KAMIS, 11 JULI 2013
| 14:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku dikritik Mahkamah Agung
(MA) atas sejumlah pernyataannya terkait persidangan Cebongan. Dia membantah
berupaya mempengaruhi jalannya persidangan kasus itu.
“MA mengkritisi
sikap saya karena dianggap dapat mengganggu kemerdekaan peradilan. Saya ingin
mengatakan, kami justru ingin membantu MA dan Pengadilan Cebongan,” ujar Denny
melalui keterangan pers yang diterima Tempo, Kamis, 11 Juli 2013. Menurut dia, informasi soal
intimidasi yang terjadi pada wartawan peliput sidang Cebongan tidak boleh
didiamkan.
“Itu sebabnya saya
ikut berbicara dan memberikan catatan atas proses persidangan,” kata Denny.
Dengan melakukan pengawasan, Denny menjelaskan, masyarakat ingin mendukung agar
proses peradilan berjalan dengan fair, tanpa intimidasi, dan fokus pada masalah
utama, yaitu pembunuhan keji dan berencana yang tidak dapat ditoleransi dengan
alasan apa pun.
“Saya sangat
menghormati prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Justru karena itu kami
ingin memastikan kewibawaan pengadilan tidak dikebiri oleh proses pengadilan
yang penuh intimidasi serta tidak fokus pada inti masalah pembunuhan
berencana,” ujar Denny. Pantauan kritis media massa, lembaga hukum, dan juga
lembaga swadaya masyarakat diharapkan tidak dilihat sebagai intervensi. “Tetapi
disikapi sebagai kontribusi kami agar pada akhirnya keadilan betul-betul menang
melalui putusan pengadilan Cebongan.”
Sebelumnya,
jurnalis Kompas dan Tribun Yogyakarta mendapat tekanan dari pengacara terdakwa
kasus Cebongan. Jurnalis kedua media itu mengaku mendapat tanggapan dari ketua
tim pengacara, Kolonel Rochmad, yang tidak senang atas pemberitaan mereka yang
menyudutkan terdakwa. Bahkan, Koordinator Masyarakat Pemantau Media (MPM) Lucas
Ispandriarno mendapat ancaman serius saat memandu acara di sebuah stasiun
radio.
Markas Besar TNI
Angkatan Darat membantah adanya upaya penekanan terhadap jurnalis yang meliput
persidangan kasus Cebongan di Pengadilan Militer Yogyakarta. "Tidak benar
itu, saya sudah cek," kata Kepala Dinas Penerangan Mabes AD, Brigadir
Jenderal Rukman Ahmad, saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Juli 2013.
Rukman mengaku
telah menghubungi Kolonel Rochmad untuk meminta konfirmasi. Rukman menyebut
Rochmad memang menghubungi jurnalis Kompas. Namun, dia membantah telah terjadi
intimidasi. Rochmad, kata Rukman, justru balik menuding jurnalis Kompas yang
keliru menulis berita. Bahkan, dari harian Kompas sudah mengakui kesalahan
pemberitaan. "Walhasil, harian Kompas telah meralat berita keesokan harinya."
(SUBKHAN)