Jumat, 12 Juli 2013

Wawancara Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon: “Saya Harus Bertanggung Jawab”


U, terdakwa penembakan terhadap empat tahanan di penjara Cebongan, Sleman, merupakan inisial dari Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon. Ia mengakui perbuatannya dalam sebuah apel luar biasa di Markas Grup II Komando Pasukan Khusus Kandang Menjangan, Kartosuro. Kepada Tempo dan Jakarta Post, Ucok mengaku awalnya tak berniat menghabisi empat tahanan tersangka pembunuh Sersan Kepala Heru Santoso itu.

Berikut cuplikan wawancara Ucok di samping ruang tahanan di Pengadilan Militer II-11 kemarin.

Apa tujuan ke Cebongan pada 23 Maret 2013?
Kami ke Sana mau nanya si Marcel.

Kenapa yang dicari Marcel?
Yang membikin saya emosi itu kejadian dianiayanya Sersan Satu Sriyono. Saya terlahir di Kopassus bersama-sama Sriyono.

Nyari Marcel kok ketemunya Deki (Hendrik Angel sahetapy)?
Begini, setelah mutar-mutar mencari si Marcel, ada yang sudah mengajak pulang. Lalu ada informasi Deki dan kawan-kawan dipindahkan ke Cebongan.

Lalu setelah cli Cebongan?
Kami sebenarnya hanya mau bertanya sama Deki di mana Marcel. Kami juga cuma mau tanya sama Deki: Kamu ada masalah apa dengan almarhum Santoso (Heru Santoso)? Kok keji sekali?'

Lalu mengapa ada penembakan?
Saya masuk buka pintu sel dengan cara biasa. Tahu-tahu saya dipukul dari balik pintu. Saat itu saya bertahan saja.

Kenapa bisa masuk sel Deki?
Karena sipir tidak mau rnemanggil mereka. Kalau mau memanggilkan, tidak akan terjadi penembakan. Seandainya sipir penjara itu memanggil si Deki ke ruang portir, saya akan menanyakan di situ.

Setelah penembakan?
Kawan-kawan yang lain di mobil ribut, bahkan Kopral Satu Kodik bilang: 'Ngopo kok nembak, ngopo kok nembak?' Saya marahi: 'Kamu enggak tahu kondisi di dalam. Sudah diam aja lu.'

Kenapa Anda mengaku?
Waktu Tim 9 datang ke Kandang Menjangan, saat itu disampaikan, ‘Dengan kejadi­an ini semua mata mengarah ke kalian. Kalau memang ada di antara kalian terlibat, seperti apa kalian jadi prajurit Kopassus?' Saat itu, dalam hati, saya katakan harus bertanggung jawab. Kalau boleh jujur, saya tidak ada untungnya. Tetapi bagaimana sih, orang yang sudah dekat diperlakukan seperti itu.

Lalu?
Saya langsung angkat tangan dan ternyata saya tidak sendiri. Kawan-kawan saya juga angkat tangan saat apel itu. Saya menangis waktu itu, kare­na di belakang saya ada kawan-kawan. Saya tidak dikorbankan. Padahal, sebelumnya ada beda pendapat. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju. (MUH. SYAiFULLAH), Sumber: Koran Tempo (12 Juli 2013/Jumat, Hal. 09)