Senin, 29 Juli 2013

Selamatkan Produk Militer Bersejarah


UPAYA penyelamatan maupun koleksi produk-produk militer bersejarah banyak dilakukan di dunia, yang umumnya lebih untuk kepentingan inventaris museum serta hobi para kolektor. Hal tersebut tampaknya masih dilakukan di Indonesia, sebagai upaya memperkaya koleksi sejarah bangsa dan negaranya.

SALAH satu upaya penyelamatan produk militer bersejarah, adalah upaya rekondisi kendaraan lapis baja pengangkut personel (armoured personel carrier/APC) BTR-152/Type 56 eks TNI-AL Marinir. Ini dilakukan oleh kolektor sekaligus penggemar produk-produk kendaraan lawas, Mayor TNI-AU Heri Heryadi, di mana kendaraan BTR-152/Type 56 itu kini mulai diperbaiki pada bengkel miliknya di Jl Gunung Batu, Bandung.

Menurut Heri, kendaraan lapis baja dimaksud mulai diperoleh sekitar dua bulan lalu. Ini dengan menyelamatkan dari total empat buah unit yang akan dilebur menjadi besi tua oleh seorang pengusaha di Tanjung Priok Jakarta pada Januari 2013 lalu.

Kendaraan lapis baja angkut pasukan tersebut, sudah tak terdapat lagi senapan otomatis yang menjadi kelengkapannya. Berdasarkan ketentuan untuk keperluan sipil, senjatanya sudah harus dicopot terlebih dahulu.

Tak hanya itu, katanya, di lokasi yang sama juga ada sekitar 20-an unit kendaaran eks militer Indonesia lainnya yang dilebur. Antara lain truk Zil-157, yang biasa menjadi sarana peluncur roket Katyusha buatan Uni Soviet sisa zaman Orde Lama lalu.

Disebutkan, jika diperoleh biayanya yang mencukupi, rekondisi kendaraan lapis baja itu akan dapat selesai selama dua bulan. Soal suku cadang, masih cukup banyak dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan untuk kendaraan lain. "Rekondisi kendaraan lapis baja angkut pasukan ini, lebih berdasarkan keperluan penyelamatan produk militer bernilai sejarah. Diharapkan, nantinya akan dapat menjadi salah satu koleksi untuk referensi sejarah produk militer yang pernah digunakan militer Indonesia," ujar Heri.

Heri juga menunjukan surat keterangan yang dikeluarkan Bintaldam III/Siliwangi yang ditandatangani Kabalakjarah Mayor TNI-AD IB Pinatih, kendaraan tersebut dengan nama BTR-56 yang intinya berasal dari produk yang sudah tak terpakai lagi dan diperoleh dari Tanjung Priok. Nantinya, kendaraan tersebut akan digunakan untuk keperluan operasional aset sejarah di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung/Komunitas Historia van Bandoeng.

NAMUN berdasarkan pengamatan "PK", penyebutan APC bersangkutan dengan nama BTR-56 oleh pihak TNI, sebenarnya cukup membingungkan. Soalnya, jika  dirunut berdasarkan referensi dari keluaran pabriknya, nama BTR-56 belum pernah ada.

Nama produk APC yang dimaksud aslinya bernama BTR-152 buatan Uni Soviet, yang, diproduksi tahun 1950-1962 sebanyak sekitar 15.000 unit, dan kini masih banyak dioperasikan. Namun ada pula produk tiruannya buatan Republik Rakyat Cina (RRC) dengan nama Type-56, yang merupakan lisensi dari aslinya BTR-152A.

Jika dicoba dikaitkan kebiasaan awam di Indonesia, termasuk sebagian kalangan militer sendiri, boleh jadi BTR-56 yang sedang direkondisi oleh Mayor Heri Heryadi itu sebenarnya bernama Type 56. Produk-produk APC maupun senjata api buatan RRC, sempat banyak masuk ke Indonesia semasa pemerintahan Presiden Soekarno sekitar mulai tahun 1962 menyusul produk-produk asli buatan Uni Soviet.

Produksi BTR-152 dilakukan Uni Soviet berdasarkan ilham APC half traek produk SdKfz 251 buatan Nazi Jerman dan M-3 buatan Amerika pada Perang Dunia II, yang kedua-keduanya pada bagian belakang menggunakan roda berantai seperti tank. Yang membedakan, BTR-152 didesain sesuai kebutuhan medan Uni Soviet juga dapat digunakan untuk medan tropis, sehingga bagian belakang menggunakan ban karet.

Prototipe BTR-152 mulai dilakukan pada tahun 1946 namun secara massal mulai dilakukan tahun 1950, dengan dilakukan menggunakan chasis truk ZiS-151, Namun produk BTR-152 dikenal luas mulai konflik di Timur Tengah tahun 1956, karena banyak digunakan pasukan Mesir dan Suriah yang berperang menghadapi Israel.

BTR-152 maupun Type 56, sama-sama memiliki kapasitas angkut personel 18 orang, di luar dua awaknya. Lapisan bajanya antara 4 mm sd 15 mm yang berbeda pada setiap bagian, dengan dirancang tahan tembakan peluru sampai kaliber 12,7 mm baik versi blok NATO 12,7 mm x 99/.5O BMG), maupun versi Pakta Warsawa dari 12,7 mm x 108.

Armamennya aslinya terdiri sebuah senapan mesin berat DShK 1938/46 (kaliber I2,7mm x 108, kapasitas 500 butir), yang ditempatkan pada bagian atas ruang komandan. Juga ada dua buah senapan mesin serba guna SGMB (7,62mm x 39, kapasitas 1.250-1.750 butir), yang terdapat pada bagian samping.

Namun dapat pula dipasangi senjata anti serangan udara ZPU-2 dan ZPU-4 (kaliber 14,5mm). Namun di sejumlah negara yang juga menggunakan produk NATO, misalnya di Indonesia, BTR-152/Type 56 dapat pula dipasangai senapan mesin Browning M2HB (i2,7mm x 99), atau kanon Oerlikon 20 mm.

Mesinnya adalah ZiS-123 6 silinder dengan kemampuan 110 tenaga kuda pada 3.000 rpm, namun pada bagian karet engine mounting, terdapat logo produk Mercedes Benz. BTR-152/Type 56 memiliki kapasitas bahan bakar 300 liter, dengan jarak operasional sampai 650 km dengan kecepatan maksimal 75 km/jam.

Produk BTR-152 juga dibuat pula oleh Jerman Timur untuk memperkuat Pakta Warsawa pada tahun 1960-an dengan nama SPW-152, yang oleh pihak NATO dijuluki "Iron Pig". Bedilnya, SPW-152 menggunakan lagi lempengan baja untuk menutupi celah pada bagian roda belakang, dengan juga ada versi lain untuk ambulans.

Pengguna BTR-152: Uni Soviet/Rusia, Afghanistan, Albania, Aljazair, Angola, Bulgaria, China (Type 56), Cyprus, Ethiopia, Eritrea, Guinea Tengah, Rep. Ceko, Jerman Timur, Mesir, Kamboja (Type 56), Finlandia, Kongo, Kroasia, Kuba, Guinea, Guinea-Bissau, Indonesia, India, Hongaria, Iran, Irak, Israel, Libanon, Laos, Mali, Mongolia, Mozambik, Nikaragua, Korea Utara (BTR-152 dan Type 56), Polandia, Rumania, Seychelles, Sri Lanka, Sudan, Suriah, Tanzania, Uganda, Vietnam, Yaman, Yugoslavia/Serbia, dan Zimbabwe (Type 56). (Kodar Solihat/"PR"), Sumber Koran: Pikiran Rakyat (29 Juli 2013/Senin, Hal 12)