JAKARTA,
KOMPAS - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat melihat bahwa komitmen
terhadap demokrasi tidak bisa ditarik kembali. Walaupun masih ada masalah,
seperti kesenjangan ekonomi, komitmen TNI AD adalah membangun masyarakat yang
sejahtera dan negara yang stabil.
Hal ini disampaikan Kepala Staf TNI AD Jenderal
Moeldoko dalam acara Silaturahmi KSAD dengan Komponen Bangsa, di Balai Kartini,
Jakarta, Senin (8/7). Hadir dalam acara itu sejumlah tokoh bangsa dari berbagai
kalangan dan latar belakang, seperti KH Ma'ruf Amin, Amien Rais, Adhyaksa
Dault, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Tantowi Yahya, Sutan Bathoegana, dan
Setiawan Djodi.
Moeldoko mengatakan, pada masa sekarang, tidak bisa
lagi TNI AD mengendalikan informasi. Menurut Moeldoko, Indonesia tidak akan
lagi menarik komitmennya terhadap demokrasi dan masyarakat terbuka. Keterbukaan
itu bisa terlihat dari keterbukaan atas informasi, transparansi, serta
kebebasan berbicara dan berkumpul.
Di sisi lain, perjalanan sebuah negara kerap
mengalami instabilitas. Masalah kesenjangan ekonomi menjadi sorotan. Namum, ia
menilai, saat ini adalah bagaimana membangun masyarakat yang sejahtera dalam
negara yang stabil. "Kestabilan demokrasi itu lebih panjang umurnya dari
kestabilan ekonomi," kata Moeldoko.
Pentingnya
jujur
Moeldoko melihat, pentingnya saling bertukar
informasi dengan jujur. Ia menjelaskan tentang generasi keempat perang di mana
kancah pertempuran tidak lagi di medan perang secara fisik, tetapi ada di
bidang ekonomi, ideologi, politik, dan budaya. Pelakunya adalah aktor-aktor non
negara dan tindakan mereka menimbulkan krisis kontemporer. "Walau pun
kalau dirujuk lebih jauh, di belakang aktor non negara juga ada negara,"
katanya.
Menghadapi generasi keempat perang itu, TNI AD
mengaku terus waspada. Moeldoko mengajukan, dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004 tentang TNI ada Operasi Militer Selain Perang yang di antaranya pembinaan
tentorial dan membantu pemerintah daerah. Kedua hal itu adalah wadah TNI AD
untuk memahami rakyat. "Jangan takut itu jadi seperti Dwifungsi ABRI (di
era Orde Baru). Saya yakinkan, tidak," katanya.
Menanggapi Moeldoko. Ma'ruf Amin sebagai Ketua
Majelis Ulama Indonesia mengatakan, akar dari kerukunan di Indonesia adalah
kerukunan beragama. Oleh karena itu, harus dibina terus dalam kerangka politik,
kearifan lokal, dan teologis sebagai landasan utama.
Sementara tokoh adat Betawi. Ridwan Saidi,
mendukung TNI AD melaksanakan operasi militer selain perang. Ia mengatakan, hanya
ada ruang sempit bagi TNI menempatkan dirinya antara stabilitas dan keterbukaan
politik. "Kami harapkan TNI, rakyat tak berharap lagi pada partai,"
katanya.
Harapan pada TNI juga disampaikan Adhyaksa Dault
yang mengatakan, elite politik terlalu banyak memikirkan partai dari pada
negara. Ia juga mendukung TNI lebih berperan karena hanya TNI yang kini
mengusung komitmen negara kesatuan dengan jelas. (EDN), Sumber : Kompas, Selasa, 9 Juli 2013/hal. 5