YOGYAKARTA, Para saksi kasus penyerangan Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, memberikan keterangan
yang berbeda antara apa yang mereka sampaikan di berkas acara pemeriksaan dan
di persidangan. Selain itu, pernyataan mereka juga berbeda dengan kesaksian
para saksi sebelumnya.
Hal ini terungkap dalam persidangan dengan agenda
pemeriksaan delapan saksi untuk berkas perkara kesatu dengan terdakwa Serda
Ucok Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik, Senin (15/7), di
Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Delapan saksi itu adalah AR (saksi 31),
IB (saksi 32), US (saksi 33), SD (saksi 34), YS (saksi 35), AK (saksi 36), ANW
(saksi 37), dan JMR (saksi 38).
Salah satu keterangan yang berubah di persidangan
adalah soal adanya seruan atau perintah kepada para tahanan untuk bertepuk
tangan setelah penembakan. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), AR
menyampaikan setelah penembakan pelaku berkata "selamat, kalian bisa menikmati
hidup, tepuk tangan", tetapi di depan majelis hakim, ia mengatakan tidak
ada perintah tersebut.
"Saya tidak dengar (perintah). Saya hanya
dengar suara tepuk tangan," ujar AR.
Hal serupa juga disampaikan IB yang mengaku
pernyataannya di BAP tidak benar. "Kenapa dulu cerita ada perintah setelah
penembakan?" kata Ketua Majelis Hakim (Letkol) Chk Joko Sasmito. IB
menjawab, saat kejadian ia takut dan hanya ikut-ikutan temannya bertepuk
tangan.
Sama seperti AR dan IB, saksi 35, YS, yang
sebelumnya menyampaikan ada perintah untuk bertepuk tangan, akhirnya merevisi
pernyataannya sama seperti saksi-saksi lainnya. "Saat itu pikiran saya
masih kacau, capai, dan kurang tidur. Saya enggak dengar ada perintah."
ungkapnya.
Secara beruntun dua saksi lain, AK dan ANW. juga
merevisi pernyataan mereka di BAP terkait dengan perintah bertepuk tangan. AK
mengatakan enggak ada perintah, sedangkan ANW mengaku tidak mendengar perintah
tersebut.
Kemarin, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dalam jumpa
pers di Dewan Pers, Jakarta, mengatakan, sejumlah wartawan mengalami
beragam jenis intimidasi dalam sidang kasus Cebongan yang dipantau Komnas HAM.
"Kami mendukung peradilan militer yang adil bagi semua pihak, yakni
terdakwa dan korban," kata Noor Laila. (ONG/ABK), Sumber Koran: Kompas (16 Juli 2013/Selasa, Hal. 05)