapan Bantul, Rabu (14/8/2013). Pledoi setebal 183 halaman itu dibacakan secara bergantian mulai pukul 09.15 WIB hingga 12.30 WIB.

Rohmad menyatakan ada ikatan batin yang kuat antara Ucok Tigor Simbolon dengan dua korban kekerasan kelompok Marcel dan Diki. Serka Heru Santoso pernah menjadi atasan Ucok saat bertugas operasi militer di Papua. Heru pernah menolong Ucok saat terkena malaria.

Sedangkan Sertu Sriyono merupakan teman seangkatan saat pendidikan Kopassus di Bandung. Sriyono juga kolega pelatih beladiri karate dan pernah menyelamatkan Ucok dari ranjau yang dipasang GAM di Aceh.

Menurut Rohmad, berdasarkan kesaksian saksi ahli Prof Dr Reza Indragiri SH, Ucok mengalami stres dissorder setelah mendengar anggota Kopassus disakiti dan dianiaya hingga tewas oleh kelompok preman. Gangguan jiwa prajurit demikian biasa terjadi di lingkungan militer terutama anggota pasukan khusus/profesional ketika ada kolega atau anggota pasukan yang hilang.

"Terdakwa Ucok Tigor tergoncang jiwanya mendengar dua anggota Kopassus dianiaya. Dia tak kuasa menahan gejolak jiwanya, yang terpikir bagaimana mencari preman yang membunuh Heru Santoso dan menganiaya Sriyono. Jiwa korsa dan ikatan korp yang mendorong Ucok Tigor mencari pelaku," ungkap Rohmad.

Rohmad menegaskan tindakan para terdakwa sebagai pelanggaran materill hukum pidana negatif. Sebab masyarakat Yogyakarta dapat menerima dan membenarkan tindak pidana yang dilakukan Ucok.

"Tidak ada masyarakat yang mencela. Sebaliknya mendukung tindakan terdakwa. Bahkan, elemen masyarakat ada yang syukuran atas tindakan Ucok dan kawan-kawan yang telah membunuh preman. Jika ada yang mencela tindakan Ucok dan kawan-kawan semata-mata karena beda kepentingan," katanya.

Menurut dia, tidak ada satupun saksi yang bersaksi di persidangan yang menyatakan sengaja melakukan penembakan terhadap Diki cs. Bila dalam tuntutan oditur menyatakan berencana, hal itu bukan kenyataan yang terungkap di sidang.

"Oditur telah mengabaikan keterangan saksi. Tindakan terdakwa tidak terencana. Jika terencana, terdakwa satu (Ucok) tidak menghamburkan amunisi dari senjata AK-47. Terdakwa bisa langsung menembak terdakwa," katanya.

Penasihat hukum juga mengklaim tindakan terdakwa tidak melanggar perintah atasan karena mereka tidak meninggalkan tugas. Tiga terdakwa diperbolehkan meninggalkan Gunung Lawu, tempat Kopassus latihan perang, usai latihan selesai pada hari itu. Namun pada keesokan harinya harus sudah berada di tempat latihan lagi.

"Terdakwa satu (Ucok) terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan. Namun dengan alasan pemaaf yakni para korban merupakan preman yang meresahkan warga dan pelaku pembunuhan anggota TNI," ujar Rohmad.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, Rohmad minta majelis hakim membebaskan para terdakwa dari hukuman penjara maupun hukum tambahan dipecat dari TNI. Pemecatan akan merugikan TNI pada umumnya dan TNI AD pada khususnya. Sebab untuk mendidik menjadi seorang anggota pasukan khusus tidak murah biayanya.

"Kemampuan mereka di atas rata-rata di banding prajurit TNI lainnya," kata Rohmad.

Selain itu, lanjut dia, para terdakwa juga telah mengakui perbuatannya, perbuatan terdakwa tidak dicela masyarakat. Para terdakwa juga punya prestasi di bidang militer dan non militer seperti atlit karate serta punya tanda jasa.

Dalam sidang sebelumnya, Rabu (31/7) lalu, Oditur militer Letkol (Sus) Budiharto menyatakan Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik terbukti melakukan pembunuhan secara sistematis atau berencana sebagaimana diatur dan diancam Pasal 340 jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Oditur menuntut pidana penjara terhadap Ucok Tigor Simbolon selama 12 tahun, Sugeng Sumaryanto 10 tahun dan Koptu Kodik 8 tahun. Selain itu, tiga terdakwa dituntut dibebani hukuman tambahan dipecat sebagai anggota TNI AD. Sumber : www.detik.com