Senin, 15 Juli 2013
JAKARTA (Suara
Karya): Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau lebih dikenal dengan pesawat tanpa
awak mulai diproduksi tahun ini oleh industri pertahanan dalam negeri. TNI
Angkatan Udara telah memesan tiga unit PUNA dari PT Dirgantara Indonesia.
"Tahun ini
sudah dipesan tiga unit dari TNI AU," ujar Direktur Teknologi dan
Pengembangan Enginerring PT DI, Andi Alisjahbana dalam siaran pers PT DI yang
diterima wartawan di Jakar-ta, Sabtu (13/7). Pada hari yang sama, PT DI
menyerahkan 1 unit Helikopter Bell 412 EP hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur kepada TNI Angkatan Darat di Hanggar Rotary Wing PT DI. Helikopter ini
senilai Rp 120 miliar.
Pesawat tanpa awak
yang dipesan TNI AU, spesifikasinya low boom, bentang sayap 6,34 meter, berat
60 kilogram, berat muatan 25 kilogram, sistem prolusi mesin bensin dua tak,max
22 HP, muatan kamera video.
Semantara, lepas
landas 130 kilogram, kecepatan jelajah 55 Knot, ketahanan terbang 4 jam, jarak
jelajah 200 kilometer, ketinggian 12.000 ft, jarak lepas landas 300 meter,
tempat pendaratan darat, dan sistem kendali manual maupun autopilot.
Andi mengungkapkan
pemesanan dari TNI AU akan terus berkembang hingga mencapai target awal satu
skuadron. Pesawat tanpa awak akan dioperasikan untuk pengintaian dan pengawasan
di wilayah perbatasan negara.
Pengerjaan PUNA merupakan
sinergi PT DI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT LEN.
Sinergi itu akan menghasilkan pesawat yang membantu mengatasi permasalahan
senjata militer di TNI.
"Ini merupakan
solusi karena dapat digunakan sebagai pengawasan darat selain itu teknologi
kamera dapat mengambil data dan mengirimkannya di darat, maka dari itu pesawat
tanpa awak ini akan dikembangkan dalam kedepannya," kata Andi.
Diminati Asean
Selain
menyelesaikan pemesanan pesawat tanpa awak, PT DI juga memproyeksikan pembuatan
pesawat patroli dan angkut CN-235 dan CN-295. Pesawat ini berdasarkan pesanan
Malaysia, Thailand dan Filipina, jika kontrak itu terealisasi.
"Di antara
ketiga proyeksi itu, kemungkinan besar, yang segera terealisasi yaitu dengan
Filipina. Pasalnya masih dalam proses tender," ujar Direktur bidang
Kualitas merangkap Manager Komunikasi PT DI, Sonny Saleh Ibrahim.
Proyeknya,
pembuatan dua unit CN 235 NPA dengan nilai sekitar 31-33 juta Dollar Amerika
Serikat (AS) per unit. Lalu, dua unit CN 295, yang nilainya sekitar 36 juta
Dollar AS per unit.
Rencana pemesanan
dari Thailand, lanjut Sonny, dua unit pesawat CN-295. Peruntukannya adalah bagi
Thailand Royal Police. Negara itu ingin memperkuat armada kepolisiannya.
Negara ASEAN
lainnya, yaitu Malaysia juga siap menjalin kerjasama dengan PT DI. Bentuknya
yaitu modifikasi CN 235 sport menjadi CN 235 NPA. Nilai kontrak modifikasi itu
sekitar 8-10 juta dolar AS per unit. Selain modifikasi, Malaysia pun siap
memesan 3 unit CN 235 NPA.
Seiring geliat
pemesanan, kata Sonny, PT DI memproyeksikan peningkatan nilai kontrak untuk
pembuatan pesawat terbang, service pesawat, pemesanan komponen, dan pembuatan
alat utama sistem senjata (alutsista).
"Proyeksi
kami, senilai Rp 4,24 triliun. Harapannya, senilai Rp 3,89 triliun merupakan
pemesanan dan pembuatan pesawat. Sisanya Rp 342 miliar, merupakan hasil bisnis
service pesawat, pemesanan komponen, dan alutsista engineering," jelas
dia.
Sonny mengharapkan
50 persen nilai kontrak sebesar Rp 4,24 triliun itu dari beberapa negara Asia
Pasifik. "Tahun ini, proyeksi komposisi kontrak tidak sama dengan tahun
lalu. Pada 2012, mayoritas kontrak dari dalam negeri," ujarnya.
Nilai kontrak Rp
4,24 triliun itu merupakan kontribusi pembuatan pesawat CN 295, NC 212, CN 235,
serta helikopter jenis Bell atau Puma. "Untuk lainnya, seperti aircraft
service, harapannya sebesar Rp120 miliar. Lalu, pembuatan komponen pesawat
komersil Rp 150 miliar. Sedangkan alutsista engineering Rp 72 miliar,"
papar dia. (Feber S)