Senin, 01 Juli 2013

Pengadilan Tak Kondusif_10 Saksi Kasus Cebongan Direkomendasi Pakai Video Telekonferensi


YOGYAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban telah menguji coba pemakaian video telekonferensi untuk pemeriksaan saksi kasus penyerangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta. Penggunaan fasilitas ini diharapkan membantu para saksi dalam pengungkapan fakta-fakta kebenaran materiil di persidangan sehingga hukum bisa ditegakkan.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Maris Semendawai mengatakan, keputusan pemanfaatan video te­lekonferensi memang berada pada majelis hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Namun, LPSK berharap majelis hakim memperhatikan kepentingan yang lebih besar.

"Kondisi para saksi benar-benar dalam ancaman yang luar biasa, mereka mengalami stres dan trauma akibat penyerangan di LP Cebongan bulan Maret lalu. Selain itu, kondisi persidangan juga terlalu dekat dengan pengunjung dan pengunjuk rasa," ujarnya, akhir pekan lalu, di Yogyakarta.

Menurut Abdul, dalam beberapa kali persidangan terlihat situasi dan kondisi sekitar Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta tidak kondusif. Ia mencontohkan, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila yang sempat dicaci maki massa dan spion mobilnya dipukul. Karena itu, pemanfaatan video telekonferensi menjadi semakin mendesak.

Jika persidangan tetap dipaksakan seperti selama ini, Abdul khawatir para saksi tidak bisa memberi keterangan dengan benar. Dalam Undang-Undang Nomor 13" Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban dimungkinkan saksi diperiksa tanpa ha­rus dihadirkan langsung.

"Kalau memang ada saksi yang siap hadir di persidangan tidak masalah, tetapi kami tetap akan menyiapkan fasilitas video tele­konferensi bagi mereka yang ti­dak siap hadir sesuai rekomendasi para psikolog," ujarnya.

Dari total 42 saksi kasus Ce­bongan, ada 10 saksi yang direkomendasikan tim psikolog LPSK untuk menggunakan video telekonferensi dalam pemeriksa­an. LPSK telah meminta ijin kepada Ketua Muda Pengadilan Mi­liter Mahkamah Agung dan Kepala Pengadilan Militer II-11 Yog­yakarta.

Didampingi
Anggota LPSK, Teguh Soedarsono, mengatakan, LPSK dan tim psikolog akan mendampingi 42 saksi yang berada dalam perlindungan LPSK dalam setiap pemanggilan oleh Oditur Militer II-11 Yogyakarta. Menurut rencana, pemanggilan para saksi akan berlangsung pada 2-4 Juli 2013.

Sementara untuk para saksi terlindung LPSK yang merasa siap bersaksi langsung di Peng­adilan Militer, mereka tetap akan dikawal oleh jajaran Polda DIY.

"Untuk saksi terlindung LPSK yang masih stres dan trauma, kami sarankan untuk menggu­nakan peranti atau media tele­konferensi yang telah disiapkan atau bila memungkinkan majelis hakim bisa mendatangi dan memeriksa para saksi tersebut secara langsung di tempat lain. Un­tuk hal ini, akan disiapkan satu ruangan di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta," katanya.

Menurut pengacara senior Kamal Firdaus, "Telekonferensi baru boleh digunakan apabila ada ancaman yang sangat besar terhadap saksi. Jadi, kalau hanya trauma, stres, atau depresi, di Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban tidak disebutkan. Sekarang kita tidak tahu ancaman yang sangat besar itu dari mana?" (ABK), Sumber: Koran Tempo (01 Juli 2013/Senin, Hal. 03)