Jumat, 12 Juli 2013

Kemhan Raih Opini WTP dengan Paragraf Penjelasan


JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP) atau catatan atas laporan keuangannya untuk tahun 2012. Pemeriksaan laporan keuangan Kemhan tahun 2012 dilaksanakan sejak tanggal 30 Januari 2013 hingga 30 Mei 2013 oleh 51 anggota tim Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hasil pemeriksaan lapo­ran keuangan Kemhan disampaikan Ketua BPK Hadi Poernomo kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro pada acara Penyerahan Laporan Ha­sil Pemeriksaan Atas Lapor­an Keuangan Kementeri­an/Lembaga Tahun 2012 di Auditorium BPK, Jakarta, Senin (17/6) lalu.

Penilaian laporan ke­uangan Kemhan itu diaudit bersama 19 kementerian atau lembaga lainnya yang berada dalam pengawasan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I. Di antaranya adalah Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Polri, Kementerian Perhubungan, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Narkotika (BNN), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Tak dapat dimungkiri, Purnomo Yusgiantoro sukses meningkatkan kinerja Kemhan. Buah kepemimpinannya sebagai Menhan tergambar di berbagai aspek. Antara lain, kini di bawah "komando" pria kelahiran Semarang pada 16 Juni 1951, ini, Kemhan meraih WTP-DPP itu.

"Mencapai prestasi ini bukan pekerjaan ringan. Segenap jajaran Kemhan mendapatkannya melalui proses perjuangan dan kerja keras," kata Purnomo seraya berharap di masa datang bisa lebih baik. Ke depan, dia menargetkan meraih opini WTP tanpa paragraf penje­lasan.

Diakui Dunia
Purnomo mengatakan, menteri-menteri pertahanan dari negara-negara sahabat menghargai dan menghormati peran serta posisi menonjol Indonesia di Asia. Kemhan telah mengadakan sedikitnya 14 pertemuan bilateral dengan sejumlah menteri pertahanan dan pejabat pertahanan dan keamanan asing, awal bulan lalu di sela Pertemuan Tingkat Tinggi Keamanan ke-12 di Singapura.

Dalam forum yang juga dikenal The Shangri-La Dia­logue (SLD) sejak 31 Mei hingga 2 Juni itu, Purnomo berbicara dengan tema Modernisasi Militer dan Transparansi Strategik bersama Menhan Australia Stephen Smith, dan Menhan Inggris Philip Hammond.

Para Menhan yang mengapresiasi RI antara lain Chuck Hagel dari Amerika Serikat, Stephen Smith dari Australia, Philip Hammond dari Inggris, Itsunori Onodera dari Jepang, Jean Yves Le Drian dari Prancis, dan Peter Mackay dari Kanada. "Dalam pertemuan bilateralnya, Menhan Chuck Hagel berkali-kali mengatakan bahwa Indonesia masuk kelompok emerging powers di Asia bersama dengan India dan China," kata Purnomo.

Menurut dia, tim AS yang membidangi kawasan Asia Pasifik akan bertemu dengan tim Indonesia untuk menindaklanjuti pertemuan bilate­ral itu. Hagel juga mengundang Purnomo untuk berte­mu di AS, selain juga dengan para Menhan ASEAN.  Pertemuan bilateral Purnomo dan para mitranya membicarakan kerja sama militer dan Alutsista. "Kerja sama yang dibahas mencakup antarpertahanan, militer, individu, pelatihan dan juga industri militer," katanya.

Purnomo mengaku memastikan posisi Indonesia jelas dalam sengketa di Laut China Selatan yang melibatkan Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, Taiwan dan China. "Sengketa di wilayah itu diselesaikan secara bilateral oleh negara-negara pengklaim dan Indonesia sebagai bukan negara clai­mant terlibat dalam dimensi multilateral," katanya. "Kita inginkan kebebasan pelayaran di Laut China Selatan dan menjadi kawasan damai dan stabil.

"Purnomo juga menyinggung modernisasi pertahanan Indonesia yang tak hanya melalui pengadaan persenjataan, tetapi juga menciptakan peluang mengembangkan industri pertahanan nasional sendiri. "Modernisasi militer di Indonesia juga termotivasi oleh ambisi kami untuk memainkan peran yang meningkat dalam pemeliharaan keamanan dan perdamaian internasional mela­lui operasi-operasi pasukan pemelihara PBB," katanya.

Menhan Pumomo mengatakan, Pemerintah dan DPR sepakat untuk menaikkan anggaran pertahanan guna mengejar ketertinggalan In­donesia di bidang itu. "Kami yakin anggaran (pertahanan-Red) akan tetap bahkan mungkin dinaikkan pada tahun-tahun depan," katanya dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Keamanan ke-12 atau Shangri-La Dialogue di Singapura, awal bulan lalu.

Dia menjeiaskan, moder­nisasi militer dalam konteks reformasi nasional, modernisasi militer sebagai bagian dari pembangunan nasional, serta modernisasi militer dan transparansi' strategik. "Di Indonesia, modernisasi militer merupakan unsur kunci reformasi militer, yang jadi bagian reformasi nasio­nal mulai 1998," katanya.

RI merupakan salah satu negara yang terkena dampak krisis finansial Asia pada 1997-1998. Pemerintah saat itu memperketat ang­garan dan memberikan prioritas pada pemulihan ekonomi. Pada pertengahan 2000-an Indonesia akhirnya dapat mengatasi krisis dan ekonomi mulai tumbuh. Prioritas anggaran saat itu diberikan pada pembangunan sosial terutama pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan.

Menurut Menhan, perundang-undangan yang direformasi sangat jelas menekankan bahwa pertahan­an nasional Indonesia berdasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan rakyat, lingkungan hidup, hukum nasional dan juga prinsip-prinsip serta norma-norma internasional. Ini menja­di acuan tingkah laku atau bahkan tata perilaku militer Indonesia. (Yudhiarma), Sumber Koran: Suara Karya (12 Juli 2013/Jumat, Hal. 03)