JAKARTA - Calon Panglima TNI Jenderal
Moeldoko menegaskan, ia menolak wacana masyarakat dan aktivis HAM agar tentara
yang melakukan pelanggaran pidana diadili di pengadilan umum atau sipil.
Menurutnya, tentara yang melakukan pelanggaran sudah cukup diadili di
pengadilan militer.
"Menurut saya, kita tidak
perlu mengembangkan diskursus tentang peradilan militer menjadi umum untuk pelanggaran
yang dilalaikan prajurit," kata Moeldoko dalam uji kelayakan dan
kepatutan calon panglima TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8).
Komisi I DPR, kemarin, menggelar
uji kelayakan dan kepatutan terhadap Moeldoko. Seluruh fraksi menyetujui
Moeldoko, yang merupakan calon tunggal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
sebagai Panglima TNI mendatang. Pertanyaan soal wacana peradilan umum untuk
tentara diajukan Helmy Fauzi, anggota Komisi I DPR.
Moeldoko mengatakan, keberadaan
pengadilan militer sudah cukup untuk menindak tentara yang melalaikan pelanggaran.
Menurutnya, kebutuhan yang mendesak saat ini justru memperkuat keberadaan
pengadilan militer sehingga putusan hukum bisa memberikan efek jera kepada
para tentara yang melanggar.
"Seperti pengadilan militer
yang digelar untuk penanganan kasus OKU dan LP Cebongan di Yogyakarta. Ketika
kita gelar secara terbuka dan secara transparan, masyarakat menyambut baik
dan tidak ada yang keberatan," ujar Moeldoko.
Dalam kesempatan itu, Moeldoko
juga menegaskan ia tidak akan mengarahkan TNI menjadi kekuatan yang akan
menguntungan bagi salah satu kandidat atau partai. Posisi TNI, kata dia, netral
dalam Pemilu 2014. Sebagai Panglima TNI, dia akan mengambil tindakan jika
tentara kedapatan berpihak pada satu salah kandidat atau partai.
"Saya menjamin TNI tidak
akan lagi kembali ke dwi fungsi seperti di masa lalu," katanya. Terkait
netralitas TNI, lanjutnya, ia telah mengeluarkan peraturan kepada seluruh
jajaran di TNI Angkatan Darat. Peraturan itu dikeluarkan sebab ia pernah
mendapatkan fakta acara TNI disusupi kampanye politik.
Terpisah, Ketua Komisi I DPR
Mahfudz Siddiq mengatakan, sembilan fraksi telah melakukan rapat setelah
menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon tunggal yang diajukan
Presiden Yudhoyono sebagai Panglima TNI. "Seluruh fraksi memberikan
persetujuan," ujarnya.
Mahfudz mengatakan, kesepakatan
yang diambil Komisi I DPR menyetujui Moeldoko sebagai Panglima TNI menggantikan
Laksamana Agus Suhartono akan diteruskan ke pimpinan DPR. Setelah itu, menurut
dia, keputusan itu akan ditetapkan dalam rapat paripurna mendatang.
Sementara itu dalam Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK, Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD), Jenderal TNI Moeldoko akan resmi menjadi Panglima TNI usai menjalani fit and proper test di Komisi I DPR,
memiliki harta kekayaan sekitar Rp 36 miliar. Harta Moeldoko yang dilaporkan
KPK pada 25 April 2012 mencapai Rp 32.485.223.702 dan US$ 450.000 senilai Rp
4,5 miliar. Dikurangi utang sebesar Rp 300 juta, total nilai harta kekayaannya
sekitar Rp 36 miliar. Harta kekayaan antara lain berupa tanah dan bangunan di
Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bekasi, Pasuruan, Pontianak, dan Bogor yang
bernilai Rp 22,133 miliar. (Ruhut
Ambarita), Sumber Koran: Sinar Harapan (22 Agustus 2013/Kamis, Hal 03)