Jakarta, Pengamat militer dari Universitas
Pertahanan Indonesia (Unhan) Bantarto Bandoro menyarankan agar Pemerintah
Indonesia lebih mengutamakan membeli dan memproduksi alat utama sistem senjata
(Alutsista) dalam negeri. Kemandirian Alutsita dalam negeri dapat menghilangkan
tingkat ketergantungan pembelian persenjataan dari luar negeri.
"Pembelian senjata dari negara-negara maju
harus lebih selektif bila pengadaan Alutsista dalam negeri tidak
tersedia," ujar Bantarto kepada Pelita kemarin.
Sampai saat ini, diakui Bantarto, kebutuhan
Alutsita yang diproduksi dalam negeri masih belum maksimal. Padahal kebutuhan
tersebut perlu segera dimiliki oleh TNI. "Pemerintah harus terus menerus
memberdayakan dan mengutamakan persenjataan dalam negeri," kata Bantarto.
Bantarto menambahkan, perlunya memiliki pertahanan
yang kuat dengan dukungan Alutsita yang modern karena negara-negara tetangga
seperti Singapura dan Malaysia sudah sedemikian maju pesat dalam kepemilikan
senjata modern.
"Persenjataan Indonesia dibanding
negara-negara tetangga sudah sangat terbelakang," ujarnya.
Direktur Utama PT Pindad, Adik Avianto Soedarsono
mengatakan dengan kemandirian alutsista maka Indonesia tidak akan tergantung
kepada negara lain. "Jadi dalam masa-masa konflik atau genting, kita tidak
lagi tergantung kepada negara lain. Kalau diembargo kita sudah bisa
memperbaharui dan memproduksi sendiri," ujarnya.
Di mata Adik, kemandirian alutsista akan
menciptakan posisi tawar yang bagus bagi Indonesia. Dengan industri yang mampu
memperharui alutsista sendiri, tandas dia, diyakini Indonesia akan lebih kuat
secara politik. "Kalau tidak kuat, kita akan seperti Irak. Setelah
dihancurkan, ya tidak bisa apa-apa. Tapi kalau seperti Iran, F-14 diembargo,
mereka masih bisa terbang sendiri. Saya kira itulah kepentingan Pindad di
Indonesia. Kepala Divisi Persenjataan PT. Pindad, Ade Bagja menilai, program
revitalisasi tersebut menjadi tantangan sendiri bagi pihaknya untuk memenuhi
kebutuhan pertahanan nasional. "Revitalisasi adalah program Kementerian
Pertahanan (Kemhan) yang merupakan program pemerintah juga dan sebetulnya
dengan adanya program ini kami ditantang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang ada," ujar Ade.
Sementara, Asistensi Bidang Kebijakan Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Said Didu menjelaskan, ada kebanggaan
karena Indonesia bisa mendukung pemenuhan kebutuhan pesawat untuk keperluan
militer dan sipil.
"Mereka bangga Indonesia itu sudah menjadi
poros untuk penyiapan alat misi persenjataan dan pertahanan. Sehingga
negara-negara di kawasan senang apabila Indonesia muncul sebagai produsen
produk berteknologi tinggi terutama industri pertahanan," ucap Said Didu.
Dikutip dari laman Global firepower perbandingan kekuatan militer negara serumpun Indonesia-Malaysia.
INDONESIA
Peringkat 13 ,
Tentara 438.410 orang
kendaraan lapis baja 400
Pesawat militer 444
Helikopter 187
Index AL 150
kapal militer 139
Anggaran militer US$ 5,2 miliar.
MALAYSIA
Peringkat 33.
80 ribu tentara
kendaraan lapis baja 69
Indeks 55
kapal militer 40
Anggaran militer US $ 4,2 miliar.
Catatan;
Kekuatan perang Malaysia terbantu oleh aliansi dengan beberapa negara seperti
Australia, Selandia Baru, Inggris, dan Singapura. (zis), Sumber Koran: Harian Pelita (01 Juli 2013/Senin, Hal. 17)