Rabu, 31 Juli 2013

SBY Disadap Inggris, Eks Perwira Intelijen: Mestinya Ganggu Balik



30/07/2013 11:18


Liputan6.com, Jakarta: Ini era perang teknologi. Semestinya intelijen Indonesia mampu melakukan jamming dan mengganggu balik penyadap Presiden SBY. Demikian pendapat mantan perwira Direktorat B Urusan Luar Negeri Badan Intelijen Stategis (Bais) TNI Mayjen TNI Purn Glenny Kairupan.

Kasus penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan puncak G20 di London, Inggris pada 2009 silam mencuat setelah media Sydney Morning Herald melaporkan Australia mendapat keuntungan dari aksi mata-mata itu.

Menanggapi hal ini, Glenny yang kini menjadi analis politik mengemukakan, penyadapan terhadap pembicaraan SBY mungkin saja terjadi, karena merupakan sinergi antarnegara persemakmuran.

"Kalau dilihat aktor politiknya adalah melibatkan Inggris dan Australia, dan juga Amerika Serikat, sangat mungkin memang ada kepentingan seperti itu," kata Glenny yang juga di Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Glenny yang pernah menjadi pengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu mengemukakan, saat ini adalah era perang teknologi. Sehingga dalam konteks itu, dibutuhkan kemampuan untuk melakukan pengamanan. Bisa mengganggu balik pihak komunikasi pihak penyadap.

"Kita juga mesti mampu untuk melakukan jamming dan mengganggu komunikasi pihak yang menyadap," ujarnya.

Sewaktu era pemerintahan Presiden Soeharto, lanjut dia, pengamanan terkait pembicaraan rahasia dan penting seorang kepala negara dilakukan oleh Badan Intelijen Strategis (Bais).

"Namun, apakah peran itu masih ada. Saya juga tidak mengetahui secara persis," ucap Glenny yang juga pernah menjadi teman 1 angkatan dengan SBY saat di Akmil pada 1973.

Dia mengakui Kota London, Inggris terkenal dalam dunia sadap-menyadap dalam kaitan intelijen dan diplomatik. Sehingga tidak mengherankan muncul peristiwa yang menimpa kepala negara Asia, termasuk SBY.

Mengenai bagaimana mengantisipasinya, Glenny mengemukakan pentingnya simpul-simpul pengamanan presiden. Dan meyakinkan bahwa pembicaraan melalui telepon hendaknya dilakukan hanya untuk yang disebutnya 'janjian ketemu di suatu tempat'.

"Jadi, pembicaraan telepon tidak pada konten atau substansi strategis. Itu paling tidak (merupakan) upaya untuk menghindari substansi pembicaraan strategis disadap," tutup Glenny.

Penyadapan

Laporan intelijen menyebut hasil penyadapan itu digunakan untuk mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk pula dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di Dewan Keamanan PBB.

KTT G20 di London juga disebut-sebut dalam bocoran rahasia mantan karyawan kontraktor pertahanan AS Edward Snowden. Seperti dimuat CNN, dokumen tersebut menunjukkan Government Communications Headquarters (GCHQ) Inggris menggunakan kemampuan intelijennya untuk mencegat panggilan yang dilakukan anggota delegasi G20 dalam pertemuan di London.

GCHQ juga membuat kafe internet untuk para delegasi, dalam rangka membajak surat elektronik (email) dan menangkap kata-kata kunci -- yang membuat agen intelijen bisa membaca email para delegasi dan memonitor penggunaan komputer mereka dengan key-logging software. "Lalu, menyediakan pilihan aksi terhadap mereka bahkan setelah konferensi berakhir."

GCHQ di Amerika Serikat setara dengan Badan Keamanan Nasional (NSA), dinas intelijen komunikasi yang kerjanya sangat rapi dan punya kerahasiaan tingkat tinggi.

Guardian juga melaporkan NSA berusaha menguping pembicaraan Presiden Rusia saat itu Dmitry Medvedev selama konferensi, saat panggilan teleponnya melewati hubungan satelit ke Moskow.