TEMPO.CO , Jakarta: Jumlah titik api akibat kebakaran hutan di Riau kembali mengalami kenaikan. Berdasarkan pantauan Badan Nasional Penanggulangan Bencana melalui satelit NOAA-18, terdapat 173 hotspot akibat kebakaran di Riau. BNPB bekerja sama dengan TNI melakukan penanggulangan asap.
“Disiapkan dua pesawat Hercules C-130 dan 4 pesawat Casa untuk operasi teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulisnya kepada Tempo, Senin, 22 Juli 2013.
Selain itu, operasi water bombing terus dilaksanakan dengan tiga helikopter Bolco BNPB, dan 1 helicopter Sikorsky yang mampu mengangkut air 4.500 liter untuk dijatuhkan dititik api di Riau. Peralatan dan personil untuk TNI juga disiagakan untuk dikerahkan jika kondisi membutuhkan.
Menurut Sutopo jumlah titik api di Riau terus mengalami kenaikan. Hotspot tersebar di Rokan Hilir sebanyak 69 titik, Bengkalis 41 titik, Rokan Hulu sembilan titik, Siak 20 titik, Dumai 12 titik dan masing-masing satu titik di Kampar, Pelalawan, dan Kepulauan Meranti.
Akibatnya, kabut asap menyelimuti Riau dan menganggu jarak pandang hari ini. “Jarak pandang di Bandara Pekanbaru pagi ini hanya 70 meter, dan di Dumai 800 meter,” kata Sutopo. Keberangakatan dan kedatangan pesawat pun terganggu karena kabut asap.
Menurut Sutopo, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau melaporkan indeks udara pada beberapa kota di Riau mengalami kenaikan. Indeks udara di Kota Rumbai tercatat 619 psi, Minas 247 psi, Duri Camp 164 psi, dan Duri Field 292 psi. “Bahkan ISPU di Malaysia juga mengalami kenaikan.”
Sutopo menjelaskan, puncak kebakaran lahan dan hutan terjadi pada bulan Agustus hingga Oktober, baik di Sumatera dan Kalimantan. “Sebanyak 99 persen kebakaran terjadi akibat pembakaran lahan,” ujar dia.
Kunci utama antisipasi bencana asap, lanjut Sutopo, adalah implementasi peraturan-peraturan terkait dengan pencegahan kebakaran lahan dan hutan. Peran Pemda, Kemenhut, Kementan dan KLH harus di depan dalam antisipasi tersebut. “Penegakan hukum harus dilakukan oleh Polri, Kejaksaan, PPNS (Kemenhut, Kementan, KLH). Jika tidak maka pembakaran lahan dan hutan bakal terus dilakukan.”